Kalau ada didunia ini manusia super sinting, itu pasti bukan Susi, Rani atau Ari. Pilihan nya cuma dua, kalo bukan Arifin ya Winda. Mereka berdua saja sudah menjelaskan bahwa didunia ini, disudut mana pun kamu tinggal akan selalu ada manusia jenis seperti mereka berdua, mesum tidak tertolong seperti Arifin dan super menyebalkan, manja serta cerewet seperti Winda.
Keduanya bila digabungkan maka yang terjadi adalah perpecahan kongsi yang membuat dua kubu, pasalnya setelah pulang dari membeli pembalut Arifin ditelpon tanpa henti oleh Ari, pria itu memerintah seperti biasa dengan suara datarnya agar Arifin segera membawa laporan perkembangan proyek mereka karena itu adalah tugasnya.
Belum juga sempat Arifin mendudukkan pantatnya ke kursi, matanya melihat dengan jelas kalau pekerjaan nya yang setengah hari ini dikerjakan sudah terhapus sebagian. Arifin sudah menduga hal ini akan terjadi, maka dari itu dia telah menyimpan nya dalam folder cadangan. Winda itu spesies aneh, gila dan mengerikan jadi apapun bisa terjadi kepadanya. Arifin cuma meminimalisir hasrat ingin membunuh gadis itu saja ketika ia bertingkah atau pun berbuat nekad seperti sekarang, Ari jelas tak akan peduli pada alasan nya karena lelaki itu cuma mau pekerjaan mereka selesai tepat waktu.
Sedangkan Arifin, sudah kebal disembur bosnya. Jauh sebelum semua orang disini bekerja dibawah tekanan bos yang super duper dingin, Arifin telah banyak makan asam garam menemani perusahaan ini jatuh bangun sampai menjadi sebesar sekarang. Peran nya disini memang cukup besar, selain karena dia ingin membebaskan diri dari tekanan ibunya yang tidak berhenti memaksanya menjadi Dokter, Arifin juga ingin bebas melakukan apapun yang dia inginkan.
Keluarga nya masih memiliki ikatan persaudaraan dekat dengan Ari, mereka sepupu. Hanya saja ibunya lebih sombong dari ibu Ari, hubungan mereka kurang baik dan sudah lama tidak bertegur sapa entah karena apa. Padahal ibunya bukan orang susah, kalau dibandingkan tentu mereka setara. Arifin yang suka kebebasan, hobi bermain game online, mengoleksi film-film biru tidak akan bisa menjadi Dokter yang mana profesi itu sangat suci dan bermartabat. Dirinya merasa tidak sanggup, cukup kedua orangtua nya saja yang bekerja dibidang itu. Tak harus dirinya mengikuti jejak mereka, apalagi setelah perceraian kedua orangtua nya Arifin benar-benar hengkang dari rumah mewah ibunya.
Bukan dia tidak menyayangi wanita yang telah melahirkan nya tapi ya, mau bagaimana. Kadang orangtua tidak pernah mau mendengar keinginan anak, Arifin merasa iri dengan tante nya yang selalu mendukung keputusan Ari.
Pria itu mengeprint pekerjaan nya untuk diberikan kepada Ari, ia sudah merapikan kertas-kertas tersebut dalam sebuah map hijau. Ia tidak melihat keberadaan gadis yang telah memintanya membeli pembalut tadi, bukan urusan nya juga untuk mencari yang penting ia sudah memenuhi permintaan Winda. Arifin berjalan menuju ruangan bosnya, melihat meja Susi yang kosong menandakan wanita itu juga belum kembali dari makan siangnya. Sedangkan Rani, perempuan bermata sipit itu sedang sibuk membuka laman instagram sepupu brengseknya satu lagi.
Entah mengapa dia tidak rela Rani mencintai Rega sedalam itu, bukan cemburu atau apa. Hanya saja, sahabatnya lebih layak mendapatkan pria baik. Rega baik, cuma bajingan itu kadang plin-plan dan menyusahkan semua orang menyelesaikan masalahnya. Biarpun begitu Arifin menyayanginya, dia tak punya saudara selain mereka.
Mereka bertiga sama-sama anak tunggal, entahlah kenapa bisa kebetulan seperti itu. Seolah memang sudah tergaris begini, Arifin menghirup oksigen sebanyak mungkin sebelum memutar knop pintu ruangan bosnya.
Tak butuh waktu lama untuk mereka membahas pekerjaan sampai tuntas, Ari yang telaten mendengar setiap penjelasan Arifin melingkari apa saja yang menjadi poin untuk dikembangkan dalam rencana beberapa waktu ke depan nya. Setelah dirasa cukup, Arifin bertanya kepada atasan nya tersebut tentang tambahan apa yang bisa mereka masukkan sebagai rencana cadangan bila nanti tidak berjalan sesuai keinginan. Ari mengatakan apa yang ada dalam benaknya, Arifin pun menuliskan itu pada memo kecil yang sengaja ia bawa.