#15 : Bukti

2.7K 223 6
                                    

◃───────────▹


Entah keberapa kalinya, di hari yang sama Rayan menghentikan motor besarnya dengan helaan nafas. Usai merenung sejenak, Rayan melepas helmnya dan menarik nafas banyak. Menetralkan mimik wajahnya seperti biasa.

Seberat apapun masalahnya, jangan terlihat lemah di hadapan orang lain Rayan Syaputra. Sekelibat ucapan bundanya teringat.

Jika di tanya diantara kedua orangtuanya, lebih dekat dengan siapa, Rayan menjawab Ayah.

Dan Jika orang lain mempercayai anak laki-laki akan lebih dekat dengan sang Ibu, Rayan juga percaya. Tapi itu sepertinya tidak berlaku baginya.

Dari dulu Rayan hanya dekat dengan ayah, walaupun ayahnya memiliki sifat dingin tetapi jika di bandingkan dengan bunda, ayah lebih banyak memberikan perhatian kepadanya. Berbeda dengan Raynal, yang justru lebih dekat dengan bunda daripada ayah.

Jadi perhatian atau perkataan apapun yang di katakan bunda, selalu Rayan ingat karena interaksi dengan bunda tidak sebanyak dengan ayah.

Meski begitu, Rayan dulu sangat ingin dekat dengan bunda seperti kakaknya. Perhatian yang diberikan ayah saja tidak cukup, Rayan tau itu juga berlaku untuk kakaknya. Terkadang Rayan berpikir, mungkin itu yang membuatnya dengan Raynal tidak lagi seperti dulu setelah Rayan berusia lima belas tahun.

Tapi, Ayah tidak pernah tahu jika ia dan kakaknya tidak lagi sedekat dulu saat mereka masih satu rumah. Rayan rasa ayahnya juga tidak perlu tahu soal ini.

Berjalan dengan pikiran yang berkelana membuat Rayan tidak menyadari jika dirinya sudah sampai di depan pintu apartemen Bayu. Tanpa repot mengetuk pintu, Rayan memutar knop dan masuk ke dalam.

"Lama banget lo," sahut Ciko yang terlihat tengah menikmati kuaci.

"Bacot." Rayan melempar bokongnya di sofa panjang.

"Muka lo kusut banget Bang, udah kayak keset welcome di rumah gue," cetus Andre yang sedang bermain ponsel.

"Berisik lo Ansel."

"Marah-marah mulu lo, cepet tua nanti." Fildan yang bermain PS itu menyahuti.

"Udah muka lo boros, kalo makin tua nanti gak ada yang mau," kata Ciko.

"Gak apa-apa si Bang, nanti Teh Kayla sama gue."

"Anjing ini kenapa gue di pojokin gini sih?" kesal Rayan.

Ketiga temannya itu tertawa. "Tadi muka lo datar amat sumpah, enek gue liatnya," balas Ciko.

"Udah ah, besok-besok kalo Bang Rayan normal lagi bisa di penggal kepala gue."

"Cupu lo Andre!" seru Fildan.

"Ini gue kesini cuman buat nonton terus dengerin ocehan kalian, serius?" tanya Rayan tanpa emosi.

Ciko menarik nafas. "Tungguin bentar elah, si Bayu sama si Bara lagi keluar."

Dahu Rayan mengerut. "Ngapain?"

"Beli minum."

Rayan menggelengkan kepalanya. "Mau bahas apa sih? Ini gue kudu ke rumah bokap. Belum lagi ke rumah bunda."

Nasib orang kaya yang rumahnya dimana-mana, Andre membatin antara tidak habis pikir dan kasihan.

"Mau ngapain?" tanya Fildan.

Bucin Berandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang