03. Anxiety | Setelah Hari Itu |

46 4 1
                                    










Berita terkini..

Tepat pada tanggal 25 maret 2004, wilayah Papua. Kabupaten Puncak Ilaga. Telah memakan korban. Para pemberontak (...KKB) telah membunuh lebih dari 22 Korban pada dini hari.

Setelah di telusuri, Sekelompok KKB memiliki motif tersendiri. Pihak kepala polisi mengungkapkan bahwa..

"Kelompok KKB, lagi-lagi membantai para pekerja di PT Telaga Karya, yang bertempat di Papua, Kabupaten Puncak Ilaga" ungkapnya di hadapan awak media.

Banyak sekali media masa mewawancara dirinya.
"Motif pembantaian itu sendiri, tidak lain dari pimpinan PT Telaga, yang memiliki masalah dengan ketua pemimpin KKB. Maka dengan begitu, mereka membunuh banyak korban, pada malam hari."

"Korban ada sekitar 22 orang. 13 diantaranya adalah para pekerja PT Telaga, dan 9 sisanya ialah para Istri dari pekerja tersebut." serunya.

"Hanya tersisa 2 anak laki-laki, di salah satu rumah asrama. Di perkirakan satu antaranya berumur sekitar 6 tahun dan satu lagi berumur 3 atau 4 tahun." masih dalam batin yang gusar ia berkata.

"Anak berumur 6 tahun itu, mengungkapkan sekiranya bahwa; 'Ibu, ayah di potong lehernya pakai pisau besar. Perutnya di tusuk-tusuk, banyak darah keluar. Aku takut, ibu sudah pergi. ibu udah ngga bisa nafas lagi, ibu teriak. Tapi ayah ga bisa bantu ibu, leher ayah sudah di potong.' kata anak itu. Masih kami rahasiakan identitasnya."

"Anak laki-laki yang kami perkirakan berumur 3 tahun itu, kini di larikan ke Rumah Sakit. Anak itu kami temukan di dalam koper kecil dan sulit untuk menarik oksigen. Hingga tubuh anak itu mulai kaku dan pucat."

"Kedua anak laki-laki itu masih dalam pengawasan kami, karena kedua orang tuanya ialah korban dari pembantaian pada malam hari itu."

Kedua anak itu yang tak lain ialah Alir dan Agam. Mereka selamat, namun. Ayah dan ibunya sudah usai disana, mereka terbunuh tepat di hadapan Abang.

•••

Terdengar bising itu semakin mendekat. Amir segera mempersiapkan dirinya, semoga ia dapat menyelamatkan istri dan kedua anaknya.

"Ayaah..," gusar Alisa, semakin menangis dengan kuat.

Ayah menoleh ibu yang berada tepat di belakang tubuhnya.
"Ibu, ayah sayang sama ibu. Maafin ayah," katanya putus asa.

Alisa menutup matanya, mengedip beberapa kali sebelum akhirnya ia memeluk sang suami tercinta dengan erat.

"Ibu belum siap, yah. Kasian abang dan Agam. Ibu ngga bisa ninggalin mereka berdua disini." ungkapnya dalam pelukan hangat itu, semakin ruah tangis Alisa. Di iringi tangis Amir yang juga berderai pasi.

Para pemberontak itu kini sudah mulai menggedor serta membuka paksa pintu rumah Amir dan Alisa.

"Ibu di belakang ayah, ya? Biar ayah lawan mereka semua, ibu jangan takut, ada ayah disini." serunya. Mengusap kasar pipi sang empu.

Alisa terdiam, posisinya kini berada di belakang punggung Amir. Dengan siaga, Amir terus mencoba untuk tetap menjaga istrinya, walau pada akhirnya semesta akan memisahkan mereka.

"Mau apa kalian?" gisruh Amir, dengan suara lantang.

Tak ada sahutan dari para pemberontak itu.

Anxiety [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang