#20 : Skors

2.6K 173 5
                                    

◃───────────▹


Usai mengantar Kayla ke rumahnya, Rayan menepati janjinya untuk singgah ke rumah ayahnya sesuai permintaan Tante Isa —ibu tirinya. Rayan masuk setelah mengucap salam dan langsung di sambut oleh Tante Isa.

"Ya ampun si ganteng makin tinggi aja. Atau ini Tante yang jadi pendek?"

Rayan menyungging senyumnya. "Tante nya gak pake high hels kali."

"Mungkin iya ya. Oh iya, kamu apa kabar? Tante minta maaf kemarin gak bisa bantu kamu," ucap Tante Isa.

"Gak papa Tante. Rayan sehat, Tante juga sehat?"

Tante Isa mengangguk. "Sehat selalu kalo Tante. Udah makan belum?"

"Tadi sore aja sih."

"Kebetulan banget. Tante udah masak, selagi nunggu ayah kamu pulang, Tante siapin dulu buat makan malam ya. Pokoknya kamu jangan nolak, Tante udah siapin gurame asam pedas buat kamu."

Tak berniat menolak, karena Rayan juga rindu masakan Tante Isa. Alhasil ia ikut mengekor dan membantu menyiapkan makanan.

Hati Rayan menghangat kala banyak mengobrol dengan Tante Isa. Wanita yang masih terlihat muda, karena usianya terpaut delapan tahun dengan sang ayah. Entah bagaimana ceritanya, Tante Isa mau menikahi duda anak dua seperti ayahnya.

Tak lama setelah makanan tersaji, pria dengan setelan jas mendekat ke arah meja makan. Tante Isa menghampiri dan mengambil alih tas yang di genggam Ayah Rafa lalu menyaliminya.

Sedangkan Rayan diam menonton dari tempat duduknya, memperhatikan Ayahnya yang mengusap puncak kepala Tante Isa setelah mengecup keningnya sekilas. Raut wajah lelah ayah tetap tersenyum hangat membalas Tante Isa.

"Rayan, ada apa kamu ke sini?"

"Hush Mas, sama anaknya kok nanya gitu? Aku mau nyuruh Rayan nginep di sini sekalian makan malam," sela Tante Isa.

Rayan membelalak. "Nggak kok—"

"Kamu 'kan katanya dapat hukuman skors? Jadi besok libur 'kan? Nah, makanya Tante udah bersihin kamar kamu, buat malam ini kamu nginap di sini. Mau ya?"

Ayah melirik putranya bungsunya. "Turutin aja permintaan Isa Ray, kamu tahu 'kan? Dia itu pintar bicara, pasti kamu juga kebujuk."

Rayan membenarkan. "Iya deh mau, Rayan mau ngabarin dulu Abang."

"Bukannya dia gak peduli sama kamu?" sarkas Ayahnya seraya membalikkan tubuhnya ke arah kamar.

Tante Isa berdeham. "Jangan dengerin Ayah kamu. Kabarin aja abang Rayn nya, biar gak nyariin."

"Iya Tante."

Makan malam pun berlangsung setelah sepuluh menit menunggu Ayah. Masih hafal dengan kebiasaan sang ayah yang menyukai makan tanpa obrolan, selama makan Rayan tak membuka suara, begitupula dengan Tante Isa.

"Kapan rencana kamu pindah ke apartemen?"

Rayan menggeleng, mengusap tisu pada mulutnya. Sekarang mereka sudah selesai makan. "Belum tahu, nunggu waktu pas aja."

Bucin Berandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang