| CHAPTER 9 | KAMAR KOSONG

9.2K 2.2K 236
                                    

Absen dulu sini

Sekarang kelas berapa?

Askot mana?

Baca cerita ini jam berapa dan lagi ngapain?

Selamat hari raya idul fitri. Minal Aidzin Wal Faidzin.

Kalo Cay ada salah maafin ya, kan kalian yang mulai duluan.

Selamat membaca

Selamat berbahagia

---000---

Hari ini Maratungga sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit karena kondisnya sudah membaik. Ia pulang ke rumah barunya bukan ke rumah lamanya.

Ia diantar pulang oleh Malbi. Saat ini ia duduk di dalam mobil dengan posisi Malbi yang menyetir.

Semalam, usai Malbi menemui papanya yang mengalami kecelakaan, paginya Malbi langsung kembali ke rumah sakit tempat Maratungga dirawat. Bahkan ia belum sempat memejamkan mata untuk tidur.

Maratungga menolah memandang Malbi yang sedari tadi menyetir dalam keterdiaman. Tumben laki-laki itu diam, biasanya Malbi selalu ngomong hal-hal tidak jelas. Jangan-jangan Malbi menyetir mobil sambil melamun, hal tersebut bisa membahayakan untuk dirinya dan orang lain.

"Gimana Om Bayu?" tanya Maratungga memecah keheningan.

Malbi menoleh sekilas pada Maratungga kemudian kembali memandang padatnya jalan raya. Ia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan panjang.

"Nggak terlalu parah. Tapi kaki kanan papa patah. Harus dirawat beberapa bulan sambil nanti terapi jalan buat pemulihan." Raut wajah Malbi terlihat khawatir.

"Temenin gue jenguk Om Bayu."

"Besok aja, sekarang lo istirahat dulu. Papa gue juga butuh istirahat."

Maratungga mengangguk. Malbi menguap lebar.

Houem...

"Mar, nanti gue numpang tidur di rumah lo. Ngantuk."

"Tidur di luar."

"Ck! Dikasur lo lah! Tega banget ngusir bestie sendiri."

"Siapa yang ngusir? gue bilang tidur di luar."

Perdebatan keduanya terhenti karena suara deringan panggilan masuk dari ponsel Maratungga. Maratungga melihat ke ponselnya.

Ayah is calling

Setelah melihat nama si penelpon alih-alih menjawab panggilan tersebut, Maratungga justru mematikan ponselnya. Sepertinya setelah ini Maratungga harus mengganti nama kontak tersebut. Ia muak melihat sikap laki-laki yang dulu selalu ia panggil 'ayah' itu.

Malbi yang melihat itu pun mengernyitkan kening, kemudian bertanya; "Siapa?"

"Bukan siapa-siapa."

"Ayah lo?" tanya Malbi lagi. Kali ini tepat sasaran.

Maratungga terdiam. Panggilan tersebut memang dari ayahnya. Sejak kemarin Tigu selalu menelpon Maratungga, namun Maratungga tidak pernah mengangkat satu pun panggilan tersebut.

Di rumah tempat dulu Cakrawala tinggal serta merasakan pukulan dari sang ayah tiri, Tigu mengembuskan napas panjang ketika panggilannya lagi-lagi ditolak. Bahkan kali ini telpon Maratungga tidak aktif. Ia sudah menunggu Maratungga, berharap jagoannya itu akan pulang ke rumah ini dan tinggal bersamanya.

Pesan Terakhir Cakra ; Coretan MaratunggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang