Tuan. Aku mengikhlaskan kau pergi, tapi sekali aku sungguh pergi akan ku pastikan kau Takan lagi bisa mengenal aku, jangankan namaku, sifatku yang kau ketahui saja sudah tak akan lagi kau temui.
Aku tak membencimu tuan. Hanya caramu memperlakukan aku seolah aku budak yang bisa kau anggap remeh itu membuatku muak.
Aku menyayangimu tuan, kau pernah berkata kau tak tau harus bagaimana jika kita selesai tetapi sekarang kau yang mencampakkan aku.
Oh tuan. Bolehkah aku dendam atas prilakumu?
Bolehkan aku meminta agar kau merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan, tuan?
Tentu saja aku tidak ingin, tapi rasa sakitku belum tentu ada obatnya tuan.
Mungkin memang aku sendiri yang akan mengobatinya tetapi jika ada yang mengoreknya kembali sungguh lukanya akan lebih parah ya tuan.
Wahai tuan. Waktuku, rasaku, amarah, kasih sayang dan juga penyesalanku sudah ku habiskan untukmu. Lalu bisakah kau membayarnya?
Tuan, mungkin memang benar kau adalah rumah tempat ku untuk pulang tetapi sejak kau menjauh aku merasa tak lagi punya rumah untuk pulang. Lalu aku terombang-ambing tak tentu arah. Lantas, siapa yang harus aku salahkan?
Tentu saja, aku!.
Tuan, aku mengikhlaskan mu lalu aku akan melupakanmu. Namamu, wajahmu, tingkahmu, dan segala tentangmu akan terkikis habis didalam memoriku.
Jika suatu waktu kita bertemu wahai tuan. Maaf jika tak lagi kau temui orang sama. Jika kau masih merasa sama maka orang itu sesungguhnya tak pernah bisa mengikis kau dari dalam memorinya.
Tuan, aku (mencoba) menghapus jejak mu.
________
Welcome, i'll back.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Orang Terhina.
Teen Fictionaku hanya untaian rasa yang selama ini diasingkan , aku tak masalah bila aku tak dianggap ada tetapi aku tak bisa selamanya dianggap musnah.