12. Insaf 2

9 4 0
                                    

"Zi, lo serius sama apa yang tadi lo bilang?" tanya Galen memastikan.

Setelah menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka yang secara tiba-tiba, kini keduanya berjalan menuju arah pulang.

"Sebenernya agak kurang yakin, sih," sahut Zian enteng.

"Sudah kuduga," umpat Galen seraya memijat pelipisnya.

Sebenarnya bukan karena dia tidak ingin bertaubat, hanya saja jika tujuan Zian adalah untuk mendapatkan Nafisha ... Galen merasa enggan turut serta. Namun, di sisi lain dia juga tidak bisa menolak ajakan Zian. Anggap saja rencana mereka memang murni untuk menata kembali hidup yang sudah porak poranda. Menjadi pribadi yang lebih baik ... tidak ada salahnya, bukan?

"Kita coba aja dulu. Sekarang kita harus cari baju buat ngaji besok," ucap Zian.

Galen hanya bisa mengangguk dan ikut ke mana Zian pergi. Kedua pria itu segera pergi ke mall untuk mencari baju koko yang pas. Rasa bingung pada keduanya, membuat mereka tak kunjung selesai memilih.

***

Bada isya, Nafisha bersiap-siap menuju rumah Giri. Di sana akan diadakan kumpulan Karang Taruna dan juga Remaja Masjid.

Sebentar lagi jelang ramadhan, tentu saja kegiatan keagamaan harus menjadi prioritas di bulan suci nanti.

Nafisha berjalan menuju ke pintu utama dengan buku catatan di genggamannya.

"Kak, tunggu!" seru Faris membuat Nafisha menghentikan langkahnya di ambang pintu.

"Ada apa?"

"Barengan dong, berangkatnya," kata Faris seraya bergegas menghampiri sang kakak.

Nafisha mengembuskan napas kecil. Dia lupa jika tahun ini Faris juga sudah mulai diangkat menjadi anggota organisasi. Itu artinya adik dia satu-satunya sudah beranjak remaja. Tidak terasa memang.

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju rumah Giri yang tak begitu jauh. Sampainya di sana, ternyata baru ada tiga remaja putri, satu remaja putra, dan Giri.

"Assalamualaikum?" salam Nafisha dan Faris bersamaan.

"Waalaikumsalam," sahut mereka yang berada di sana.

"Belum kumpul semua ya, Mas?" tanya Faris terhadap Giri. Lain halnya dengan Nafisha yang hanya terdiam menunduk. Wanita itu tidak punya keberanian untuk mengatakan sesuatu, bahkan untuk sekadar mengangkat wajahnya. Dia merasa canggung ketika mengingat malam di mana mereka bertemu.

"Iya. Mungkin sebentar lagi semuanya datang," sahut Giri disertai senyuman kecil.

Netranya tidak bisa ditahan untuk melihat sekilas ke arah Nafisha. Seketika di dalam hatinya, Giri merapalkan istigfar beberapa kali. Berusaha menghindari nafsu yang hampir saja menguasai dirinya.

"Silakan duduk," ucap pria itu pada akhirnya.

Faris mengangguk dan langsung menghampiri teman sebayanya yang sudah terlebih dahulu sampai. Begitu juga Nafisha yang turut bergabung dengan kedua remaja putri tersebut.

Ini adalah rumah peninggalan kakeknya Giri beberapa tahun lalu. Rumah dengan ruang tamu yang cukup luas ini digunakan Giri sebagai tempat rapat bagi Karang Taruna dan juga Remaja Masjid. Tak jarang juga Giri menginap di sini seorang diri, supaya rumah itu tidak berakhir terbengkalai. Karena jika dibiarkan kosong dalam jangka waktu yang lama, rumah itu akan termakan usia.

Beberapa saat sudah berlalu, kini tampak hadir sekitar lima belas orang yang duduk melingkar di dalam. Beberapa anak sekolah seusia Faris hingga anak kuliah sebaya Nafisha. Hanya Giri yang tertua di sini, sebagai ketua.

DAISY (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang