Terima kasih karena kamu udah baca sampe bab ke 14.
Bab ke 14 dengan sub judul: Musim.
Seorang teman bertanya di twitter, "Apa maksudnya berdamai dengan diri sendiri?,"
Aku mencoba mengerti kenapa ia bertanya. Dengan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
"Kamu pernah di bully?,"
"Selama sekolah, kamu pernah ga punya kelompok ketika ada tugas kelompok atau jadi salah satu yang ga pernah di ajak dan masuk ke kelompok buangan yang isinya para murid kesepian dan pencundang?,"
"Mungkin pernah. Mungkin juga tidak peka. Kamu selalu ceria. Kamu menyapa orang lain lebih dulu, membuka topik obrolan kalo lagi nongkrong, dan selalu menjadi pusat perhatian dengan celotehmu soal topik apapun seperti tak pernah ada habisnya. Apakah asumsiku benar?,"
Musim berganti dan waktu berlalu.
Aku tetap disini. Di kamar ukuran 116 inci atas bawah dan lebar 136 inci, baru saja ku ukur ketika sedang menulis bab ini menggunakan aplikasi pengukur handphone Huawei P30 pro. Adakah yang akan benar-benar membaca tulisanku ini, Aku bertanya-tanya, hingga Aku sadar bahwa, mungkin, tidak ada. Hey, tidak apa. Dengar, Aku mungkin sudah mati saat kalian sedang membaca tulisan ini. Menyeramkan bukan, bukan. Mungkin saja saat itu Aku sudah cukup tua, cucuku memanggilku kakek tampan. Jika benar terjadi, Aku ingin diundang ke Podcastnya Om Deddy Corbuzier. Entah nanti di masa depan masih ada atau tidak.
Musim berganti dan waktu berlalu.
Kenapa aku masih menulis padahal tau tidak ada yang membaca dan tulisanku bahkan tidak mendayu-dayu. Literasi pada tiap kata juga tidak banyak metafora dan kaya makna. Kenapa ya?, mungkin karena putus asa. Saat ini ku hanya seorang pria berumur 24 tahun, 2 bulan lagi ganjil umurku 25 tahun dan pengangguran. Aku hanya suka menulis. Sesuka itu. Demi uang?, inginnya sih. Tapi, di keluargaku, mereka hanya tau PNS dan pengusaha saja. Tidak dengan bangga ketika sedang kumpul keluarga menyebutkan profesi anaknya sebagai Youtuber, Influencer, apalagi Penulis. Terlihat ga keren. Gajinya ga tetap. Ga ada uang pensiun atau pesangon.
Musim berganti dan waktu berlalu.
Sejak kecil Aku bertubuh gemuk. Bullyan datang dari keluarga dan lingungkan tempat Aku menempuh pendidikan, tempat itu disebut "Sea Cow Lah?", bingung ya. Artinya Ikan Duyung Lah. Ikan Duyung Lah adalah tempat dimana anak-anak harus percaya pada gurunya, apapun kata gurunya adalah benar. Guru tidak pernah salah. Guru adalah pahlawan tanpa jasa. Meski tidak banyak, aku percaya. Percaya kalau ada juga guru yang nyentrik, dengan mobil Jazz berwarna merah dengan plat nomor kendaraannya BG 130 TI. Aku rasa ia di gaji karena jasanya dan jabatannya. Apakah aku harus tetap pecaya pada setiap perkataan guru sekolah yang bahkan melempariku kacang disaat Aku memukuli hingga babak belur murid yang menumpahkan bumbu cabe ke kemplang di kantin sekolah lalu ia menuduhku dan membuatku di tatap sinis oleh ibu kantin dan murid-murid lain?, kenapa ia menuduhku?, kenapa tidak mengaku dan meminta maaf saja padahal sudah jelas salah?, aku yang di lempar kacang karena membela diri atas tuduhan malah di cap sebagai anah aneh dan murid-murid lain lalu menjauhiku tanpa ingin tahu dan tahu kebenarannya.
Bagaimana Aku bisa melupakan kejadian belasan tahun lalu yang membuatku sangat marah?, Aku menulisnya. Itulah caraku berdamai dengan diri sendiri. Sampai sini, aku harap kamu mengerti. Dan setiap orang punya caranya sendiri untuk berdamai dan menerima dirinya, apa adanya. Dan aku hanya berharap, di setiap masa-masa sulit itu kamu ingat Aku, ingat tulisan ini, kamu ga sendiri.
Mari berpelukan. Karena Aku suka pelukan. Meski hidup terasa pelik dan pikiran tak karu-karuan. 📚💌
![](https://img.wattpad.com/cover/222043577-288-k259007.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Corat Coret Rasa
General FictionNote: 1. Jangan tersinggung, marah dan sejenisnya. 2. Buka hatimu untuk menerima tulisan ini, dan mengambil baiknya saja. 3. Tulisan, quotes atau tips mungkin kebetulan sama dengan apa yang kamu rasakan, tapi bukan berarti kamu harus percaya atau m...