Masih di dalam mobil menuju perjalanan pulang, Sumire sesekali melirik sang ayah yang raut wajahnya masih terlihat gelisah dan kesal. Dia ingin bertanya, tapi dia takut Neji marah.
"Papa ..." Setelah tiba di hadapan rumah, Sumire tak lantas beranjak. Dia memberanikan diri untuk menatap Neji dengan lekat. "Kenapa kita tidak pulang dengan Kak Naru?"
"Dia sedang ada urusan lain." Neji berusaha menetralkan ekspresi.
Sejujurnya Sumire ingin lebih lama menghabiskan waktu dengan Naruto. Namun, mau bagaimana lagi bila Naruto tak bisa berlama-lama bersama mereka.
"Segera masuk dan ganti baju."
Sumire hanya terdiam mendengar perintah sang ayah. Usai turun dari mobil, dia mematung cukup lama di pekarangan rumah, menatap ke sebuah rumah yang berada di seberang jalan.
Sumire yakin, pria dewasa yang tadi membuat sang ayah marah adalah pria yang tinggal di sana bersama Naruto. Ya, Sumire benar-benar yakin. Pria itu adalah pria yang sama yang biasa Sumire lihat ada di rumah tersebut bersama Naruto.
Karena kedekatan dengan Naruto baru terjalin beberapa hari ini, Sumire sama sekali tidak tahu tentang siapa Sasuke. Yang dia tahu, Sasuke adalah pria yang tinggal bersama Naruto saja.
Sebenarnya Kak Naru tinggal di mana, ya? Sejak dulu aku selalu melihatnya ada di rumah itu. Tapi, tadi Papa menjemputnya di tempat lain.
Sumire tampak berpikir.
Apa rumah Kak Naru ada dua?
Sebenarnya Sumire tak terlalu peduli tentang berapa jumlah tempat tinggal Naruto. Dia hanya berharap, Naruto pulang ke sebuah rumah yang berada tepat di depan kediamannya agar dia bisa kembali menemuinya.
Dengan larian kecil, Sumire berusaha menyusul langkah sang ayah yang sudah terlebih dahulu tiba di ambang pintu. Namun, keduanya sontak terdiam kala sebuah mobil berwarna merah memasuki pekarangan rumah.
Neji melirik Sumire, ingin tahu bagaimana reaksi sang anak mengetahui kehadiran ibundanya. Dan ternyata, Sumire tampak tidak senang. Gadis kecil itu bahkan mendahului Neji memasuki rumah.
"Sumire, tunggu!" Yugao berseru dan berjalan mendekat. Tapi, Sumire tetap mengabaikan.
Sedangkan Neji hanya memandangnya tanpa ekspresi. Dia tak perlu bertanya ada keperluan apa Yugao tiba-tiba datang. Karena dia sudah tahu alasannya.
"Sayang, tunggu." Suara Yugao terdengar merendah setelah berhasil menyusul langkah sang anak dan meraih salah satu lengannya. "Kau masih marah?"
" .... "
"Maafkan Mama." Yugao menangkup kedua pipi Sumire. "Mama bukan ingkar janji, Mama hanya--"
"Berbohong." Sumire menyela ucapan sang ibu dengan cepat. "Mama selalu berbohong padaku. Mama tidak seperti Papa."
Yugao menggeleng dengan raut sendu. "Tidak, Sayang. Bukan begitu. Mama sungguh sedang banyak pekerjaan. Maafkan Mama." Untuk sesaat Yugao melirik kedua lengan sang anak demi menemukan sebuah jam putih yang dia titipkan kepada Neji.
"Kau tidak memberikannya pada Sumire?" Pandangan Yugao beralih kepada Neji.
"Untuk apa aku menyembunyikannya?" Neji menyahut dengan sarkas.
Yugao kembali menatap sang anak dengan lembut lalu mengusap kedua pergelangan tangannya. "Sumire sudah membuka hadiah dari Mama? Kenapa tidak dipakai?"
Sumire hanya diam. Hatinya sungguh masih kecewa kepada sang ibunda. Sebab, bukan sekali Yugao tak menepati janji.
"Mama tahu, Sumire pasti belum makan siang, kan? Bagaimana jika kita makan bersama?" Yugao menatap dengan penuh harap. "Jika Sumire ingin mengajak Papa dan Nenek juga boleh," lanjutnya lagi setelah melihat Hikari yang baru saja keluar dari kamar dan terdiam di dekat sofa, menatap mereka tanpa berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, Don't Leave Me (20+)
Fanfiction(+20) Cinta yang dikira setia rupanya mendua. Menyimpan banyak dusta yang tak pernah terkira. Lantas, sikap seperti apa yang harus Naruto sambil untuk menghadapi konflik besar dalam kehidupan rumah tangganya bersama Sasuke? Akankah di...