Bab 7. Ashes of Sacrifice

23 6 5
                                    

Kekacauan terjadi selama beberapa menit, hingga cahaya aneh yang memenuhi hutan menghilang dan alam kembali tenang. Zeon terbaring tak sadarkan diri. Garis hitam yang semula tergurat pada pergelangan tangan dan lehernya kini lenyap. Nebula yang bersembunyi di balik pohon segera bangkit lalu berlari ke arah lelaki Elf itu, disusul Rahael dan Sophia.

Zeon membuka mata, terperanjat. Seolah baru terbangun dari mimpi buruk. Ia duduk sambil memandangi bagian tubuhnya satu per satu. “Aku masih hidup!”

 Pemandangan itu membuat ketiga rekannya merasa lega. Rahael segera menarik Sophia dan Nebula yang berdiri di sampingnya, lalu memeluk keduanya dengan erat.

Zeon melayangkan mata pada ketiga gadis di hadapannya, kemudian merentangkan kedua tangan ke samping. “Tidak ada yang mau memelukku?”

Sophia tersenyum simpul melihat tingkah seniornya. Ia lalu berjalan mendekati Zeon.

“Stop! Aku hanya bercanda. Tidaaak!” Lelaki itu memberi isyarat dengan tangannya.

Gadis Peri itu terus berjalan mendekat, makin dekat, kemudian melewatinya dan berhenti di belakang Zeon. “Ge-er.” Sophia mengelus kepala phoenix.

Burung itu kini tertunduk lesu, dengan beberapa helai bulu yang telah berubah warna menjadi gelap. Api pada ekornya kembali menyala, berkobar menjadi makin besar. Ketiga siswi pun membantu Zeon berdiri dan menjaga jarak dari phoenix yang perlahan dibakar oleh apinya sendiri.

Burung itu telah terbakar sepenuhnya, berubah menjadi setumpuk abu dengan asap yang masih mengepul di udara. Sesuatu bergerak dari dalam abu, paruh mungil mencuat diikuti kepala gundul seekor burung. Mata bayi phoenix itu masih terpejam, dan kepalanya menoleh ke sana kemari.

Sophia mendekat, kemudian mengelus kepala phoenix perlahan. “Terima kasih sudah membantu kami.”

“Ngomong-ngomong aku sangat lapar, mari istirahat sejenak sambil makan siang di sini,” papar Rahael yang mulai mengubrak-abrik tas perbekalan.

“Siap, ketua!” jawab Zeon bersemangat.

“Akhirnya istirahat, kakiku sudah lemas seperti jeli,” keluh Sophia sambil memberi makan phoenix.

“Jadi selain berisi ruby, kantongmu juga dipenuhi biji-bijian?” tanya Nebula keheranan.

Juniornya mengangguk. “Lebih praktis seperti ini.”

oOo

Setelah makan dan membersihkan diri, Tim Nordik telah siap untuk melanjutkan perjalanan. Rahael memberi usul untuk membawa Zeon ke tempat Nymph penyembuh terlebih dahulu. Namun, Elf itu terus menolak dengan alasan keterbatasan waktu. Mereka pun memutuskan untuk membeli ramuan penyembuh lalu melanjutkan perjalanan ke Ambressie Garden.

“Kau harus berterima kasih pada Falcon, Zeon. Tanpanya, mungkin kau sudah mati berkali-kali,” papar Rahael yang terbang di samping Elf itu.

 “Benarkah? Mmm … aku menyanyangimu.” Lelaki itu memeluk hewan kontraknya. “Setelah sampai di akademi akan kuberi banyak makanan. Mau apa? Ular atau ayam? Baiklah akan kuberikan semua.”

Matahari bergerak ke arah barat. Para Nymph di bawah mereka pun tampak makin sibuk mempersiapkan festival Nebirth Alfhild. Para Peri Pohon mengenakan pakaian cantik yang dihiasi tanaman, lengkap dengan mahkota bunga di kepala.

Tak lama kemudian Tim Nordik telah sampai di Ambressie Garden, kebun buah dan sayur yang berada di lingkaran terdalam Elfame Valley. Tepat di depan mereka terhampar ribuan pohon apel dengan buah-buah merahnya yang bergelantungan dan mengeluarkan aroma manis.

Hidden Red Miracle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang