Bab 8 : Salah Paham

538 98 14
                                    

Bab 8 : Salah Paham



Suasana di dalam ruangan itu benar-benar hening. Bahkan lebih hening daripada di saat Mikoto berdebat kecil dengan Fugaku dan Sasuke sebelumnya.

Apa yang telah Mikoto ucapkan kepada Naruto sungguh mengejutkan siapapun yang mendengarnya. Sebab, mereka tak pernah mengira bahwa Mikoto sampai hati tega mengatakan hal seperti itu kepada menantu yang dulu dia puja-puja.

Semua orang tak lagi berbicara. Hanya saja ekspresi mereka tampak berbeda-beda. Ada yang menatap Naruto penuh rasa kasihan. Dan ada yang menatap Mikoto dengan penuh amarah.

Begitu pula Naruto sendiri yang hanya terdiam sembari mencengkeram baju yang melapisi bagian perutnya disertai wajah sedikit menunduk, menghindari taut pandang dengan siapapun.

Itachi mengepalkan tangan. Dia benar-benar kesal pada sang ibu yang selalu saja melontarkan kata-kata menyakitkan kepada Naruto. Itachi berjanji, jika mereka sudah tak berkumpul, dia akan segera mengajak sang ibu untuk berbicara empat mata.

Sementara Fugaku segera menarik Mikoto untuk keluar dari ruangan. "Apa kau sadar ucapanmu tadi sangat melukai Naruto!?" Suara Fugaku memang rendah, namun penuh oleh tekanan.

Dagu Mikoto terangkat angkuh disertai sepasang iris hitam yang balas menatap tajam pada sang suami. "Oh, tentu. Aku sadar. Sangat sadar. Dan tujuanku berkata begitu agar wanita itu sadar bahwa dia sudah gagal menjadi istri yang sempurna untuk putra bungsu kita!"

"Sempurna atau tidak, hanya Sasuke yang boleh menilainya. Dia suaminya. Dia yang hidup bersama wanita itu. Bukan kau, Mikoto!"

"Aku ibunya, Fuga!" Jika sang suami menahan mati-matian intonasi suaranya agar tidak terlalu tinggi dan tidak terdengar oleh orang-orang yang berada di dalam ruang keluarga, maka Mikoto sebaliknya, dia berseru tinggi. Selain karena emosi, tapi karena dia ingin Naruto pun bisa mendengarnya. "Aku berhak mengutarakan penilaianku!"

"Penilaian apa!? Penilaian tentang kekurangan wanita itu menurut kadarmu!?"

"Bukan hanya menurut kadarku! Tapi, Sasuke juga pasti berpikir seperti itu!" Mikoto menepis cengkeraman sang suami pada salah satu lengannya. "Itu kekurangan terbesar dia yang tak akan pernah bisa kuterima!"

Fugaku menatapnya tak percaya. "Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu, Mikoto?" Rahang Fugaku tampak mengeras. "Jika Sasuke saja bisa menerima kekurangannya, mengapa kau tidak?"

Mikoto tak lantas menjawab. Begitu juga dengan Fugaku yang terdiam untuk beberapa saat. Bukan tanpa alasan mereka berlaku demikian, tetapi karena ada seorang wanita yang baru saja keluar dari ruang keluarga, menatap mereka dengan pandangan sendu. Fugaku yakin, wanita itu pasti sudah mendengar semua percakapan mereka, terutama ucapan Mikoto.

Tanpa berkata apapun, Naruto hanya melempar senyuman samar, bahkan nyaris tidak terlihat.

"Kau mau ke kamar?" Fugaku bertanya dengan suara lembut.

Naruto mengangguk pelan. "Permisi, Ayah, Ibu."

Fugaku balas mengangguk. Sedangkan Mikoto hanya menatapnya dengan pandangan dingin. Dan ketika Naruto hendak menaiki tangga, di tempatnya Mikoto segera berseru lantang, mengucapkan hal yang lebih menusuk hati putri tunggal dari Kushina dan Minato itu.

"Fuga, tadi kau bilang: jika Sasuke bisa menerima kekurangannya, mengapa aku tidak?" Mikoto tersenyum puas kala melihat langkah Naruto yang mulai melamban. Dia yakin, menantu yang menurutnya tidak berguna itu pasti tengah mendengar jelas semua ucapannya. "Sasuke belum tentu menerima semua kekurangannya. Kau tahu, bisa saja anak kita hanya terpaksa."

I'm Sorry, Don't Leave Me (20+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang