Chapter 6

202 14 4
                                    

/tuk/

Sepatu yang menyentuh jalanan malam memecah keheningan yang hanya diisi oleh suara jangkrik. Senyuman ia ulaskan kepada kusir yang telah mengantarnya hingga sampai di tempat yang megah ini sambil mengucapkan terima kasih.

Perawakannya tidak seperti orang biasa, melainkan seseorang yang biasanya kau lihat di kerajaan. Pakaian yang dari jauh pun menguarkan aura mahal, rambut yang disisir rapi, wajah yang tidak nampak seperti pernah menghadapi kondisi susah seperti kemiskinan kini sedang melangkah ke gerbang akademi Ban Fang.

Penjaga yang bertugas di depan gerbang yang telah mendapat kabar bahwa sosok penting akan mengunjungi akademi sudah bersiap sedia dengan penampilan mereka yang gagah. Tidak ingin meninggalkan impresi yang buruk kepada sosok terhormat.

"Selamat datang kembali di akademi Ban Fang, murid Pakin Letratkosum."

Seseorang yang namanya disebut itu tersenyum dan mengucapkan salam kembali dengan senyumannya yang sangat rupawan dan bijaksana.

Pemuda bernama Pakin menyambut salam gurunya,"Salam untukmu, guru Tawan."

Tawan menggerakan tangannya untuk mengundang Pakin masuk ke akademinya dengan senyum terulas ramah di bibirnya, "Mari, teh hangatmu mungkin akan segera dingin."

Dua orang yang dilihat dari jauh seperti pendekar-pendekar terpuji itu kini menuju bangunan besar milik Tawan. Lampu di sekelilingnya mempercantik taman di depan bangunan tersebut.

"Akademi tidak jauh berbeda sejak terakhir murid ini meninggalkannya," ucap Pakin sambil memperhatikan sekitarnya.

Mendengar hal itu Tawan menimpali ucapan yang dulu adalah murid akademinya, "Tidak banyak hal berubah, aku ingin tetap menjaga semua yang ada di akademi ini seperti apa yang ditinggalkan leluhurku."

Pakin hanya terkekeh mendengarnya, sudah biasa mengetahui tipikal satu orang Vihokratana di depannya yang sangat menghormati tradisi klan-nya.

Mereka lanjut melangkah hingga akhirnya sampai di depan bangunan besar. Para pelayan telah siap di sisi-sisi samping ruangan jika sekiranya mereka dibutuhkan.
Dalam ruangan yang luas itu, Tawan mengarahkan Pakin ke ruang tamu. Dua orang ternama kini duduk bersila saling berhadapan yang hanya disekat oleh meja persegi.

Para pelayan wanita yang sudah siap dengan nampan berisikan makanan dan minuman langsung menyuguhkannya untuk kedua orang yang telah duduk.

Tawan langsung menawarkan minuman serta makanan kepada Pakin yang dibalas anggukan, "Tidak perlu malu seperti kau baru mengenalku sehari."

"Kalau begitu, murid ini tidak akan sungkan."

Suasana sekitar akademi amat sunyi dikarenakan para murid telah kembali ke ruangan mereka untuk beristirahat. Hanya beberapa penjaga yang terlihat mengitari segala penjuru akademi yang luas.

Dalam kesepian malam itu, ketua klan Vihokratana dan penerus klan Letratkosum tengah berbincang-yang kelihatannya pembicaraan ini terlihat serius seperti raut wajah mereka berdua.

"Lantas bagaimana keadaan desa yang terdampak?"

Yang ditanya hanya menggeleng sambil memegang dahinya-sedikit ditekan harap-harap bisa menghilangkan kegusaran pemuda yang bermarga Letratkosum itu.

"Walaupun kasus yang dilaporkan baru dari satu desa saja, murid ini gusar apabila kutukan itu akan meluas."

Tawan mendengar hal itu juga menjadi was-was terlebih daerah kekuasaan klan Letratkosum tidak begitu jauh dari Khon Kaen.

Tulang tumbuh membengkak selama sebulan serta kesadaran batiniah yang hilang disertai perilaku menyerang penduduk desa? Kasus aneh yang belum pernah kudengar. Tawan masih tidak percaya bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi. Penyakit asing mengerikan yang buruknya belum diketahui penawarnya.

2 Souls [PondPhuwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang