3

181 16 2
                                    


Tahun berlalu, mau tak mau manusia akan beranjak seiring berjalannya waktu. Melakukan mobilitas sebagai salah satu ciri hidup dan kehidupan itu sendiri. Memahami dan mencoba mengerti eksistensi suatu hal yang baru.

Keluarga kecil Ayah pun telah bertumbuh. Setelah berbagai waktu sulit dilewati mereka dengan penuh ketabahan dan keikhlasan, mereka berhasil melalui semuanya dengan tetap berpegang teguh pada keesaan Tuhan.

Ayah menggiatkan ibadahnya, memperkokoh jalinan kasihnya dengan Sang Kuasa supaya dikuatkan dan diberi ketabahan. Sebagai gantinya, Ayah memiliki tempat bersandar yang tak akan pernah berpaling atau menghilang. 

Pun Ayah mengajarkan kedua anaknya untuk mengenal Sang Pencipta, hingga akhirnya keduanya menjadi anak-anak yang tekun dan rajin beribadah pula. Bersaudara itu menyadari eksistensi mereka di dunia hanya sementara, menyadari bahwa sepenuhnya mereka adalah milik Tuhan, dan kelak hanya akan kembali kepada Tuhan.

Sulung telah berusia 13 tahun, menginjak masa-masa awal remaja di saat ia sendiri berada di kelas 2 sebuah SMP Negeri. Sedangkan si bungsu masih berusia 8 tahun dan menjadi siswa kelas 2 SD.

Nyatanya, kondisi yang Cleo alami tidak meruntuhkan semangatnya untuk terus belajar dan belajar. Lio dengan senang hati mengajari sang adik untuk lebih memahami materi. Cleo tidak akan pernah merasakan lelah ketika dirinya memegang buku ataupun alat tulis. Nilai-nilainya selalu meraih skor sempurna dan menjadi juara kelas selama 4 semester berturut-turut.

Jika Cleo lebih menyukai akademik, lain dengan sang kakak yang lebih memilih  kesenian dan olahraga. Lio telah banyak memenangkan lomba di kedua bidang itu. Namun, meski Lio tidak tertarik dengan materi akademik, ia tidak dengan senang hati menghancurkan nilainya. Ia tetap berusaha menempatkan namanya di rangking sepuluh besar paralel di setiap semesternya.

Ayah tidak pernah menuntut kedua jagoannya itu untuk meraih nilai tinggi sebenarnya. Asal tidak tolol saja, Ayah sudah puas. Maafkan bahasa Ayah yang tidak sopan ini, merupakan kebiasaan jelek Ayah semasa masih remaja dahulu.

Daripada nilai, Ayah lebih mengutamakan manfaat dan keberkahan dari ilmu yang didapatkan anak-anak nya. Ayah selalu berusaha mengetes pengetahuan kedua anaknya dengan tindakan nyata di kehidupan mereka.

Seperti hari ini contohnya.

"Bang! Dek! Sini gih cepet!"

Mendengar panggilan Sang Ayah, kedua bersaudara itu berlari secepat mungkin dari kamar untuk mencapai keberadaan Ayah mereka.

Ayah tersenyum lebar mendapati kedua anaknya ada di depan mata dengan napas tidak teratur. Tangan Ayah terulur untuk mengusak pelan rambut keduanya.

"Lain kali nggak usah lari-lari. Nggak ada yang ngejar juga." Ujar Ayah.

"Dih, orang Ayah yang nyuruh kita cepet." Balas si sulung sinis.

Ayah terdiam. Menyadari salah, namun tak ingin mengaku. "Balas aja kamu, tuh."

"Ayah kenapa manggil?" Tanya Cleo cepat, tak ingin mendengar debat tak berkesudahan antara Ayah dan Abangnya.

"Ke pasar, yuk! Stok di kulkas udah mau habis." Ajak Ayah kembali ke tujuan awal memanggil kedua buntutnya.

Lio dan Cleo saling bertatapan, lalu mengangguk bersamaan menyetujui ajakan Ayah. "Okee, Ayah. Ayo berangkat!"

Mendengar ajakannya mendapatkan tanggapan positif, Ayah mengembangkan senyumnya.

Saat ini satu keluarga kecil itu telah berada di dalam pasar. Memandang sekeliling, tampak pasar ramai dengan segala aktivitas manusia dengan kesibukan mereka masing-masing.

KenopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang