"Gila, lu!"
Aku yang baru selesai menguploud sebuah postingan di instagram, terkejut oleh Indra yang tiba-tiba datang.
"Yang ini udah yang ke berapa?" tanyanya begitu duduk di sampingku.
"Di hitung aja." Jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.
"Masa iya, gue harus hitung..?" kudengar dia bersunggut.
Aku hanya mengulas senyum.
Indra menjulurkan leher untuk ikut melihat layar ponselku yang menyala dan tengah memperlihatkan fotoku yang sedang di cium pipi-nya oleh seorang wanita.
"Sialan, minggu ini juga cantik." ia berdecak.
"Kalau cuma cantik, di mana-mana juga ada kan?" aku menanggapi santai.
"Iye, iyee...yang good looking mah bebas." Indra terlihat kesal, sebab ia tak pernah berhasil merayu seorang wanita.
"Itu kenyataan." aku meralat.
"Kenyataan kalau gue selalu apes?" ia makin tak terima.
Aku terbahak.
Sumpah aku tak bermaksud menyindirnya yang bertahun-tahun menjomblo.
Karena dengan banyaknya produk skincare dan berbagai jenis perawatan untuk kaum hawa, wanita jelekpun bisa menjadi cantik kalau punya uang.
Masalahnya, dengan cara bagaimana mereka mencari uang.
Aku mengulum senyum mengingat para wanita yang bak semut, begitu ku keluarkan platinum card.
Yah...wanita mana sih tidak tertarik dengan dompet tebal bonus wajah tampan?
"Senyam-senyum aja lu, dasar player." Indra makin sentimen.
Walau begitu, ia tetap ikut membaca komentar-komentar pada fotoku bersama pacar baruku di instagram.
'Ganti cewek udah kayak ganti baju ya, bang?'
'Ceweknya cantik-cantik.'
'Durhaka sama emak lu, bro.'
"Bener, nih!" Indra kembali berkoar. "Durhaka sama emak elu yang sama-sama cewek." Ia menimpali.
"Emak gue malah bangga kali." Aku tak tersinggung.
"Bangga anaknya menghabiskan stok perawan?" cibir pria berambut cepak tersebut.
"Iri bilang." Ucapku tanpa emosi.
Padahal kenyataannya, aku tak pernah berbuat lebih. Ujung-ujungnya mentok kissing.
"Sialan." lagi-lagi Indra hanya bisa mengumpat.
Di kantor, Indra memang yang paling dekat denganku.
Kami masuk ke perusahaan di bulan yang sama dan juga sama-sama menggemari serial Attack On The Titan.
Berawal dari tak sengaja dia melihat ku membaca komik karangan Hajime Iseyama di jam istirahat, akhirnya kami jadi sahabat sampai sekarang.
"Gila, baru 15 menit. Tapi yang komen udah banyak banget. Like apa lagi..." dia geleng-geleng.
"Masyarakat kita emang lebih suka sensasi dari pada prestasi. Jadi wajar, kalau foto-foto sampah kayak gini banyak mendapat perhatian." aku mengeser layar ponsel, lalu meletakkan benda pipih tersebut ke atas meja.
Tak lama seorang pelayan datang, mengantar es teh yang tadi telah lebih dulu ku pesan.
"Mas, es jeruk satu." Indra berkata serayak mengacungkan jari telunjuk ke arah si pelayan yang baru saja mengantarkan minuman.