Lio mengunci pintu kamarnya. Melangkah lunglai menuju meja belajar dan meletakkan tas punggung yang sedari tadi menempel di pundaknya.
Kakinya beralih menuju ranjang. Merebahkan tubuh lelahnya disana dengan keras sehingga bunyi bum terdengar.
Ia pulang malam lagi hari ini. Mengikuti organisasi yang terkenal dengan title babu sekolah memang harus siap untuk pulang dalam keadaan 180 derajat berbeda dari keberangkatan.
Seperti anak-anak kebanyakan. Sedikit Lio menyesal mengikuti organisasi si paling sibuk satu sekolah itu.
Dalam baringnya, Lio berhasil mengingat pekerjaan rumah yang menumpuk akibat menjadi panitia HUT sekolah. Lio frustasi. Meskipun ia yakin banyak teman-teman satu organisasinya yang merasakan hal sama, namun di sini Lio tetap akan menghadapinya sendirian.
Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat Kota yang diikutinya juga tinggal satu bulan lagi. Lio terdaftar sebagai peserta bidang IPS. Setelah mengikuti latihan dan seleksi ketat dari sekolahnya, akhirnya ia sampai di titik ini. Ya walaupun kepalanya pusing tidak karuan dan overthinking sering menyerang malam-malamnya yang berakhir Lio insomnia mendadak, Lio tidak menyesal. Semua itu adalah keputusannya, pilihannya, Tuhan pun membukakan jalan untuknya. Apalagi yang harus Lio khawatirkan jika Tuhan saja telah meridhai setiap langkah yang diambil Lio?
Mau mengeluh pun tidak berguna, lagipula mengeluh pada siapa? Ayah?
Ah, sudah tentu Ayah akan menyemangatinya dengan kalimat yang sebelas duabelas dengan 2 paragraf sebelum paragraf ini. Bukan berarti Ayah tidak mau mendengarkan keluhan Lio, hanya saja, memang harus seperti itu kan? Perilaku dan kebiasaan anak tergantung bagaimana orang tua membesarkannya. Ayah tidak bisa meminta Lio untuk mundur dari salah satu tanggung jawabnya, meskipun Ayah tahu Lio sangat kewalahan saat ini.
Cleo? Mana mungkin Lio tega memberikan contoh jelek pada adik satu-satunya itu.
Teman-temannya? Sebaiknya tidak, banyak peristiwa buruk terjadi akibat adu nasib belakangan ini.
Lio bangkit dari baringnya ketika teringat sesuatu. Ia mengambil sebuah amplop dari laci nakasnya.
Itu surat dari Bunda. Lio belum sempat membukanya sejak tiga hari setelah surat itu sampai ke tangan Lio.
Memang menjadi kebiasaan Lio untuk membaca surat dari sang Bunda itu ketika ia sedang berada di titik terlemah nya. Jika tidak ada surat baru, maka Lio akan membaca surat-surat sebelumnya.
Lio juga sebenarnya tidak terlalu mengerti mengapa surat-surat dari Bunda bisa kembali menyemangatinya, padahal isi suratnya saja terkadang tidak berkaitan dengan alasan dirinya merasa down.
Omong-omong, inilah cuplikan isi surat yang dibuka Lio malam ini.
G'day, my dearest Lio!
Ini Bunda
Bagaimana kabarnya? Apakah baik-baik saja?
Sedang di masa lelah, ya?
Belajar, membantu, menolong, bermain, membanggakan keluarga, hubungan, memikirkan masa depan. Begitulah bagaimana kehidupan remaja seusia kamu.
Tanpa adanya nalar kritis, kreatif, dukungan, dan keimanan, kebanyakan remaja seusiamu akan gagal melewatinya.
Masa ini akan berlangsung cukup lama, bahkan akan semakin membuatmu lelah setiap harinya. Sampai mungkin kamu ingin menyerah.
Tapi, Sayang, tak ada gunanya kamu menyerah pada saat itu tiba. Jika kamu diberikan umur panjang yang tentu akan selalu kami pintakan kepada Tuhan. Lio harus bisa melewatinya, sampai Tuhan sendiri yang mengizinkan Lio untuk beristirahat.
Karena ada kalanya, kita harus menyerah pada sesuatu yang memang tidak ditakdirkan untuk kita.
Sampai di sini dulu ya?
Sedikit berat untuk tahun ini. Jangan lupa untuk bahagia, Lio sayang.
With love,
Your dearest Bunda...
Lio terkekeh pelan setelah membaca surat di tangannya. Melipat kembali surat itu dengan rapi, lalu menyimpannya bersama surat-surat Bunda yang lain di laci.Sedikit banyak, Lio mengerti maksud surat Bunda. Namun, dirinya yakin, ketika usianya bertambah, sudut pandangnya akan berubah dan surat Bunda pun akan memiliki maksud berbeda atau cakupannya yang menjadi lebih luas.
"Lio sayang Bunda," Bisik Lio.
Tak lama, Lio mendengar suara sang Ayah memanggilnya untuk makan malam. Dengan suasana hati yang berbeda dari sebelumnya, Lio melangkah lebar-lebar menuju ruang makan.
Perutnya berbunyi kencang mendapati berbagai jenis makanan tersaji di meja makan. Segera Lio menarik kursi dan mendudukkan dirinya bersama dua laki-laki berbeda usia yang telah lebih dahulu di sana.
Bad mood itu juga perlu tenaga ternyata.
Salam,
Florakiest
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenopsia
Short Story"Ssst, adek lagi tidur, Kak. Jangan dibangunin, ya. Nanti rewel." Ucap Bunda sembari mengusap lembut punggung sang anak bungsu. "Ssst, iya bunda... " balas sang Kakak patuh.