"Aku pergi duluan, assalamualaikum?" pamit Nafisha pada ayah dan adiknya yang masih berkutat dengan seragam sekolah.
"Waalaikumsalam," jawab keduanya serempak.
"Nanti pulang mau dijemput apa nggak?" tanya Reswara membuat gadis tersebut kembali menyembulkan kepalanya di ambang pintu.
"Gak usah deh, aku mau pergi sama Nuna dulu sepulang kuliah."
"Oke."
Nafisha berbalik. "Allahuakbar!" kagetnya setengah berteriak.
"Assalamualaikum?" Pria di hadapannya justru menyunggingkan senyuman tak berdosa.
"Wa-waalaikumsalam," sahut Nafisha seraya memegangi dadanya.
"Kamu--"
"Kenapa, Sha?" tanya ayah dan adiknya turut memburu.
"Nak Zian?" bingung Reswara.
"Ada keperluan apa, ya?" sambungnya.
"Hm ... saya cuma mau mengantar ini. Sebagai tanda terima kasih karena sudah banyak menolong saya," kata Zian sambil menyodorkan sebuah bingkisan.
Reswara tersenyum kecil. "Itu cuma kebetulan saja. Kamu tidak perlu berlebihan seperti ini."
"Saya mohon diterima, Pak!" ucap Zian tegas.
Reswara akhirnya menerima bingkisan tersebut. "Kalau begitu saya terima. Terima kasih."
"Aku berangkat sekarang, assalamualaikum?" kata Nafisha mengulang pamitannya.
"Waalaikumsalam."
Gadis itu melenggang menyusuri jalan perkampungan untuk sampai ke jalan utama. Nafisha memang senang bepergian mengunakan angkutan umum--terlebih angkot. Ia juga lebih senang jalan kaki jika tidak sedang terburu-buru.
"Assalamualaikum?" gumam seseorang secara tiba-tiba dari arah belakang. Sontak Nafisha kembali terkejut dibuatnya. Bahkan buku yang tengah didekapnya hampir saja terjatuh.
Dia menoleh ke belakang, kembali menemukan keberadaan Zian. Raut wajahnya seketika berubah geram.
"Kamu bisa gak sih, jangan ngagetin saya?" Kedua alis Nafisha menukik tajam.
"Saya gak ngagetin kamu. Kan saya sudah mengucap salam," kilah Zian.
"Maksudnya--" Gadis itu menggantung kalimatnya, kemudian tanpa berpamitan dia pergi meninggalkan Zian yang masih diam di tempat.
"Kuliah di mana?" tanya Zian sambil mengekor. Namun, Nafisha tidak berniat menjawab pertanyaan tersebut. Pria itu terlalu menjengkelkan.
"Cantik, saleha, tapi ... sayang banget jutek ditambah kurang denger," gerutu Zian membuat Nafisha menghentikan langkah begitu juga dirinya.
Gadis itu membalik dengan tatapan tajam yang menusuk. "Kamu membicarakan saya?"
Alis Zian saling bertautan. "Bukan. Kucing tetangga saya."
Nafisha mengertakkan rahangnya. Mana mungkin ada kucing saleha? Memangnya kucing itu dipakaikan hijab?
Merasa enggan berdebat dan membuang-buang waktu, Nafisha memutuskan untuk tidak menggubris perkataan pria aneh itu.
"Kamu senang jalan kaki?" tanya Zian lagi.
"Hmm," jawab Nafisha.
"Tadi kamu belum jawab kuliah di mana," kata Zian lagi.
Nafisha kembali menghentikan langkahnya. Dia menarik napas panjang kemudian diembuskan sedikit kasar--membalik ke arah Zian.
"Memangnya kamu gak ada kerjaan lain? Kenapa ngikutin saya terus?" kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAISY (OnGoing)
Teen FictionAku tidak pernah menyangka semuanya akan menjadi serumit ini. Perihal rasa yang mengaku sebagai cinta--seenaknya berlabuh pada dermaga bernama hati. ~Nafisha Zulaikha~ SEQUEL CINTA GURU AGAMA