Curcol

56 7 1
                                    

Jujur terhadap perasaan sendiri itu kadang membingungkan, kita sebagai manusia yang bisa merasakan apapun dalam hati terkadang tidak mudah mencerna apa yang diinginkan oleh hati. Begitu juga dengan otak kita perintahkan, Winda sudah lama menyelesaikan pekerjaan nya tapi dia belum beranjak dari kursi. Fokusnya cuma pada ponsel yang sejak tadi berdenting karena notifikasi pesan dari Aran, bajingan itu ternyata sudah menunggu di parkiran luar. Winda masih enggan menemuinya, Aran belum ingin mengembalikan mobilnya dan ia pun tidak ingin memusingkan hal tersebut karena terus terang Winda bukan orang susah.

Dia masih punya dua mobil lagi dirumah yang biasa dia gunakan untuk bekerja, masalahnya sekarang ia tak mungkin meminta supir menjemput karena sudah pukul sepuluh malam. Ya, tadi niatnya Winda tidak mau lembur berhubung pekerjaan nya tidak terlalu banyak namun sayang ia harus kembali duduk dikursi karena Rani membawa berkas baru untuk diedit ulang.

"Ngapain lo masih disitu? Buruan kalo mau balik bareng, banyak setan disini. Kesambet baru tau lo, cepetan!" Seru Arifin kepada gadis yang selalu merecokinya, kebetulan mereka lembur berdua jadi Arifin tidak mungkin meninggalkan nya sendirian. Apalagi dia tahu gadis itu tidak membawa kendaraan, Arifin membantunya membawakan tas. Dia tidak canggung sama sekali melakukan hal kecil itu, yang mana Winda juga berterima kasih karena kepekaan Arifin.

"Di bawah ada Aran, gue ngga mau dijemput dia. Anterin pulang ya, Fin?" Minta Winda memasang mimik lelah, banyak alasan kenapa dia terlihat begitu salah satu nya ya Aran. Arifin yang menekan tombol angka pada lift menoleh sebentar kesamping untuk memastikan Winda baik-baik saja, menelisik wajah itu sembari bertanya pada diri sendiri. Kenapa orang mau repot-repot galau padahal mereka punya pilihan untuk merasa senang?

"Emang kenapa? Tumben lo nolak dijemput ayang babi, biasanya juga heboh banget. Lo aneh, itu mobil punya lo tapi Aran yang berkuasa. Sebenarnya seberapa kaya keluarga lo sampe sumbangan bukan pakek sembako tapi mobil, gue jadi mau disantunin sama lo juga, Win".

Arifin bersandar pada dinding lift, ia menyampirkan tas mahal Winda dibahunya tak merasa bahwa itu tindakan yang bisa memantik suatu perasaan aneh dalam diri gadis didepan nya. Katakanlah Arifin itu menyebalkan, apapun yang keluar dari mulutnya selalu memancing emosi Winda tapi ada kalanya tindakan nya mampu menarik perhatian nya untuk terus memerhatikannya. Seperti saat ini, Winda suka melihat gaya Arifin yang santai memakai tasnya dibahu kanan sedangkan miliknya sendiri dipegang tangan kiri.

"Berisik lo, ndut. Gue lagi males bahas dia, karena lo udah nanya sekarang gue numpang curhat aja. Aran ketemu betina lain pakek mobil gue, mana lipstiknya ketinggalan lagi. Jijik gue sama tu laki, tapi gue masih belum mau putus. Lo ngga tau kalo dapetin model kaya Aran itu susah, dia ngga berguna sama sekali tapi penampilan dia oke, Fin, makanya gue pertahanin. Aslinya sih capek banget, mau gimana lagi? Gue ngga mau dikatain jomblo sama temen-temen yang lain, tau sendiri kan lo gimana lingkup pertemanan gue diluar kantor. Toxic parah, banyak fake dan merugikan", Winda mengungkapkan keluh kesahnya tanpa melepaskan pandangan matanya pada Arifin. Ada perasaan lega karena bisa mengatakan itu secara gamblang meski masih ada sesak yang menghimpit dadanya.

Arifin mengangguk paham, ia jelas memahami keadaan perempuan ini. Winda yang baru pertama kali datang ke perusahaan ini dengan gaya congkak nya membuat Arifin muak, tapi seiring waktu berjalan ia berubah lebih rendah hati. Apalagi setelah ia akrab dengan Susi, Rani. Dua gadis istimewa lainnya dalam hidup Arifin, berteman dengan mereka sungguh memberikan warna indah dalam hidup Arifin.

Rani yang lemot sekali, satu-satunya masalah yang cepat dia tanggapi ketika itu menyangkut nama Rega.

Sedangkan Susi, sebenarnya dia tidak berbeda jauh dari Arifin yang sering korslet tapi tak separah dirinya. Susi itu menyenangkan, keluarganya cemara, membuat Arifin betah main kesana ketika libur kerja. Setiap main kesana ia selalu mengirimkan foto ke kontak Ari agar pria itu uring-uringan, kisah cinta orang ribet sekali dan Arifin mulai meragukan bagaimana ceritanya sendiri.

Taste Me, Sir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang