DIAMBIL DARI KISAH NYATA
IDENTITAS SESEORANG DI RUBAHDengan cepat Anendra memarkiran motornya di halaman rumah Alisya.
Ia memastikan bahwa tubuhnya sudah wangi, ia membawa sebuket bunga mawar putih favorit gadisnya tersebut. Ia tak sabar melihat senyum manis dari gadis yang sangat ia cintai tersebut.Punggung tangannya ia ketukan di pintu. "Cantik, ini Anendra".
Setelah pintu terbuka, terdapat Alisya di baliknya. Tak ada senyuman dari bibir gadis di depannya ini.
"Buat cantiknya Anendra" sperti biasa ia akan membungkukkan badannya ketika sedang memberi sebuket bunga pada gadisnya ini.
Sebuket bunga tersebut sama sekali tak Alisya terima, kenapa dengan gadisnya?
"Aku enggak butuh" ucapan Alisya membuat kedua mata Anendra terkejut, bahkan ini bukan seperti Alisya.
Anendra menegakkan tubuhnya, "Alisya kenapa?, Sakit yah?" Punggung tangan Anendra sengaja dia tempelkan ke kening mulus Alisya, untuk merasakan apakah gadisnya tersebut sedang merasa tidak enak badan.
"Kembaliin rasa kamu ke Ilanda, aku gak butuh kepalsuan kamu, nyatanya aku bukan siapa siapa" bunga dari genggaman Anendra terjatuh saat gadisnya tersebut menyebut nama Ilanda, hatinya terasa hancur. Mengapa ada seseorang lagi yang menyebut masa lalunya tersebut?.
Akui saja, Anendra sudah berhasil melupakan masa lalunya, dan ia tak mengerti kenapa harus mendengar Alisya mengucapkan nama itu lagi.
Hal tersebut membuat Anendra menunduk.
"Lupain aku Dra" entah mengapa Alisya mengucapkan kata yang begitu menyakitkan untuk Anendra.
"Kini aku mencintaimu Sya, jangan fikir aku masih ada rasa buat masa lalu aku" bibir Anendra bergetar, matanya memanas. "Ini semua udah terjadi, jangan suruh aku lupain kamu"
Terlihat Alisya merasa ragu untuk membalas pembicaraan Anendra.
"Kenapa kamu nggak cerita bahwa masa lalu kamu itu pacar kakak aku?" Langkah Alisya memundur, namun Anendra berhasil menarik tangannya dan memeluk erat gadisnya."Aku takut kamu kecewa, aku udah lupain dia Sya, apa kamu tau kenapa aku melupakannya?. Karena ada kamu kini sebagai rumah pulang ku" Anendra menangis di pelukan Alisya.
Gadis itu hanya terdiam, "Gimana aku bisa percaya sama kamu?"
"Apa itu nggak cukup jadi alasan aku buat cinta sama kamu, biarin dia tenang di sana dan biarkan cinta ini mengalir ke kamu Sya" Anendra meregangkan pelukannya, menatap wajah cantik Alisya.
Tangannya mengelus punggung tangan Alisya, lalu mencium nya. "Maaf aku nggak terbuka sama kamu"
Alisya tak menggubris nya dan menarik tangannya, ia berbalik badan dan segera memasuki rumahnya. Ia menutup pintu rumahnya. Anendra menunduk, ia menyesal tak jujur dari awal. Seperti ini saja Alisya sudah marah apalagi jika ia mengetahui penyebab kematian ibu dan kakaknya.
Mawar yang tadinya jatuh dia taruh di depan pintu rumah gadis tersebut. Langkahnya pergi menuju dimana motornya tadi ia parkirkan.
Dari balik tirai kamar atasnya, Alisya menatapi kepergian Anendra. Ia masih kecewa dengan pribadi Anendra yang tertutup dan tak pernah bercerita apapun tentang nya.
Tentang Anendra pembunuh?, Ia masih tak percaya jika tentang itu.
Alisya menatap langit langit kamarnya, lalu pandangan nya beralih pada foto afa, kakaknya. Ia merindukan perhatian, wajah, suara dan apapun tentang kakaknya tersebut.
Ia memeluk bingkai foto tersebut, "Maafin Alisya ya kak, Alisya mencintai musuhmu?"
•••
Setelah memarkirkan motornya, leoo melangkah ke basecamp Arelde wark, laki laki tampan tersebut sekarang sedang mengenakan kaos putih dan jaket hitam yang ia bawa.
"Dra, tumben kesini. Kesambet apaan Lo?" Tetapi Anendra hanya menampilkan ekspresi datar.
"Kok Lo ngatur?" Jawabnya ketus, Anendra seperti tidak bersahabat hari ini entah kenapa.
"Santai lah" kedua tangan Leo meraih pundak sahabat nya ini, tetapi anendra menepisnya.
Sorot mata tajam milik Anendra bertemu tatapan tulus milik Leo.
"Lo kenapa" tanpa basa basi Leo bertanya pada Anendra."Entah, Lo kan penghianat" kalimat yang barusan di lontarkan sahabatnya ini membuat Leo terbelalak, siapa yang Anendra maksud penghianat?
"G-gue?" Jujur saja Leo tak faham apa yang Nendra maksud.
Tangan kanan Anendra meraih ponsel nya dan menunjukkan sebuah foto ke hadapan wajah Leo. Foto Alisya dan Leo yang berpelukan semalam.
"Gue nggak nyangka Lo semunafik itu di belakang gue" senyum Anendra ia miringkan, fikirannya sudah kemana mana. Ia mati Matian menahan emosi, ia mengepalkan tangannya untuk tidak brutal kepada sahabatnya.
Benar saja ternyata semalam adalah anak buah Anendra yang sengaja mengintai Alisya, tak lain adalah Bima.
"Maksud gue cuma mau nenangin Alisya Dra, gue nggak mungkin khianati Lo" tangannya meraih tangan kanan milik Anendra, lalu Anendra menepis kasar tangannya.
"Kalo Lo masih suka sama cewek gue bilang aja bangsat" ucapan Anendra membuat Leo terdiam.
Jujur saja Anendra bukan tipikal seseorang yang mudah percaya walaupun seseorang itu adalah sahabatnya sendiri.
"Keluarin dia dari tempat ini" Anendra membalik badannya, menugaskan yang lainnya untuk mengusir Leo.
Perutnya terasa sakit saat tubuh Leo di dorong oleh laki laki tinggi yang bernama Reza, ia meringis kesakitan. Tak menyangka sakitnya akan kambuh saat ini.
Kepalanya sangatlah pusing sekarang. "Dra, tolongin gue"
Anendra menoleh ke hadapan Leo yang sudah meringkuk kesakitan sembari memegang perutnya kuat kuat.
"Perut gue sakit banget Dra"
Saat dua orang bernama Dhani dan Radja ingin menolong Leo, dengan santainya Anendra mencegatnya.
"Gue nggak ada nyruh kalian gerak buat nolongin dia" dia duduk sambil menompangkan kaki kirinya di atas kaki kanan. Ia mengambil satu batang rokok dan menghidupkannya.
Anendra kembali tak peduli pada sahabat nya tersebut, semuanya hanya melihat derita yang Leo rasakan.
Mereka tak berani melawan perkataan ketua geng yang terkenal dengan kejahatannya ini.
Leo berdiri dan menatap pahatan wajah Anendra, "Gue nggak ada niatan aneh aneh Dra. Gue gak akan hadir lagi di kehidupan kalian berdua kalo gitu"
Senyum tipis Leo ia lemparkan kepada sahabat yang sudah ia anggap kakaknya itu. Ia bergegas pergi dengan memegangi perutnya yang terasa nyeri.
Ia menaiki motornya dan segera berniat untuk pulang ke rumahnya. Perutnya yang semakin nyeri membuat ia tak fokus untuk menyetir, keseimbangan nya hilang.
Ia jatuh dan terseret di jalan, kepalanya terasa pening. Kesadarannya hilang saat tubuhnya mulai melambat di jalan.
Batin dan fisiknya juga perlu istirahat. Tanpa sadar ia sudah memejamkan matanya.
"Kadang dunia terlalu kejam untuk kaum yang lemah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Crime
Teen FictionJangan pernah mencintai seorang pembunuh Alisya terlanjur jatuh cinta pada lelaki bernama Anendra, lelaki yang tak ia sadari adalah seorang psikopat. Lelaki yang berawal ingin menghancurkan hidupnya itu malah terbawa suasana dan harus berakhir salin...