Bab 5. Parasite

42 5 5
                                    

Empat anggota Tim Nordik tak ingin membuang waktu lebih lama di Sage Temple. Setelah mendapat informasi mengenai sigil, para siswa pun segera berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

Begitu keluar dari kuil, mereka disuguhi pemandangan yang berbeda dari sebelumnya. Tadi pagi Peri-peri tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sedangkan sekarang mereka tengah bermain kejar-kejaran di antara pepohonan. Para Pixie mengambil wujud faire. Dari kejauhan, ukuran sekecil itu hanya terlihat seperti kunang-kunang dengan cahaya yang terpantul dari sayap mungil mereka.

“Terima kasih telah mengantar kami, aku akan mampir lagi lain kali,” pamit Sophia sambil melambaikan tangan ke arah penjaga.

Rahael membentangkan sayap kelabunya, Zeon memanggil Falcon Autumn, dan kedua siswi Pixie pun mengembangkan sayap Peri mereka. Tim Nordik segera menuju Ambressie Garden, setelah yakin bahwa sigil yang mereka cari disembunyikan dalam wujud miracle fruit di sana.

Selama terbang di atas Amazine Forest, Rahael merasakan angin bertiup mengusap pipinya lembut. Wangi aromaterapi yang dihasilkan oleh setiap bagian pepohonan di bawahnya juga membuat Fallen Angel itu menikmati perjalanan.

Suasana menenangkan tiba-tiba sirna, begitu Zeon yang menaiki Falcon tak jauh di depan Rahael kehilangan kesadaran, lalu terjatuh dari punggung si hewan kontrak. Ketiga rekannya terkejut bukan main. Lelaki Elf itu terjun menerjang lapisan troposfer.

Rahael, Nebula, dan Sophia terbang dengan cepat, berharap dapat menangkap Zeon yang meluncur makin jauh dari mereka. Tepat sebelum tubuh lelaki itu membentur kanopi pohon redwood raksasa, Falcon berhasil menangkap tuannya.

“Kita istirahat di Amazine Forest!” seru sang ketua tim.

Ketiga siswi turun perlahan melewati dahan pohon dan dedaunan lebat di hutan. Sementara Falcon yang seolah memahami instruksi Rahael mencari celah di antara pepohonan, agar tubuh raksasanya dapat melintasi hutan, kemudian mengantar sang tuan berkumpul dengan anggota tim Nordik lain.

Rekan-rekannya segera menurunkan Elf berambut panjang itu dari Falcon, lalu menyandarkannya pada sebuah pohon raksasa. Tubuh Zeon kini terkulai lemah bagai tanaman layu.

Rahael mengambil botol air dan memberi Elf itu minum. “Zeon, sadarlah!” Sorot mata hazel sang ketua tim penuh dengan kekhawatiran.

“Kita terlalu fokus pada misi hingga tidak memedulikan Zeon.” Mata violet Nebula berkaca-kaca, berusaha membendung air mata supaya tak sampai membasahi pipinya. Jauh dalam lubuk hati Pixie itu, ia sedang menyalahkan diri sendiri karena gagal menjaga sang junior.

Tak lama kemudian, lelaki berambut putih itu membuka mata perlahan. Rahael terkesiap begitu menyadari mata sebelah kiri Moon Elf itu seluruhnya berwarna hitam pekat. Bibir Zeon juga kian menghitam, disusul pembuluh nadi di bagian tangan dan lehernya yang berubah warna makin gelap.

“Apa yang terjadi, siapa kau?” tanya Fallen Angel berambut wine sembari menodongkan tombaknya ke arah Zeon.

Moon Elf yang baru sadar itu kebingungan. Ia tak punya cukup tenaga untuk menyadari perubahan pada dirinya, apalagi untuk menjawab sang ketua tim.

Sophia menepuk pundak Rahael, berusaha menenangkannya. “Kupikir … itu Zeon.” Gadis itu mendekati seniornya yang masih duduk beralaskan tanah dan lumut lembap. “Oh, tidak. Ini salahku,” sesalnya seraya menjambak rambut.

“Apa maksudmu?” Rahael menatap juniornya dengan sorot penuh tanya.

Peri bermata ruby itu memikirkan segala kemungkinan yang ada. Setelah sekali lagi menggali ingatan dan memeriksa kondisi sang senior, ia makin yakin dengan dugaannya. “Sihir hitam di dalam relief … kini berpindah ke dalam tubuh Zeon.”

Ketiga senior Sophia berusaha mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan. Gadis berambut kelabu itu pun mulai menjelaskan hipotesisnya. Dahulu kala, pada hari pembangunan kuil, sang Pixie kembali dikuasai sihir hitam. Sihir itu sendiri yang mengarahkan Peri untuk menyegel sihir di dalam relief, kemudian mencari tubuh baru yang memiliki energi lebih kuat.

Zeon yang menghancurkan pilar dengan pedang Dewa Freyr membuat sihir terbebas. Bukannya lenyap, dalam kegaduhan ketika relief hancur, benda jahat itu justru berpindah pada tubuh sang lelaki Elf.

“Apa yang akan terjadi padanya?” Rahael melayangkan pandangan pada mata Zeon yang kian sayu.

“Sihir itu seperti parasit. Ia akan menyerap energi dan mana, lalu mengendalikan Zeon sepenuhnya, sama seperti yang terjadi pada Pixie pemberontak puluhan tahun lalu.” Sophia menjelaskan seraya berjalan berputar-putar.

Sementara Nebula berjongkok di sebelah Zeon, masih tenggelam dalam perasaan bersalah.

“Lalu apa? Apakah tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menolongnya? Bagaimana … bagaimana dengan menyegelnya kembali pada sesuatu? Apakah kita tidak bisa menyegel sihir itu di pohon?” Rahael mendengus kesal. Tangannya terus mengacak rambut, sementara kakinya berkali-kali menendang kerikil dan dahan yang berceceran.

Nebula seolah menemukan potongan puzzle dalam ingatannya. “Aku pernah mendengar bahwa sihir itu bisa dilenyapkan. Kita hanya perlu ....” Tiba-tiba lisannya tertahan begitu menyadari isi penggalan ingatan dalam kepalanya.

“Perlu apa? Cepat katakan!” Fallen Angel itu terus memburu Nebula dengan selusin pertanyaan.

Sophia menghentikan langkah. “Kita perlu membakar parasit bersamaan dengan tubuh yang dijadikannya inang.”

Penjelasan sang junior membuat Rahael makin sakit kepala. “Maksudmu kita harus membakar Zeon?” teriaknya.

Seolah memahami perdebatan ketiga siswi, Falcon memekik lalu terbang mendekat sambil mengarahkan cakar tajamnya kepada Rahael dan Sophia. Fallen Angel itu menangkis cakar sang burung raksasa dengan phoenix spear. Sedangkan Sophia segera membentuk tameng ruby untuk melindungi diri.

Keduanya selamat dari cakaran maut Falcon meskipun sempat terlempar beberapa meter. Tampaknya burung itu makin kuat ketika sedang marah. Dengan energi dan mana yang tersisa, Zeon segera mengendalikan hewan kontraknya agar tidak menyakiti kedua rekannya.

Nebula segera membantu Rahael dan Sophia berdiri. “Mungkin kita tak perlu membakar Zeon. Mungkin sihir itu bisa berpindah pada tubuh lain yang memiliki energi setara, atau lebih besar dari Zeon. Kita bisa menggunakan hewan magis!”

“Apa benar bisa? Lalu mengapa sihir itu tidak berpindah pada Falcon sejak tadi?” tanya Rahael yang masih meragukan metode yang ditawarkan Nebula.

“Falcon berada di bawah kendali Zeon. Mungkin sihir itu menilai Falcon tak cukup kuat,” jawab Nebula.

Perdebatan kembali terjadi kala Sophia memprotes ide senior Perinya. Naluri pencinta hewan gadis itu menolak untuk mengorbankan hewan magis tidak bersalah mana pun.

Kala perdebatan para siswi belum menemukan titik terang, Zeon merasa dadanya kian sesak. Elf itu menggunakan bakat sylph untuk mengalirkan oksigen ke paru-paru dan seluruh tubuh. Bukannya membaik, lelaki itu justru memuntahkan gumpalan darah berwarna gelap.

“ZEON!” Ketiga siswi histeris.

“Kita tak punya banyak waktu. Pergilah mencari hewan magis dan aku akan menjaga Zeon!” perintah Rahael.

Kedua junior Peri-nya pun menurut. Dengan perasaan campur aduk Sophia dan Nebula pergi ke sisi timur Amazine Forest, tempat yang dikenal cukup misterius dan dihuni hewan magis.

oOo

Pepohonan tumbuh lebih subur di Amazine Forest bagian timur, dedaunan juga lebih lebat. Hal itu membuat hutan makin gelap karena minimnya sinar matahari. Pandangan kedua Peri pun makin terbatas karena kabut. Nebula tak menggunakan bakat glowing wings, karena khawatir cahaya yang terpancar dari sayapnya akan mengusir hewan magis yang sedang mereka cari.

Tiba-tiba angin berembus kencang selama beberapa detik, membuat kedua Pixie kehilangan keseimbangan. Beruntungnya, mereka berhasil memeluk sebuah dahan pohon, sehingga tubuh childe keduanya tak ikut terlempar bersama dedaunan dan ranting.

Tak lama setelahnya, muncul pusaran angin kecil berkekuatan lemah. Walau demikian, tornado mini itu dapat mencabut tanaman paku dan jamur yang tumbuh di akar-akar pohon.

“Apa itu?” tanya Nebula, yang hanya dibalas gelengan oleh junionya.

Hidden Red Miracle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang