-
Devan meletakan handuk kecil yang baru saja dipakainnya, keadaan sekolah benar-benar sepi. Hanya Devan yang masih ada disini, sedangkan anak-anak basket yang lain sudah meninggalkan sekolah sejak jam latihan selesai. Cowok itu mengusap wajahnya kasar, sejak siang kepalanya terasa berat, pengakuan kecil dari Dita mampu memporak-porandakan isi hatinya.
"Kenapa gue bisa gak tau, sih!" gumam Devan mengacak rambutnya prustasi.
Padahal selama ini Devan selalu tau tentang Dita dari mulai siapa saja temannya, tempat favoritnya, makanan kesukaannya, warna yang tidak di sukainya, Devan selalu tau. Tapi mengapa Devan sampai bisa melewatkan sosok Raka dalam hidup cewek itu?
"Dita punya kenalan di Tri Sakti. Mereka deket sejak kapan, apa mungkin mereka kenal di sosial media?" terka Devan sembari mencoba mengingat-ingat, mungkin saja Dita pernah membicarakan Raka tapi Devan lupa. "Sialan!!"
"Ngerasa sendiri, bukan berarti lo bisa bicara kasar di sekolah." tegur seseorang yang datang dari arah gerbang depan.
Devan sampai sedikit terjengkat, ia tidak memperhatikan sekitar dengan teliti. Saat ada yang datang tentu saja ia terkejut.
"Kenapa? Kaget ya?"Devan menghembuskan nafasnya kasar. "Lo ngapain masih disini Del, udah malem pulang sana." titah Devan sembari mengemasi barangnya.
Dela Anatasya Paramita, gadis dengan rambut sepunggung itu terkekeh geli. Ia tebak Devan pasti tengah malu kerena di pergoki dirinya, cowok yang selalu terlihat manis saat berbicara dengan Dita itu ternyata bisa marah juga.
"Lo mau balik kan? Nebeng ya Van, sampe depan." pinta Dela mengikuti Devan yang mulai beranjak dari duduknya.
"Nggak, nanti orang tua lo pikir gue yang ngajak lo keluyuran." tolak Devan kasar, selama ini ia memang tidak menerima tumpangan kecuali Dita. Hanya cewek itu yang bisa duduk manis di jok penumpangnya.
"Orang tua gue kalo peduli pasti udah nyariin," ucap Dela setengah berbisik.
Devan yang mendengar itu menghentikan langkahnya, ia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, memang tidak baik membiarkan perempuan pulang dengan angkutan umun di jam seperti ini. "Lo boleh nebeng, tapi cuma kali ini aja. Lain kali, jangan minta tumpangan ke gue lagi." ujar Devan penuh penegasan.
Dela tersenyum senang, ia tidak bohong saat mengatakan prihal orang tuanya. Sosok itu ada, namun tidak berperan sesuai dengan perannya.
"Kayaknya gue orang kedua setelah Dita deh yang naik boncengan motor lo," kata Dela memecah keheningan diantara mereka. "Lo beneran gapapa?"
"Gue terpaksa!" Devan menekan kata terakhirnya. "Kalo lo bukan temen dia, mungkin gue udah tinggalin lo disini."
Dela tersenyum kecil, sisi lain dari Devan ini sedikit menyenangkan baginya. Selama ini Dela tidak pernah melihat Devan marah dan berbicara ketus padanya maupun Via, menarik sekali. Namun sangat di sayangkan, Devan telah melabuhkan hatinya pada perempuan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Janji (Dita&Raka) Dalam masa revisi
Teen FictionDita dan Raka dua remaja yang terpaksa menikah muda, karena terikat dengan janji yang dibuat oleh kakek meraka.