7. Rumah

54 8 1
                                    

"Saya minta maaf, karena semalam sudah berbuat hal yang tidak sopan di kampung ini," ucap Zian terlihat tulus. Dia bahkan tidak berani menaikkan pandangannya terhadap Reswara.

"Saya juga mewakili anak-anak, meminta maaf atas apa yang menimpa kamu," sela Reswara.

"Saya rasa ... saya memang pantas mendapat perlakuan begitu. Mereka marah juga karena perilaku dan ucapan saya, Pak."

Sesekali Zian terlihat mendesis merasakan nyeri di wajahnya.

"Sha, tolong ambilkan kompres!" titah Reswara membuat Nafisha lantas beranjak.

"Kalau boleh tau, Nak Zian ini dari mana asalnya?" tanya Inda hati-hati.

"Saya ... dari Gloria Hill," lirihnya.

Inda merasa sedikit terkejut, karena dia tahu jika Gloria Hill merupakan kawasan perumahan elite. Dulu, dia juga bercita-cita memiliki rumah di sana. Jadi, bisa dipastikan bahwa Zian bukan berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Nafisha datang dan langsung menaruh kompresan ke meja dekat Zian.

"Makasih," ucapnya yang hanya diberi tanggapan mengangguk oleh Nafisha.

Zian langsung saja mengambil kompresan es tersebut dan menempelkannya ke area wajah.

"Pulang dari sini ... Nak Zian mau ke mana?" tanya Reswara memastikan.

Zian menggeleng kecil. "Saya gak tau, Pak."

"Maaf, apa Nak Zian seorang muslim?"

Zian mengangguk kecil. Dalam kartu kependudukannya, dia beragama Islam. Hanya saja, dia juga tidak sepenuhnya yakin dengan hal tersebut.

"Kalau mau, Nak Zian bisa ikut salat subuh sama Bapak dan Faris. Sekalian menghadiri kajian ikhwan."

"Kajian? Baca Al-Qur'an?" bingungnya.

"Membaca Al-Qur'an, mendengarkan tausiah, salat subuh berjamaah."

"Tapi ... saya gak bisa baca qur'an," desahnya.

Reswara tersenyum kecil. "Gak apa-apa. Nak Zian bisa duduk mendengarkan. Itung-itung bersilaturahmi dengan warga sini."

Zian mengangguk paham. Dia juga harus meminta maaf kepada warga karena ulahnya semalam.

"Kalau begitu, alangkah baiknya Nak Zian membersihkan diri terlebih dahulu."

"Faris, tolong antar Zian ke kamar mandi, sekalian pinjamkan bajumu!" titahnya kepada Faris.

"Iya, Yah. Yuk, Mas!" ajaknya kepada Zian.

Lantas keduanya beranjak pergi.

Nafisha masih terdiam bingung hendak berbicara apa. Dia ingin sekali menyampaikan sesuatu kepada ayahnya, tetapi lagi-lagi diurungkan.

Di sisi lain, Zian tampak memperhatikan pantulan wajahnya pada cermin. Dia merasa canggung berada di rumah orang asing seperti ini, tetapi tidak bisa dipungkiri juga jika inilah yang disebut rumah baginya. Anggota keluarga satu sama lain terlihat begitu harmonis dan saling melengkapi. Rumah yang sejuk sekaligus menentramkan hati. Andai saja dia bisa memilih, dia pasti tak mau terlahir dari keluarga yang berantakan. Rumah yang terasa seperti neraka setiap harinya.

Tidak perlu waktu lama baginya membersihkan diri lalu mengenakan pakaian dari Faris.

Kini, Zian malah merasa aneh dengan dirinya yang berbalut pakaian muslim.

"Apa gue pantes pake baju beginian?"

"Ah, udahlah!" decaknya lalu keluar.

Dia mendapati Faris masih menunggu di meja makan. Tanpa berlama-lama lagi mereka langsung menghampiri Reswara.

Melihat kedatangan Zian, Reswara menyunggingkan senyuman kecil. Ternyata kalau sedikit dibenahi, penampilan anak itu terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Lain halnya dengan Zian yang merasa kurang nyaman dan canggung.

"Kalau begitu, kita berangkat sekarang saja," ajak Reswara.

Faris segera berjalan mendahului, sedangkan Zian tampak terdiam. Reswara yang menyadari hal tersebut lantas bertanya, "Ada apa?"

"Memangnya gak apa-apa kalau saya pake baju begini?"

Reswara tersenyum kecil. "Memangnya ada yang salah?"

"Saya ... seorang pendosa hebat. Rasanya tidak pantas," lirihnya kemudian.

"Saya juga seorang pendosa. Maka dari itu, kita juga sama-sama memperbaiki diri," jelas Reswara.

Setelah mengatakan itu Reswara melenggang pergi, pula dengan Zian.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka sampai ke masjid yang memang tidak terlalu jauh dari rumah Reswara.

"Sudah ambil wudhu?"

"Wudhu? B-belum, Pak. Saya tidak tahu caranya berwudhu," desah Zian.

Reswara mengangguk kecil kemudian mengajak Zian untuk mengambil wudhu. Akhirnya dengan arahan Reswara, Zian pun mengikuti satu persatu cara berwudhu.

Setelah selesai, mereka hendak memasuki masjid. Namun, ketiga pemuda semalam juga datang.

"Assalamualaikum, Pak?" ucap ketiganya serempak.

"Waalaikumsalam, mari!" sahut Reswara.

Reswara melenggang terlebih dahulu. Ketika Zian hendak melewati ketiganya, salah satu dari mereka memotong jalannya.

"Lo gak ada--"

"Saya benar-benar minta maaf. Semalam saya dalam keadaan mabuk berat," sesal Zian sungguh-sungguh.

Pemuda tersebut pun menyunggingkan senyuman kecil. "Gitu dong, minta maaf. Gue Ridho, ini Jafran, dan ini Malik," gumamnya kemudian.

"Zian."

"Ngomong-ngomong, lo pantes juga pake baju muslim," kekeh pria bernama Ridho tersebut. Setelah itu mereka pun masuk mendahului Zian. Sedangkan Zian hanya bisa tersenyum canggung.

***

"Kalau begitu, saya mau pamit Pak," ucap Zian setelah mereka pulang dari masjid.

"Kita sarapan dulu, istri saya pasti sudah masak!" ajak Reswara.

"Gak usah, Pak. Saya gak enak lama-lama di sini."

"Jangan menolak rezeki, Mas! Masakan bunda itu gak ada duanya, pokoknya Mas Zian harus cobain," sela Faris.

"Saya ada urusan, jadi mau pamit," balas Zian.

"Ngomong-ngomong, baju saya di mana?"

"Mungkin dicuci sama bunda. Gapapa Mas Zian pake bajunya Faris dulu aja."

"Ya tapi 'kan saya harus pulang. Gak enak kalau saya balik lagi bawa bajunya," desah Zian.

"Kalau Nak Zian mau datang lagi, kapan pun itu, silakan! Rumah kami selalu terbuka," ucap Reswara membuat Zian tersenyum kikuk.

Semejak dia berada di antara keluarga ini, Zian merasa hatinya tenang. Walau terkadang juga dia merasa canggung dan tidak enak hati karena mereka orang-orang yang baru saja dikenal, terlebih lagi kedatangannya yang terbilang tidak baik. Namun, terlepas dari itu semua, kali ini Zian merasa sangat bersyukur atas hidupnya. Ternyata mendekatkan diri kepada Sang Pencipta tidaklah buruk. Keluarga Reswara menjadi penolong di saat dirinya benar-benar kehilangan arah. Jadi ...
apa mungkin ini yang disebut sebagai 'rumah'?



***
Doakan saya tidak malas nulis ya, supaya ceritanya cepat rampung😭😭

DAISY (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang