PART 44

93 24 4
                                    

Mau bilang apa di part sebelumnya?

Terima gak kalo balasan buat Anendra kematian?

Author sih setuju!

Jangan lupa vote ya sayang
Love youuu💗🙏

Kedua lelaki yang datang di waktu
yang salah itu telah pergi di tempat terakhirnya. Hanya ada kenangan yang bisa di kenang dari keduanya. Anendra yang merupakan seorang pembunuh telah menepati ucapan milik Alisya yang ingin dirinya mati dan pergi dari hadapannya. Lelaki yang mulanya mencintai masa lalunya dengan begitu fanatik itu telah menyembuhkan rasanya untuk gadis yang telah lama mencintainya.

Mawar putih yang sudah layu itu tersusun rapi di meja milik Alisya menjadi, sesekali gadis itu selalu membeli bunga kesukaannya itu.

Sedangkan Leo telah pergi dengan kenangan nya yang begitu manis, Fathia masih setia termenung dengan kesedihan nya walau sudah pulang dari rumah sakit jiwa satu tahun lalu, Lefri tipikal lelaki setia yang masih menemaninya sampai kapanpun. Leo merupakan lelaki baik yang mungkin tak bisa di katakan kebaikannya dengan kalimat bagaimanapun.

Gadis itu tersenyum di depan kaca toko lukis milik Nadira, semenjak kematian Leo dan Anendra 3 tahun lalu, Nadira telah menjadi pelukis terkenal di Jakarta. Langkah kaki kecil milik Alisya memasuki toko sahabat ini.

"Hei, tumben pagi udah dateng" nadira tersenyum simpul pada Alisya yang sudah rapi dengan busana yang sederhana namun anggun ini.

Alisya memeluk novel yang sudah berhasil ia bukukan kemarin, ia menunjukkan buku tersebut pada Nadira dengan senyumnya yang merekah di sana. "Aku berhasil"

Hari ini Alisya berhasil mewujudkan mimpinya untuk menjadi pembuat novel terbaik.

"Congrats ya sya, gue gak nyangka nyatanya lo sebisa ituuuu"

Mereka saling berpelukan dan menguatkan, lalu bocah usia 3 tahun ikut memeluk mereka dengan pelan. "Mama... "

Alisya menggendong anak tersebut dengan pelan, anak itu trus terusan memegangi pipi milik gadis itu dan sesekali menciumnya. "Ante al"

"Wulan sudah makan? " dengan hangat pertanyaan Alisya masuk telinga gadis kecil itu. Anak itu menggeleng, "belum ante"

"Makan yok, sarapan bareng mama juga" anak Kecil itu mengangguk kencang, "Mauuu"

"Kita makan dulu ra, udah jam 8 juga jadwal Wulan sarapan" Alisya melangkah menuju pintu dan setia menggendong gadis kecil ini. Nadira yang mulanya mengikuti Alisya hingga di depan tokonya, namun langkahnya terhenti saat melihat keberadaan Gilang yang berhasil merebut Wulan dari gendongan Alisya.

"Om mau ikut lalan maem juga? "

Lelaki ini selalu datang setiap hari, lelaki yang bernotabe sebagai paman sekaligus ayah Wulan ini membuat Nadira sedikit risih.

"Om beliin ini buat Wulan" lelaki yang mempunyai luka sayatan di dekat mata itu memberikan sebungkus boneka beruang kecil yang dengan mudah Wulan peluk.

Nadira yang melihat itu segera menarik dan menggendong anak nya tanpa izin.

"Ngapain kesini?" Tanpa basa basi Nadira menatap sinis lelaki ini dengan sorotan yang ia buat setajam mungkin.

Gilang tersenyum pelan. Membuat Nadira terlihat jengah.

"Gue udah maafin Lo dan Lo gak perlu kesini lagi" Nadira menarik tangan Alisya dan berjalan dengan masih menggendong Wulan.

"Gimana Abang harus buat lagi biar kamu mau ikhlas maafin Abang?"

Ucapan itu membuat Nadira kembali menatap nya kembali, "Bahkan Lo mati itu lebih baik"

Lelaki itu menunduk merasa bersalah kembali atas sikap keji yang ia lakukan tanpa kesadarannya dulu.

Mereka bertiga berhasil pergi dan meninggalkan Gilang tanpa izin.

Langkahnya menuju toko kue mewah milik alm. Leo di sana, "Lalan lapel"

Gadis kecil itu terus merengek di pelukan Nadira, Alisya sesekali tertawa dengan kelakuan anak Nadira tersebut. Di sudut toko tersebut terdapat Lintang yang sudah melambai tangan kepada mereka. Alisya tersenyum saat mengetahui jika sepupunya itu telah setia menunggu mereka di sana.

"Hai, kamu cantik"

Pujian Lintang yang tertuju pada Nadira telah lama ia ucapkan beberapa bulan ini. Nyatanya lelaki itu telah di buat jatuh cinta pada wanita beranak satu ini. Alisya yang melihat perubahan raut wajah lintang yang malu malu sontak tertawa.

"Lucu, nikah aja deh kalian"

Hal itu membuat Nadira menampilkan raut wajah datar dan tak suka. Ia hanya berekspresi biasa saja dan memasuki cafe bersama Wulan.

Sesampainya di sana mereka bertiga duduk bersama sedangkan Wulan bermain di tempat main yang berada di cafe itu, sesekali Nadira mengamati anaknya ini.

"Enak enggak?" Lintang menanyai Alisya yang dengan lahap memakan Kue kering pesanannya. Gadis itu mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

"Kenapa Nadira enggak pesan?" Ucapan itu membuat Nadira terdiam, sehabis itu mengangguk.

Jujur saja gadis itu teringat masa masa saat Leo mengajaknya ke tempat ini walau dulu toko ini tak semewah sekarang. Ia menunduk pelan.

"Habis ini ke makam Leo sama Anendra sya"

Alisya yang tadinya sibuk melahap kue karena lapar terhenti, lalu mengangguk sembari menatap Nadira. Walau sekarang dia merupakan gadis yang ceria tetapi tak bisa di pungkiri ia sangat merindukan sosok Anendra yang ia kenal. Selalu merindukan tawanya dan semuanya dari dia.

"Gue kangen Leo" ucapan rendah dari Nadira membuat Alisya mengedarkan pandangannya berusaha tak menangis kembali, ia sudah lelah setiap malam selalu menangis, hanya beralasan rindu pada lelakinya yang tak kunjung kembali dan memilih menetap di dunia yang berbeda.

Di luar sudah menetes air hujan deras. Menambah kerinduan kedua wanita ini pada lelakinya. Dunia tak membiarkan mereka bahagia bersamanya, Alisya memejamkan matanya, ia benci kondisi sekarang. Kondisi yang selalu memaksanya untuk baik baik saja, sesekali ia membayangkan jika dirinya tak mengenal Anendra ataupun mati bersamanya. Mana yang lebih baik?

Mimpinya hanya sederhana, menikah dengan lelaki pujaan hatinya yaitu Anendra. Tetapi mimpi itu lenyap dan tak dapat lagi di pergunakan di hidupnya, kapan ia bertemu lagi dengan nya?. Apakah takdir sejahat ini?.

"Apa yang mau kamu miliki sekarang Nadira?"

Di sela keheningan akhirnya lintang berusaha memecahkan suasana canggung tersebut dengan pertanyaan yang selalu ia ulang setiap hari pada wanita berkucir kuda ini.

"Bahagia dan Leo"

"Izinin aku bahagiain kamu" lelaki itu tiba tiba mengucapkan hal yang tak pernah ia ucapkan selama ini.

"Izinin aku jadi penjaga setiap harimu dan menjadi panutan bagi anakmu Ra"

Mungkin Nadira beruntung kali ini di cintai oleh lelaki sebaik Lintang, tetapi hatinya menolak keras sebagaimana baiknya lelaki manapun. Ia tak akan merubah pandangannya jika Leo lah yang terbaik bagi semua yang ia punya.

"Tolong jangan pernah cintain aku, itu cuman bikin kamu sakit karena aku nggak akan sekalipun alihin cinta aku buat lelaki yang udah berada tenang di sana"

Nadira berdiri dan menggenggam tangan kanan Alisya,lalu mengajaknya menemui Wulan yang sedang bermain. Wanita itu sedikit agresif saat di tanyai hal ini. Ia tak ingin mengalihkan cintanya. Cukup Leo saja yang sudah berada di tahta tinggi hatinya.

"Kamu adalah lelaki dengan cinta terindah yang membuat aku berhasil mencintaimu sedalam ini"

Trapped in CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang