17. Kepingan Puzzle

169 41 36
                                    

Sinar matahari sedikit meredup menjadi petanda bahwa hari akan segera berganti malam. Namun, dua bocah dengan wajah yang seiras masih tetap sibuk bermain peosotan dan istana pasir di lahan kosong belakang perumahan.

"Bian! Liat punya aku istananya udah selesai." Brian tersenyum bangga menunjukan hasil dari kerja kerasnya.

Bian menoleh saat namanya dipanggil, kemudian tersenyum bangga melihat istana pasil hasil adiknya. "Tapi istananya kecil, Bri," ujar Bian. "Kita buat yang lebih besar, yuk!" lanjut Bian.

Brian mengangguk semangat, lalu menghampiri kembarannya dan mulai memasukan pasir ke dalam cetakan.

"Nanti kita bikin yang besar buat mainan kita ya, Bi." Senyum Brian semakin merekah.

Namun, senyum Brian luntur saat matanya menangkap jam tangan yang kini melingkar di pergelangan tangannya. Jam tangan yang ia dan Bian dapat dari Kirana karena mereka mulai masuk ke sekolah dasar.

"Bian, nenek bilang aku gak boleh main lebih dari jam empat. Lagian kamu juga nanti keburu di jemput sama mami."

"Emang sekarang jam berapa?" Bian yang tadinya fokus dengan pasir, mengalihkan pandangannya pada wajah Brian yang tampak serius dan khawatir.

Brian melihat jam tangannya, jarum pendek menunjukan angka empat. "Udah jam empat, Bian. Kita pulang aja yuk!"

"Masa pulang, sih? Ini kan istananya besarnya belum selesai." Bian ikut melihat jam tangan yang ia pakai. "Eh, Brian! Liat deh punya aku masih jam tiga!" seru Bian.

"Hah? Mana coba aku liat!" Brian mendekat ke arah Bian dan melihat jam tangan saudara kembarnya. Benar saja, jam tangan Bian menunjukan pada angka tiga dengan jarum detik yang bergerak lebih lambat.

"Kok bisa beda ya? Jadi, yang bener yang mana?" Brian semakin merasa kebingunngan.

"Punya aku dong. Jadi, nanti kita gak telat dan gak dimarahin Nenek," ucap Bian bangga.

"Aku juga mau dong jam nya jadi jam tiga. Gimana caranya, Bi?"

"Aku pernah liat Papi benerin punya aku kemarin, ininya tuh diputer." Bian mencoba cara yang ia lihat kemarin pada jam tangan milik Brian. "Ih, tapi kok gak muter ya?" keluh Bian.

"Sini, aku mau coba!" Brian mengambil alih jam tangannya. Setelah beberapa kali percobaan akhirnya Brian bisa memutar jarum pada jam tangannya.

"Bian! Bisa muter! Sekarang kita samaan jadi jam tiga." Brian bersorak ria karena berhasil memutar jarum jamnya. Ternyata, ada langkah yang terlewat saat Bian berusaha memutarnya. Seharusnya, ia menarik Crown terlwbih dahulu sebelum memutarnya.

"Berarti kita lanjutin bikin istananya, nanti kalo udah jam empat baru pulang."

Bian dan Brian kembali melanjutkan pembangunan istana mereka. Tertawa bahagia saat istana yang mereka impikan nyaris selesai.

Bian dan Brian memang tinggal terpisah. Bian diasuh oleh Kirana, sedangkan Brian diasuk oleh kakek dan nenek dari pihak Anita.

Sudah biasa jika Bian akan datang bermain dengan Brian ke rumah neneknya, ataupun sebaliknya. Namun, saat ini adalah pertama kalinya mereka bermain sampai ke luar rumah tanpa sepengetahuan neneknya. Menurut Bian, jarang-jarang mereka diizinkan bermain ke luar. Jadi, di saat ada kesempatan, ia mengajak Brian bermain pasir di tempat yang lumayan jauh dari rumah neneknya.

Setelah puas bermain pasir. Bian dan Brian pun sepakat untuk pulang. Sepanjang jalan hanya sepi yang mereka berdua temui. Langkah mereka semakin cepat, sebab hari semakin gelap. Tautan tangan mereka erat seolah terhubung untuk saling menguatkan dalam ketakutan.

Hello, Angel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang