21. Penebusan Si Pendosa

167 36 53
                                    

Hari ketiga Bian berada di rumah sakit. Hasil dari serangkaian tes pun sudah keluar dari kemarin. Baik dari tes Lab maupun hasil USG dan MRI, tidak ada masalah serius. Hanya saja, Dokter sudah mewanti-wanti pada Bian dan keluarga untuk tidak kembali merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Sudah ada sedikit perubahan pada Bian, walaupun masih belum bisa kembali pada sosok Bian yang penuh tawa dan jahil.

Tidak apa-apa, semua butuh proses termasuk kesembuhan Bian, apalagi yang dialami Bian adalah suatu hal yang besar dan bukan main-main.

Kemarin, Bian melakukan sesi dengan Dokternya. Terapi yang digunakan adalah Cognitive-Behavioral Therapy (CBT). Yang mana terapi ini dinilai efektif untuk menurunkan PTSD karena berfokus untuk mengubah cara pandang pasien PTSD dalam menilai dan menanggapi situasi, pikiran, perasaan, serta perilaku tidak sehat yang berasal dari pikiran dan perasaannya. Selain itu, terapi ini juga membantu agar pasien tidak melarikan diri dari masalah pada hal-hal yang buruk.

Meskipun Bian masih kesusahan dalam berkomunikasi, tetapi proses sesi terapi kemarin cukup membuat Bian mengalami perubahan. Dokter banyak memberikan motivasi dan juga dukungan agar semua pikiran negatif yang selama ini Bian pikirkan bisa berubah secara perlahan.

Seperti tujuannya tadi untuk mengubah cara pandang pasien PTSD terhadap apa yang ia pikirkan dan rasakan. Bian juga mulai merasakan efeknya.

Awalnya, saat ia harus kehilangan Brian akibat kecerobohannya, Bian tidak hanya menyalahkan dirinya. Akan tetapi, ia juga membenarkan tuduhan ayahnya sebagai pembunuh. Ya, buktinya ia telah membunuh bunda dan Brian. Bian juga berpikir bahwa melakukan pembunuhan adalah dosa besar, maka ia telah menjadi si pendosa besar itu.

Atas kehadirannya, atas kebodohannya ia harus menanggung penderitaan seumur hidupnya. Namun, Bian terima. Ia terima semua itu, baik dari mulai perlakuan ayahnya sampai ia harus menderita PTSD sebagai penebusan dosa atas apa yang ia lakukan dari awal ia bernapas di dunia. Tidak seimbang memang, pikir Bian, dosanya lebih besar ketimbang apa yang ia terima dalam hidupnya.

Hidupnya masih dilimpahi banyak kebahagiaan. Keluarga pengganti yang begitu menyayanginya, teman-teman yang peduli padanya, dan juga kehadiran Jena yang menjadi obat dalam hidupnya.

Bian pikir itu tidak adil untuk pendosa seperti dirinya, sedangkan ayahnya, harus menanggung sepi dan sedih karena kehilangan cintanya tanpa ada kebahagiaan yang menghampirinya. Ayahnya benar-benar kesepian.

Sehingga akhirnya Riani datang dalam kehidupan sang Ayah. Bian senang bukan main, bukan hanya karena ia akan mendapat sosok ibu baru dalam hidupnya, tetapi setidaknya ayahnya tidak lagi kesepian dan penebusan dosanya sedikit terampuni.

Namun, bahagia itu, senyuman itu, hilang hanya dalam semalam di saat ia mengetahui fakta yang membuatnya kembali ke dalam kubangan rasa salah dan dosa. Kembali ditemani rasa trauma dan depresi. Kembali terlintasnya segala memori buruk yang pernah ia alami.

Dan terapi itu, membuatnya mulai bertekad dalam tujuan hidupnya. Selain untuk kembali melakukakan penebusan dosa dan ingin bisa berdamai dengan segala kesakitannya. Ia juga ingin memohon pengampuan.

Sebab, penebusan dosa saja tidak cukup, ia harus diampuni agar bisa terlepas dari lingkaran dosa itu.

***

Bian merasakan sensasi hangat, tetapi segar menyentuh area sekitar leher dan dadanya. Maka dengan perlahan, ia membuka matanya dan mulai menyesuaikan cahaya matahari yang masuk ke dalam retinanya. Setelah semua bayangan terlihat nyata, ia akhirnya tahu apa yang membuat Bian merasakan sensasi itu.

"Ma-mi?" ucap Bian lirih.

Kirana yang fokus menyeka badan Bian sedikit terkejut, tetapi sebisa mungkin tetap mempertahankan senyumannya.

Hello, Angel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang