Nafisha duduk di bangku taman setengah membanting bokongnya. Ia mendesah panjang kemudian menungkup wajahnya.
"Kenapa aku bisa berurusan sama laki-laki itu, sih?" cicitnya setengah meringis.
"Gimana kalau dia perkarain aku ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik?"
"Tapi dia juga salah. Kenapa dia harus ngikutin aku? Kalau dia laporin aku, aku juga bakalan lapor balik!" ucap Nafisha penuh dengan penegasan.
"Siapa yang mau laporin kamu?" Suara itu lagi-lagi membuat Nafisha terlonjak kaget.
"Saya gak akan laporkan kamu atas dasar apa pun, kok," ucap Zian seraya berjalan menghampiri Nafisha.
Lain halnya dengan Nafisha yang justru membuang pandangan ke arah lain. Suasana hatinya belum membaik, sekarang pria itu datang dan menambah kesan buruk saja.
"Saya minta maaf karena udah ngikutin kamu."
Memdengar penuturan Zian, lantas Nafisha melotot ke arahnya. "Tadi kamu bilang tidak mengikuti saya, dan sekarang kamu mengatakan demikian?"
"Sebenarnya saya ada satu permintaan sama kamu," kata Zian seraya duduk di samping Nafisha yang refleks berdiri.
"Jangan macam-macam, kita bukan mahram!" ucap gadis tersebut penuh dengan penekanan.
"Memangnya kamu kira saya mau ngapain? Mungkin pikiranmu saja yang terlalu macam-macam."
Nafisha berdecak kesal, "kalau begitu cepat katakan permintaanmu dan setelah ini jangan pernah menemui saya lagi!"
"Oke. Saya mau kita berteman!"
Nafisha menaikkan kedua alisnya. Bagaimana bisa pria itu mau mereka berteman, sedangkan jelas-jelas Nafisha tidak ingin menemuinya lagi.
"Tidak bisa!"
"Kenapa? Apa perempuan berhijab selalu membatasi pertemanan dengan lawan jenis, ya?"
Nafisha ingin mengatakan hal lain, tetapi urung.
"Iya. Assalamualaikum!" pungkasnya kemudian melenggang pergi.
"Hey, saya cuma mau kita berteman! Kita gak akan pacaran!" teriak Zian membuat langkah Nafisha lantas terhenti sesaat.
Apa maksudnya Zian mengatakan begitu terhadap dirinya? Memangnya siapa juga yang mau berpacaran?
Enggan menanggapinya lagi, Nafisha memilih untuk benar-benar pergi dari sana. Dia sudah cape dan tidak mau menambah dosa lagi karena marah-marah.
"Sha!" teriak Nuna membuat Nafisha lantas berhenti melangkah.
"Kenapa ninggalin, sih?" desah Nuna dengan napas yang terengah-engah karena berlari.
"Maaf Na, aku lupa kalau tadi lagi sama kamu," gumam Nafisha.
"Aku tuh nungguin kamu di perpus, kirain mau balik lagi ternyata nggak."
"Iya aku minta maaf, aku lupa."
"Eh, Sha?"
"Apa?"
"Bukannya laki-laki tadi yang waktu itu mau bunuh diri, ya?"
"Iya. Dia itu ngikutin aku dari rumah. Awalnya sih cuma nganter bingkisan sebagai tanda terima kasih buat ayah, tapi akhirnya ... ngeselin banget!" Nafisha seidkit geram mengatakan hal tersebut.
"Ih, ngeri banget sih diikutin begitu. Tapi tadi kamu udah lapor sama pihak kampus, 'kan?"
Nafisha menatap Nuna beberapa saat kemudian mendesah panjang. "Dan seharusnya aku gak melakukan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAISY (OnGoing)
Fiksi RemajaAku tidak pernah menyangka semuanya akan menjadi serumit ini. Perihal rasa yang mengaku sebagai cinta--seenaknya berlabuh pada dermaga bernama hati. ~Nafisha Zulaikha~ SEQUEL CINTA GURU AGAMA