3

476 66 1
                                    

Pagi ini Ary berangkat sekolah, bukan untuk memperbaiki absennya masa itu, Ary bahkan datang di waktu jam pulang dengan melompati pagar sekolah, sudah biasa, makanannya sehari-hari kala itu, untung saja tidak pernah patah itu tulang.

30 menit Ary menunggu bell pulang berbunyi, ditambah 15 menit menunggu batang hidung Sena muncul——hampir saja membuat Ary mengantuk saking bosannya. Beruntung tak lama Sena terlihat, Ary menyapanya dari kejauhan dengan senyuman. Ketika menyadari tak ada Dobing dan kawan-kawannya, senyum Ary bahkan makin lebar padahal Sena tak meliriknya sama sekali.

"Woy!"

eh,

Ary menggaruk tengkuknya tak gatal.

Mata bulat Sena menatapnya kaget. Salah Ary memanggilnya kayak lagi ngajak ribut.

Sena jadi acuh melewatinya begitu saja.

"Sen, Sena! ikut gue dulu bentar" ujar Ary seraya mengimbangi langkah Sena.

"Gue lagi ga enak badan"

"Bentar doang, sekalian pulang bareng, udah lama kita ga pernah pulang bareng"

"Sama Dhian gih, gue udah pesen gojek"

"Sen, gue sampe merendah nurunin gengsi buat ngomong duluan lhoo! Emangnya Lo betah banget kita gini terus? kita udah diem-dieman tanpa sebab bertahun-tahun lamanya gila,"

"Lah bukannya elo yang lebih nikmatin ini?"

Bibir Ary mendadak mengatup rapat. Setelah mengatakan itu Sena berjalan lebih cepat, Ary menghela nafas lemas, memutuskan untuk tidak mengejar langkah kembarannya itu.

"Pelan-pelan aja, Ry, Lo punya 357 hari lagi buat perbaikin ini. Gue yakin itu cukup"

°°°

Pagi-paginya di hari minggu yang cerah Sena kedapatan tengah merokok di balkon kamarnya. Ary memperlihatkan video hasil rekaman diam-diamnya yang mempertontonkan Sena tengah menghisap tembakau itu dengan kamera milik Sena sendiri.

"Gue bilangin ke Mama" tutur Ary tersenyum mengejek.

"Balikin kamera gue" ketus Sena, lantas buru-buru membuang rokoknya.

"Gamau"

Ary membalikkan badan menghadap Sena, setengah duduk pada pagar besi balkon di belakangnya.

"Terserah deh,"

Ary tertawa sarkas.

Sena mengacuhkan keberadaan Ary, menghela nafas panjang, wajahnya benar-benar terlihat kesal sekarang.

"Serem juga wajah Lo kalo lagi kesel" tutur Ary, setelahnya hanya hening yang mengisi.

"Loh, den kenapa masak? Biar saya masakin sini, den Ardhi tunggu di meja makan saja"

Jantung Ary mencelos. Sudah rela gelap-gelapan masak masih ada saja gangguannya. Untung dia udah ancang-ancang dengan make hoodie milik Dhian.

The Past For The Future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang