Apalah daya aku.. anak yang jauh dari orang tua. Menunggu buah dari hasil jerih payah orang tua yang berjemur dibawah terik matahari.
Tinggal bersama keluarga dari sanak ayah, tak membuat aku semakin semangat, yang ada belenggu dalam hati-hati yang ingin segera dilunasi.
Makan tak dibebaskan, nasi tak diberikan. Lantas apa yang harus ku telan? Angin kosong. Memang benar kata orang, lebih enak berurusan dengan orang lain dibanding dengan keluarga sendiri.
Tidur tak tenang, karena perut keroncongan. Hendak makan, baru sesuap nasi masuk dalam kerongkongan langsung dihitung. Lantas, pantaskah itu disebut dengan kebaikan.
Ini tahun ketiga aku berada disini. Artinya dalam hitungan bulan, aku akan menempuh hidup yang sebenarnya. Jikapun iya, aku akan sangat bahagia. Tetapi, dunia tak sebaik itu kepadaku. Duniaku tak selesai sampai disini. Setamat ini, aku langsung di bawa oleh keluarga ayahku kembali dijadikan sebagai hewan peliharaan nya.
Sudah sepantasnya aku bersyukur, sebab diluar sana banyak orang yang masih memikirkan kemana ia akan pergi. Sedang aku hanya menunggu untuk tamat saja. Tapi, pikiran ku tak semudah itu. Pikiranku rumit, seperti tali yang tengah kusut. Dunia di keluargaku tak seindah itu.
Semua orang merasa bahwa. Oh ini, keluarga ini hidupnya senang. Wah anak ini tamat ini langsung direkrut, wah ga perlu susah tu hidupnya. Wah hidupnya tenang. Wah, wah, wah dan wah nya terlalu banyak.
Percayalah, ada bendungan yang siap hancur dibalik kata baik-baik saja milikku. Mereka berkata perutku tak pernah Kosong, yang sesungguhnya perutku lebih sering tak berisi dibanding mereka. Mereka berkata aku bahagia, sesungguhnya aku adalah yang paling sering dirundung kesedihan.
Memang banyak didunia ini yang lebih menderita dibanding kehidupanku. Namun, aku tak mengkaji soal orang di dunia. Aku mengkaji dari bagian diriku terdalam. Bahwa aku adalah serpihan yang sering dianggap emas padahal aku hanyalah bubuk yang tak pernah diperhitungkan.
________
Tn.rui12
Des.20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Orang Terhina.
Teen Fictionaku hanya untaian rasa yang selama ini diasingkan , aku tak masalah bila aku tak dianggap ada tetapi aku tak bisa selamanya dianggap musnah.