13. Ambil Wudhu

14 4 0
                                    

"Bismillahirahmanirahim ...."

"Assalamualaikum?"

Baru saja acara mengaji sore hendak dibuka, suara salam dari arah pintu membuat semua mata tertuju kepadanya.

"Waalaikumsalam," sahut semua yang berada di dalam masjid.

Kedua alis Giri menukik memerhatikan sosok yang kini berdiri di ambang pintu. Begitu juga dengan Nafisha yang terlihat bingung dan aneh.

"Sebentar ya, anak-anak. Kalian lanjutkan dulu ngajinya," ucap Giri seraya beranjak menghampiri dua pemuda tersebut.

"Hm ... maaf sebelumnya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Giri ketika sudah berhadapan dengan kedua laki-laki itu.

"Saya juga mau belajar ngaji sama Pak Ustaz," kata Zian seraya menampakkan deretan giginya yang rapi. Lain halnya dengan Galen yang masih diam membatu.

"Tapi ... jadwal ngaji sore ini diperuntukkan kepada anak-anak," jelas Giri merasa tidak enak hati.

Zian mengembuskan napas kecil. "Apa saya ini gak boleh ikut belajar ngaji di sini? Saya juga bawa iqra Pak Ustaz."

"Bukan, bukan begitu. Mungkin akan terasa canggung bagi saya mengajari orang dewasa seperti kalian, apalagi ... dimulai dari iqra." Giri mulai menjelaskan dengan hati-hati. Dia juga takut jika anak-anak nantinya akan mengejek kedua pria tersebut karena harus mulai dari iqra satu.

"Gapapa. Saya niat buat belajar, saya gak akan malu walau mulai dari iqra satu!" ucap Zian mantap.

Galen masih terdiam. Raut wajahnya bahkan tidak bisa didefinisikan. Antara malu, merasa bersalah, dan bingung sendiri. Pria itu seperti ingin menghilang dari muka bumi detik itu juga.

"Kalau kamu mau, saya bisa meluangkan waktu selepas pengajian anak-anak," usul Giri.

Lagi-lagi Zian menggeleng. "Saya mau belajar bareng anak-anak saja Pak Ustaz!"

Giri menyunggingkan senyuman tipis. "Pertama-tama, jangan panggil saya dengan sebutan Pak Ustaz. Nama saya Giri, dan kalian?"

"Saya Zian, dan ini teman saya Galen."

Giri mengangguk-angguk kecil. Dia tahu jika pria itu pernah berbuat kerusuhan di kampung ini. Namun, Giri belum pernah mengetahui namanya. Dia juga tidak tahu jika Zian sedang mengejar Nafisha.

"Kalau kalian tidak keberatan, silakan bergabung dengan kubu putra," sambut Giri membuat Zian dan Galen melangkah memasuki masjid.

"Apa kalian sudah ambil wudu?"

Mendengar pertanyaan Giri, kedua alis Zian saling bertautan.

"Ambil wudu? Memangnya ... kalau mau ngaji harus ambil wudu?" tanya Zian polos, tetapi lebih ke arah bego jika bertanya bagaimana pendapat Galen.

Giri mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Wudu itu diambilnya di mana?" Raut wajah Zian terlihat bingung.

"Zian, lo tau wudu itu apa?" tanya Galen membuat sang pemilik nama lantas menoleh.

"Manusia apa bukan?" tanyanya dengan raut wajah seolah tak berdosa.

Galen tersenyum mengerikan, seolah-olah akan menelan sahabatnya detik itu juga.

Giri tersenyum kecil. "Wudu itu, adalah salah satu cara menyucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan kegiatan keagamaan. Misalnya mengaji seperti yang akan kamu lakukan sekarang,"jelasnya.

Zian menggaruk tengkuk tak gatalnya. Sungguh, dia merasa malu setengah mati.

"Gapapa, kalau belum tau bagaimana wudu, biar saya bimbing," imbuh Giri dengan wajah tulusnya.

DAISY (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang