Bab 12 : Pertikaian dan Amarah
•
•
•"Neji, sampai kapan kau akan terus mengurus Sumire sendiri?"
Tangan Neji yang semula hendak meraih secangkir kopi tiba-tiba saja terhenti di udara. Dia melirik ke samping, pada seseorang yang baru saja melempar pertanyaan penuh makna.
Hikari tersenyum. Menunggu jawaban sang anak.
Neji mendengkus pelan. "Kenapa Ibu tiba-tiba menanyakan hal itu?"
"Karena Ibu ingin punya menantu baru." Hinata menyahut dari ambang pintu kamar, dia baru saja selesai menidurkan Sumire sejak satu jam yang lalu. Putri Neji itu memang agak sulit untuk tidur siang.
Hikari hanya mengulum senyum mendengar penuturan anak keduanya. Dan Hinata balas tersenyum seraya ikut duduk di samping sang ibu, menghadap Neji yang atensinya sudah tidak fokus lagi pada layar laptop di atas pangkuan.
"Hari libur begini seharusnya Kakak menyibukkan diri untuk mencari wanita, bukan malah terus berkutat dengan pekerjaan kantor." Hinata melirik sang ibu. "Benar 'kan, Bu?"
Neji menatap keduanya dengan pandangan heran. "Kalian ini kenapa, sih?" Dia benar-benar tidak paham mengapa kedua wanita berbeda usia di hadapannya ini tiba-tiba membahas hal-hal yang menyinggung status dudanya.
Sebelum berucap lagi, Hikari mendekati Neji, menutup laptopnya kemudian menyentuh salah satu tangannya. "Sayang, Ibu ingin ada seseorang yang bisa mendampingimu dalam keadaan apapun. Yang bisa merawat Sumire juga."
"Aku sanggup mengurus Sumire sendirian." Neji menjawab tegas namun sopan. "Aku tidak butuh orang lain untuk mendampingiku atau ikut merawat anakku." Apa yang Neji katakan seolah-olah memberitahu sang ibu secara tidak langsung bahwa dia sedang enggan membahas atau memikirkan perihal calon istri.
Hikari beringinan seperti itu karena dia kasihan melihat Neji yang sudah sangat lelah bekerja di kantor lalu di rumah pun dibuat lelah dengan mengurus Sumire seorang diri. Meski ada dirinya dan Hinata yang tak jarang membantu, tapi tetap saja sebagai ayah Neji yang lebih sering repot merawat Sumire. Dan Hikari sangat ingin ada seorang wanita yang bisa menjadi pendamping hidup sang anak, menjadi tempat Neji bersandar dikala pria itu merasa lelah dengan semua beban di pundaknya. Selain itu, Hikari juga kasihan pada sang cucu yang begitu kurang kasih sayang serta perhatian dari seorang ibu, karena ibunda biologisnya sangat jarang menemui Sumire apalagi ikut merawatnya. Mantan istri sang anak itu selalu disibukkan dengan suami baru dan karirnya sendiri.
"Nah, yang perlu Ibu lebih perhatikan tentang pendamping hidup adalah Hinata, bukan aku." Neji melirik sang adik yang sontak saja terkesiap mendengar penuturannya. "Usia dia sudah cukup untuk menikah, bukan?"
Hinata menggeleng tegas. "Tidak. Aku 'kan masih kuliah. Aku tidak mau waktu pendidikanku terganggu."
"Benar. Adikmu harus fokus kuliah dulu." Hikari menimpali.
Neji menghela napas. Dia sungguh tidak ingin membahas hal seperti ini. Tapi, mengapa ibunda dan sang adik malah terus membicarakannya?
"Ibu, aku paham maksud dari keinginan Ibu. Tapi, maaf ... untuk sekarang aku sedang tidak ingin membahas hal-hal seperti ini."
Hikari mengangguk paham. "Tidak masalah. Maafkan Ibu juga bila terkesan memaksakan kehendakmu." Dia menatap sang anak dengan lebih lekat. "Ibu hanya khawatir kau masih terpaku pada masa lalumu dengan Yugao."
Kali ini Neji tertawa hambar. Dia tak habis pikir ibundanya mengkhawatirkan hal yang sudah berlalu sejak beberapa tahun silam.
Memang benar, ketika awal bercerai dari Yugao, Neji sempat sangat patah hati karena kehidupan rumah tangga yang dia impikan bisa terjalin harmonis bersama wanita yang dia cintai harus berakhir begitu saja hanya karena pemikiran dan pendapat yang selalu berbeda sehingga berujung pada pertengkaran. Tetapi, setelah beberapa bulan berlalu, perasaan Neji menjadi biasa saja. Terlebih, karena sejak bercerai dia langsung disibukkan dengan mengurus Sumire yang saat itu berusia tiga tahun, sehingga Neji tak memiliki waktu untuk merenungi masa lalu bersama Yugao atau bahkan berlarut-larut dalam kesedihan tak berujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, Don't Leave Me (20+)
Fanfic(+20) Cinta yang dikira setia rupanya mendua. Menyimpan banyak dusta yang tak pernah terkira. Lantas, sikap seperti apa yang harus Naruto sambil untuk menghadapi konflik besar dalam kehidupan rumah tangganya bersama Sasuke? Akankah di...