Tiga tahun berlalu. Selama tiga tahun itu juga Jaemin dan Winter sama-sama berjuang untuk lulus. Jaemin mulai mencari pekerjaan dan itu bukan hal yang mudah. Rasanya Jaemin mau gila karena ditolak banyak perusahaan. Namun perjuangannya berbuah manis ketika akhirnya ia diterima di sebuh production house sebagai video editor.
Awal-awal bekerja menjadi tantangan tersendiri untuk Jaemin. Bekerja sebagai editor tidak mengenal waktu. Ia bisa pulang lewat tengah malam untuk menyelesaikan pekerjaannya pada hari itu. Selain pekerjaan resminya, ia juga mengambil pekerjaan sambilan sebagai video editor freelance. Apapun ia lakukan untuk mendapatkan uang dan segera membawa Winter kembali ke Korea.
Namun sayang, akibat kesibukannya yang bisa bekerja hampir 24 jam membuat komunikasinya dengan Winter semakin tidak lancar. Hal itu membuat hubungannya agak renggang.
Winter: Sadar ga sih kalau kita jarang komunikasi?
Winter: Kita bisa aja berhari-hari ga kontak sama sekali.
Jaemin membuka pesan Winter di ponselnya. Sejujurnya ia merasa seperti itu. Tapi kesibukkannya semata-mata untuk Winter juga. Ia saat ini berada di tengah pekerjaannya yang terus berpacu dengan deadline. Sikap Winter yang seperti ini bukan yang ia butuhkan saat ini. Ada sedikit rasa marah di dalam hatinya. Namun untuk menenangkan pacarnya itu, ia membalas pesannya.
Jaemin: Maaf kalau aku kurang perhatian akhir-akhir ini. Aku kan kerja, Win.
Winter: Tapi bisa kali kirim chat doang?
Jaemin: Iya, maaf. Aku kerja kan buat kamu juga.
Winter: Harus berapa lama lagi aku nunggu, Jaem? Appa udah nanyain kamu. Kapan kamu ke sini.
Jaemin: Aku juga di sini lagi berusaha, Win. Aku kerja keras dan cari uang untuk bisa ke sana. Untuk bisa bertanggung jawab atas kamu ketika kamu kembali lagi ke Korea. Aku ya ga mungkin dong ga punya apa-apa banget.
Winter: Oke, fine kamu sibuk kerja. Tapi emang ga ada waktu banget buatku meski hanya 5 menit?
Jaemin: Iya, maaf aku salah.
Jaemin: Sorry, Win. Sekarang aku lagi kerja. Nanti aku hubungin lagi.
Jaemin meletakkan ponselnya dan mengusap wajahnya dengan frustasi. Perselisihan kecil seperti ini memang wajar terjadi. Tapi dengan pekerjaan yang menumpuk dan obsesinya untuk mengumpulkan banyak uang, membuat Jaemin semakin stress. Rasanya ia tidak tahan, tapi tidak mungkin ia menyerah begitu saja.
***
Winter merasa kesal Jaemin mengakhiri chatnya begitu saja. Ia melemparkan ponselnya ke atas sofa. LDR itu bukanlah hubungan yang ideal. Mereka jadi sering salah paham dan bertengkar. Memang cinta tidak selamanya indah. Kadang Winter berpikir untuk menyerah saja karena ia sudah terlalu lelah dengan hubungan ini.
Saat ini Winter sudah menyelesaikan kuliahnya dan sedang menunggu wisuda. Ia sebenarnya ingin menanyakan apakah Jaemin bisa datang atau tidak. Tapi sebelum Winter ke inti pertanyaannya, Jaemin selalu saja mengakhirinya dengan alasan sedang sibuk bekerja. Winter tidak mengerti kenapa sikap Jaemin berubah seperti itu. Apa Jaemin tidak mencintainya lagi?
Terlebih lagi, Winter sudah diambang batas kesabarannya. Sudah cukup ia bertahan selama tiga tahun hidup bersama keluarga tirinya. Setiap hari Winter terus bertengkar dengan ibu tirinya dan Karina. Tiada hari tanpa Karina terus menyindirnya terkait Jaemin.
"Mana laki-laki yang kemarin datang itu? Katanya dia mau nyusulin kamu?" Cemooh Karina.
"Aku yang mau disusulin kenapa kamu yang repot?" Balas Winter.

KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Summer
ФанфикNamanya Kim Winter, persis dengan sifatnya yang dingin dan sulit didekati. Tatapan matanya tajam dan tampak tidak bersahabat. Kalau bicara nadanya tegas dan tidak ada sedikitpun keramahan. Ia cantik, dingin, seperti boneka. Orang menyebutnya Ice Pri...