Chapter 1

481 20 0
                                    

Derap langkah kaki terdengar mengudara di hutan belantara yang hawa dinginnya menusuk hingga ke tulang. Suara lari, helaan napas, suara rumput basah diinjak, jeritan angin tengah malam yang suram menjadi satu mengiringi pemuda berambut hitam yang sedang terengah-engah berlari dengan luka di lengan kanannya.

Raut muka ketakutan dan kesakitan terlihat dengan jelas di wajah pemuda tersebut, tangan kanannya menggenggam dengan erat pedang hitam, sedangkan tangan kirinya menutup luka di lengan kanannya dan sesekali menoleh ke belakang, kanan-kiri, atas, dan segala arah yang bisa matanya tuju seakan-akan ia mengawasi sesuatu yang membahayakan nyawanya.

Rapalan mantra ia komat-kamitkan sambil membentuk sigil pertahanan diri. Lengannya semakin lemah, kesadaran diri semakin menurun akibat darah yang terus mengucur dari luka lengannya yang terbuka parah menghasilkan ringisan ngeri bagi siapa saja yang melihatnya. Keringat dingin hadir menghiasi pelipisnya, bajunya kotor dan koyak tidak karuan. Dirinya terlihat seperti akan tumbang dengan satu sentilan ringan.

Seperti tahu akan dirinya yang berada di ambang kematian jika terus memperlihatkan fisiknya oleh sang musuh, ia memutuskan mencari tempat untuk bersembunyi dan memulihkan staminanya.

Kumpulan rumput lebat setinggi pinggang orang dewasa menjadi pilihan baginya untuk bersembunyi sementara. Ia berjongkok untuk mengembalikan sedikit energinya. 

"Aku tak bisa mengalahkannya sendiri."

Marah, sedih, putus asa, bingung, kecewa, dan semua hal negatif yang bisa kau pikirkan hadir di dalam suara serak remaja itu. Sambil menangis kecil ia mengikatkan kain robekan bajunya pada luka terbuka yang ada di lengannya.

Selesai dengan mengikat luka, matanya menatap ke atas menuju langit berbintang yang indah, namun pria bernetra kecoklatan gelap tersebut tak bisa dengan bahagia mengaguminya seperti dahulu kala sebelum keluarganya, temannya, dan seluruh pedesaan tempat tinggalnya hancur dalam kurang dari dua hari.

~

Saat itu malam hari, dengkuran halus menghiasi malam berbintang menandakan nyenyaknya tidur sang empunya rumah. Phuwin, beserta keluarganya sedang tertidur ketika keributan perlahan-lahan terdengar riuh, dengan cepat kedamaian malam itu tergantikan oleh jeritan kelam manusia tak berdaya.

Phuwin merasakan guncangan keras pada tubuhnya. Ibunya dengan tangan kanannya di bahu Phuwin dan wajahnya yang tegang menatap anak laki-lakinya yang linglung sembari berucap, "Lari dengan cepat! Lari sejauh mungkin yang kau bisa!" Phuwin menatap ibunya dengan wajah kebingungan sambil memandangi sekelilingnya yang terlihat kacau. Tidak melihat adanya pergerakan yang dihasilkan anaknya, sang Ibu dengan cepat menghentak bahu sang anak agar terfokus padanya, "cepat lari Phu! Ibu dan ayah akan melindungi penduduk dahulu, disini tidak aman, kami akan menunggumu di pinggiran hutan."

Pikirannya masih setengah sadar, ia belum memproses keadaan disekitarnya, ketika saat itu ia tersadar oleh hal tidak aman yang ibunya katakan, energi familiar yang sering ditemuinya ketika sedang 'berburu' dengan sang ayah terasa dengan jelas di sekitarnya.

Iblis.

Energi yang ia rasakan, benar-benar iblis yang sangat kuat hingga menyebabkan Phuwin merinding. Ia merasakan pusing oleh pergolakan energi yang terjadi. Benar-benar sangat kuat, pikirnya.

Asap dan bau terbakar mengelilingi penciuman mereka. Melihat itu mata ibunya melihat ke sekeliling hanya untuk mendapati bahwa rumah disebelahnya sudah mulai termakan oleh api dan perlahan menjalar ke rumahnya. Ia segera mendekap anak satu-satunya itu dan mencium keningnya sambil mengatakan kepada Phuwin, "Jaga dirimu anakku, ibu dan ayah pasti akan berusaha mempertahankan keamanan desa ini, sekarang kau harus pergi." Pesan itu terdengar lirih dan sarat akan makna perpisahan, Phuwin yang mendengar itu segera menggelengkan kepalanya menatap sang ibu.

2 Souls [PondPhuwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang