15

229 34 15
                                    


Selama masa interval 3 minggu itu Sena akhirnya menghabiskan waktunya di rumah. Setiap pagi ia akan berjemur di teras rumah, sesekali akan berkeliling halaman bersama Ine yang juga melakukan larian kecil.

"Pagi Paa" Sena berteriak disela jalan santainya, Diaz membalas tersenyum seraya melambaikan tangan.

Weekend kali ini kebetulan Ary dan Dhian juga berada di rumah, jadi Diaz pagi ini datang mengenakan stelan santai berupa kaos polo dan celana bahan——iya itu pakaian santai ala Diaz——dia juga turut membawa serta oleh-oleh dari asisten pribadi nya yang baru saja pulang dari Bangkok menggantikan dirinya untuk meeting produk baru perusahaan.

Melihat asisten rumah tangga yang tengah menyapu daun kering di halaman, Diaz memanggilnya dengan terus tersenyum ramah.

"Iya pak?" Tanya bibi ketika sudah berada dihadapan tuannya itu.

"Bi, Ary sama Dhian masih pada di rumah kan?"

"Mas Dhian lagi sarapan pak, kalo den Ary masih tidur dikamar kayaknya"

"Tolong panggilin ya, Bi? Kalo bisa suruh kesini dua-duanya"

"Iya pak,"

Beberapa menit setelahnya Ary dan Dhian keluar bersamaan. Ary masih dengan wajah mengantuknya tapi begitu mendengar kata ‘oleh-oleh’ matanya langsung terbuka lebar, dengan raut wajah datar ia kemudian membuka satu persatu kantung plastik besar yang dibawa Diaz.

Berbagai macam snack dari mulai buah kering, juhi, sampai pad Thai instan. Gantungan gajah, miniatur tuk-tuk dan gajah putih, sampai tas dengan motif gajah besar ditengah-tengahnya. Diantara semuanya Ary hanya tertarik dengan beranekaragam snack.

"Mau ini"

"Boleh, makan aja, Papa bawa kesini buat kalian kok,"
Sebelum Diaz menghabiskan perkataannya Ary bahkan sudah mengunyah snack ikannya itu dengan santai.

"Dhi?"

Dhian tersentak dari keterdiaman nya. "Udah kenyang," katanya. Kemudian mengambil miniatur tuk-tuk (alat transportasi yang mirip dengan bajaj)

"Aku ambil yang ini, Pa,"

"Ambil, Dhi. Papa bawa buat kalian"

Sena dan Ine yang telah selesai dengan olahraganya kini berjalan mendekat lalu duduk di lantai guna meluruskan kaki. Keringat di dahi Ine yang melakukan lari terlihat tak seberapa banyak dengan Sena yang hanya berjalan santai. Kaos abu-abu polosnya bahkan sampai basah dibagian punggung dan dada sementara keringat terus mengalir di leher maupun bagian wajahnya.

"Minimal kalo udah ngerasa capek tuh berenti. Keringetan sampe kayak diguyur hujan gitu dih," ujar Ary melirik sekilas

Di tengah nafasnya yang mulai teratur kembali, Sena menoleh dengan tatapan kesal.

"Gue cuman olahraga ringan, mumpung masih bisa. Sorry kalo ganggu pemandangan pagi Lo yang indah."

Ine menghela nafas pasrah ketika Sena melenggang masuk setelahnya.

Baru juga memulai obrolan setelah diam-diaman selama seminggu ini kembali tinggal bersama, eh, sekalinya ngobrol malah kayak gini.

.

Di tahun ke-2 Arsena sakit, tidak pakai acara bujuk-rayu lagi, kali ini bahkan tiba-tiba saja Diaz mendatangi Dhian dan Ary pagi-pagi buta sekali, memaksa mereka masuk mobil untuk ikut ke rumah sakit saat itu juga.
Ary yang yang nyawanya belum terkumpul sempurna bahkan baru sadar dirinya berada di dalam mobil saat setengah perjalanan menuju rumah sakit.

The Past For The Future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang