bar-bar Vs penakut

61 7 4
                                        

Berulang kali kita selalu bertemu dengan suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam satu waktu saja, sedikit merepotkan dan menguras emosi, menjadi beban pikiran serta mengganggu ketenangan.

Begitulah perasaan yang kini dirasakan oleh Winda, lebih tepatnya dia masih sering dihantui oleh sosok menyebalkan dan tidak tahu malu seperti Aran.

Belum juga selesai menyelami berbagai perasaan dalam dirinya tentang Arifin, kini ia masih belum bisa melarikan diri dari lelaki yang berstatus mantan kekasihnya. Aran menunggunya di pelataran perusahaan, penampilan nya terlihat rapi dan modis, seperti biasa tatapan mata meremehkan itu selalu tertuju kepada Winda.

"Ngapain kesini?" Winda bertanya tanpa basa-basi, tidak kalah menunjukkan emosi yang tercetak jelas di raut mukanya membuat Aran kembali tersenyum merendahkan, seolah Winda hanya seonggok daging berbau menyengat yang perlu disingkirkan.

"Gue mau minta duit, kalo emang lo mau putus sama gue, kasih uang setiap minggu untuk gue biar ngga ada masalah lain yang muncul", mintanya tanpa rasa malu. Berdiri dengan angkuh, memberikan tatapan menjijikkan sekaligus mengancam pada Winda.

Gadis itu hanya menghela nafasnya berat, sangat berat sekali menghadapi manusia seperti Aran. Tidak tahu malu, brengsek saja tidak cukup untuk menjelaskan betapa bajingan nya lelaki dihadapan nya itu.

"Dimana?" Winda membalas sorot mata mengesalkan yang diberikan Aran, tidak terpengaruh dan ia benar-benar menunjukkan perasaan muak. Ingin muntah!

"Biasa, di rekening gue. Lo masih nyimpen kan nomor nya?" Jawab Aran santai, tersenyum menambah hasrat dalam diri Winda untuk bisa mencakarnya.

"DIMANA OTAK LO, ANJING!" Pekik Winda menyemburkan emosinya dengan umpatan-umpatan lain, tangan nya sudah gatal ingin menampar muka Aran namun entah kenapa badan nya tertarik ke belakang dan sebuah tangan melingkari perutnya.

Winda memberontak, memukuli tangan yang menjauhkan nya dari Aran, pemuda itu tampak syok karena jika bukan oleh orang dibelakang Winda, tentu saja aset berharganya, wajah Aran sudah pasti menjadi korban cakaran kuku panjang gadis itu.

"Sialan! Lo mau ngapain, bangsat!" Balas Aran tak kalah emosi, dia tidak menyangka Winda akan berani bertindak demikian karena selama mereka berpacaran gadis itu bahkan tidak berani menunjukkan kemarahan nya selain kalimat-kalimat menyindir yang dikeluarkan nya.

"Sini lo brengsek! Dasar laki ngga punya otak, ngga punya malu lo berani muncul didepan gue hah?! Miskin ngga usah belagu deh, norak!"

Winda masih berusaha melepaskan diri dari lilitan tangan yang merengkuhnya, kaki nya tidak lagi menapak ditanah karena orang dibelakang nya benar-benar menahan Winda agar jangan menerjang Aran dan membuat heboh semua orang yang menyaksikan adegan sinetron ini.

"Siapa sih yang nahan gue, lepasin ngga! Tolol, lepasin gue!" Jerit Winda untuk sekian kali, dan ketika ia merasa tubuhnya semakin menjauh dari Aran, ia pun berhenti memberontak. Seluruh mata yang melihat ke arahnya menatap prihatin sekaligus geli karena tingkah Winda yang bar-bar, namun sekuat apapun tenaga Winda tidak akan bisa menandingi orang yang memeluknya dan mengangkatnya cuma dengan satu tangan.

Winda sadar kalau mereka kembali masuk ke lobi, pantulan pintu kaca bergeser itu menunjukkan siapa orang sosok yang mengangkatnya.

"Arifin! Turunin gue!" Katanya dengan nada perintah, sayang sekali lelaki itu tidak menghiraukan permintaan nya kali ini sampai mereka masuk ke dalam lift dan naik ke atas lagi. Padahal jam kerja sudah selesai, dan Winda hendak pulang tadi, hingga keributan terjadi karena kehadiran Aran.

"Berisik lo, jablay!"

Akhirnya, setelah mereka berada dalam kotak besi yang sedang berjalan naik itu Arifin menurunkan Winda.

Taste Me, Sir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang