Chapter 3

165 16 0
                                    

"Katakan, mengapa mereka menertawakanku dan mengapa kau panik? apakah aku baru saja melakukan hal yang seharusnya tak aku lakukan?!" Phuwin mencecar Dunk dengan banyak pertanyaan setelah mereka menjauh dari lapangan, ia terus terang sangat takut menambah masalah baru ke kehidupannya.

Dunk mengatur napasnya dan menatap mata Phuwin ragu dan berkata, "Sebenarnya itu tidak akan menjadi masalah apabila kau tak mengambil pedang tersebut" Dunk menelan liurnya memberi jeda agar ia bisa menyampaikan hal ini ke Phuwin. "dengar, beberapa kelompok murid akademi ini memiliki aturan aneh, misalnya seperti tadi. Murid bertarung sesama murid lain sudah biasa dan biasanya para petarung saling mempertaruhkan sesuatu milik mereka sebagai hadiah kemenangan"

Phuwin yang tidak ingin Dunk menjelaskan sejarah tradisi akademi Ban Fang ini pun menyuruh Dunk untuk langsung saja ke poin utamanya karena jikalau ia benar-benar melakukan kesalahan ia bisa dengan cepat mencari solusi.

Phuwin: "Bisa tolong langsung ke intinya, Dunk?"

Dunk mendengar itu langsung mengecilkan suaranya agar murid lain tidak bisa mendengarkan mereka. "Kau ingat aku menyebutkan bahwa beberapa kelompok murid akademi ini memiliki aturan yang aneh? itulah kelompok pemburu iblis tipe senjata pedang. Mereka memiliki aturan di dalam pertarungan yang berbunyi, 'Pedang dan pemiliknya terikat, area pertarungan dan petarungnya juga terikat. Pedang terjatuh di area tersebut dan siapapun orang luar mengambilnya akan menjadi petarung selanjutnya', jadi..." Dunk ragu-ragu ingin melanjutkan perkataannya.

"Hari kematianku akan semakin dekat," ucap Phuwin dengan kengerian di matanya. Ia paham maksud Dunk. Ia masih ingat betapa hebatnya pertarungan tadi, bahkan ia merasa Naravit itu akan menang melawan Phuwin dengan sekali tebasan.

Dunk yang mendengar ucapan Phuwin berusaha menghibur, "Hei, tapi kau kan meninggalkan pedang itu di lapangan kan? Aku rasa itu tidak terhitung menerima tantangan bertarung!"

Phuwin menolehkan wajah pucatnya ke arah Dunk. Melihat hal itu Dunk langsung tidak enak hati, ia berniat mengajak Phuwin ke kantin akademi untuk menghiburnya dengan makanan sebelum sebuah suara terdengar memanggil Phuwin.

"Phuwin, darimana saja kau? Aku mencarimu sejak tadi, ayo ini saatnya kau bertemu kepala akademi"

"Kakak senior Jira," Dunk menyatukan kedua tangannya memberi salam kepada senior yang dihormati di akademi Ban Fang

Jira yang mendengar salam tersebut menundukan kepalanya sedikit dan tersenyum ke arah Dunk, "Aku rasa aku harus menyita waktu kalian bermain sebentar, ada yang perlu ku urus dengan Phuwin"

"Ah, silakan kak Jira," Balas Dunk ramah sambil melirik ingin tahu ke arah Phuwin dan Jira yang berjalan menjauhinya menuju kantor kepala akademi.

-

Phuwin menginjakan kakinya di tangga ruangan kepala akademi yang cukup luas itu, terdapat banyak tanaman yang memberi kesan asri. Namun, karena ia ingin mengetahui keadaan keluarganya ia tak ingin berlama-lama menatap keindahan taman di area bangunan kepala akademi itu.

Jira mengetuk pintu dan suara khas bapak-bapak yang cukup berat menjawab dari dalam ruangan, "Masuk."

Jira membuka pintu dan Phuwin mengikuti di belakangnya. Sesaat setelah memasuki ruangan, Phuwin dapat melihat banyak buku-buku yang berada di rak. Ruangan ini sangatlah luas, Phuwin bahkan yakin ia bisa berlatih pedang di sini.

Jira: "Jira mengucapkan salam kepada kepala akademi"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sosok pria yang duduk di tengah ruangan yang awalnya sibuk melihat beberapa berkas langsung mengarahkan pandangannya ke Jira sebelum berganti dan melihat ke arah Phuwin.

2 Souls [PondPhuwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang