| CHAPTER 10 | I WANT TO DIE

10.3K 2.2K 398
                                    

Absen dulu sini

Panggilan kalian siapa?

Kelas berapa?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Chapter ini sensitif

⚠️ Trigger warning ⚠️
Mohon untuk menjadi readers yang bijak dan tidak menelan cerita ini mentah-mentah.

💓 Selamat membaca 💓

----000---

Langit berwarna jingga, tampak indah dan menenangkan. Orang-orang sibuk berlalu lalang untuk pulang usai melakukan aktivitas masing-masing, yang remaja pulang sekolah, yang dewasa pulang bekerja. Ada seorang remaja berseragam SMA yang sedang berjalan sambil bertelepon dengan sang Mama lantaran Mamanya mengkhawatirkannya.

"Iya, Ma. Ini aku udah di jalan mau pulang."

Terlihat jelas bahwa ia tumbuh dengan penuh kasih sayang dari Mamanya.

Ada juga seorang bapak yang berjalan terburu-buru dengan senyum merekah sambil membawa tiga bungkus ayam KFC untuk keluarga kecilnya di rumah yang menunggu. KFC itu ia beli dari hasil uang gajian, ia begitu gembira karena jarang-jarang bisa membelikan makanan enak untuk sang anak.

Ketika laki-laki itu pulang, bisa dibayangkan ia akan mendapatkan sambutan hangat dari sang istri serta pertanyaan, "Itu apa Pak?" Sambil menunjuk plastik putih yang dibawa sang suami. Kemudian anak-anaknya yang semula bermain mobil-mobilan, mendekat menghampiri sang bapak.

Dengan senyuman mengembang serta mata berseri laki-laki paruh baya itu lantas menjawab, "Bapak bawa makanan enak, Nak! Ayam tepung krispi dari KFC! Ayo makan sama-sama."

Menyadari uang gajian sang suami yang pas-pasan, lantas istrinya mendebat. "Uangnya kan bisa disimpan buat makan besok lagi, Pak."

"Nggak papa Buk, sekali-kali nyenengin anak makan enak."

Dan mereka pun akhirnya makan ayam krispi dari hasil uang gajian sang suami. Mereka makan dalam kesederhanaan, dibalut tawa, serta celotehan ceria sang anak yang memakan ayam sampai belepotan ke pipi. Potret keluarga bahagia.

Ditengah kemelut kasih sayang itu, Maratungga berjalan pelan di jembatan layang penyebrangan orang. Di bawahnya sana ada jalan raya, banyak kendaraan seperti mobil dan motor melintas dengan kecepatan sedang, ingin pulang ke rumah masing-masing.

Maratungga melangkah sambil membawa bungkusan kresek putih di tangan kanannya yang berisi cat air untuk keperluan ia melukis. Dulu Cakrawala yang selalu membelikannya.

"Beliin gue cat air, Cak!"

"Buruan!"

"Jangan pulang sebelum dapet cat airnya!"

Sekarang ia yang harus membeli cat air sendiri. Maratungga melangkah pelan, memandang ke arah depan dengan tatapan kosong.

Hampa. Penuh kesepian.

Tidak ada lagi yang bisa ia suruh, ia kini sendirian. Sosok yang selalu ia bentak, ia jadikan layaknya babu daripada seorang adik, serta ia jadikan objek  kemarahan atas setiap masalahnya, kini telah berpulang. Melepas rindu bersama sang Bunda.

Cakrawala biasanya cerewet, dan terkadang rewel hingga mengikuti Maratungga kemana pun Maratungga pergi.

"Bang Mara mau ke mana?" tanya anak laki-laki berbaju kuning itu.

Pesan Terakhir Cakra ; Coretan MaratunggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang