Kerlap indah lampu yang menerangi setiap sudut ruangan kediaman milik keluarga Hamada, membuat pesta ulang tahun sang nyonya rumah terlihat semakin megah. Ditambah hiasan karpet merah di sepanjang jalan masuk menuju kediaman mereka.
Tamu yang datang pun tidak sedikit. Bukan dari kalangan main-main, pastinya. Ah, maksudnya dari kalangan konglomerat, sama seperti mereka.
Di depan gerbang, banyak bodyguard berjaga dan beberapa diantaranya memeriksa tamu undangan yang datang.
"Ah, Tuan, Nyonya dan Nona Choi. Silahkan masuk. Mari lewat sini."
Salah satu bodyguard menunjukkan jalan masuk khusus untuk Cherry Choi dan kedua orang tuanya, sebagai tamu istimewa keluarga Hamada.
"Pastikan kau harus terlihat sempurna di depan keluarga calon suamimu." bisik mama sebelum akhirnya mereka sampai di ruangan khusus.
Disana sudah ada Tuan dan Nyonya Hamada, serta Asahi dengan balutan tuxedo hitamnya. Menambah tingkat ketampanannya. Lalu ia meminta izin terlebih dahulu pada kedua orang tua Cherry, mengajak gadis bermarga Choi itu mengobrol sebentar sebelum acara di mulai.
"Permisi, Tuan dan Nyonya Choi. Apakah aku boleh mengobrol dengan putri kalian sebentar?" izinnya.
"Yah, silahkan nak. Kau tak perlu izin dari kami," ucap mama bahagia, tanpa peduli Cherry yang diam-diam melirik ke arahnya.
"Kurasa kalian memang harus melakukan pendekatan dan inilah waktu yang tepat." Sambungnya dengan senyum yang merekah di wajah elegannya.
Tuan dan Nyonya Hamada ikut tersenyum bahagia sambil memberi isyarat pada Hamada muda mereka. Setelah itu, Asahi dan Cherry pun pergi dari sana.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Asahi lembut sambil melambaikan satu tangannya ke arah pelayan, minta diambilkan minuman.
Pelayan itu pun datang menghampiri mereka dengan membuat dua buah gelas di nampannya. Asahi mengambil keduanya untuk ia berikan pada Cherry satu gelas yang lainnya.
"Terima kasih." Gumam Cherry dan menerima gelas berisi minuman tersebut, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan pria di depannya ini.
"By the way, kabarku baik. Kau?" Cherryl menjawab pertanyaan Asahi sambil menyesap minumannya.
"Same."
Asahi terdiam sesaat sambil menatap wanita Choi di depannya yang bahkan tak menyadari hal itu.
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu." Katanya kemudian.
"Bicaralah jika ada yang ingin kau sampaikan. Kalau pun itu penting." Sambungnya tak peduli dan terus menyesap minumannya hingga tersisa setengah gelas.
"Apa bisa kau memfokuskan perhatianmu pada lawan bicaramu, Nona Choi?" Tegur Asahi terdengar tegas.
Yang disebutkan sebagai Nona Choi merinding seketika dan langsung memfokuskan perhatiannya pada lawan bicara, seperti yang Tuan Muda Asahi inginkan.
"Maaf. Tapi, apa yang ingin kau bicarakan?"
Asahi mendekatkan wajahnya pada Cherry, "Ikut ke kamarku sekarang jika kau ingin tahu."
Wanita itu terlihat menimbang-nimbang tawaran Asahi barusan. Pada akhirnya, dia kalah dengan rasa penasarannya dan memilih menyusulnya sebelum punggung pria itu menghilang dari pandangannya.
Sesampainya disana, Cherry hanya berdiri di ambang pintu dan memperhatikan Asahi yang tengah membuka lemarinya, seperti mencari sesuatu. Sampai akhirnya Asahi menunjukkan sebuah amplop putih padanya.
"Ini untukmu," ujarnya dan memberikan benda pipih putih itu pada Cherry.
"Aku tahu kau tidak menginginkan perjodohan ini. Pergilah ke Paris. Aku sudah menyiapkan semuanya." Lanjutnya tanpa melepaskan tatapannya dari wanita yang mungkin batal menjadi istrinya kelak.
"A-apa maksudmu? Kau..."
"Aku tidak ingin kau tertekan lebih lama. Aku pun begitu. Ini jalan satu-satunya yang kupunya." Potongnya, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah lain.
Cherry hampir menangis jika saja Asahi tidak menenangkannya di saat yang tepat. Pemuda Jepang itu memberikan usapan hangat pada kedua bahunya. Tidak ketinggalan, senyumnya yang tampan, yang tidak akan pernah pudar. Mungkin? Siapa yang tahu?
"Pergilah. Kau hanya punya waktu 30 menit untuk melarikan diri dari sini." Perintahnya.
Wanita Choi sungguh bingung. Apakah tepat yang Asahi lakukan ini?
Dan apakah salah jika dirinya mengambil jalan ini untuk menghindari perjodohan?
Paris?
Itu adalah tempat yang sangat jauh.
Lagi, pada akhirnya, Cherry dikalahkan rasa kebebasan dalam dirinya yang sejak lama berteriak ingin dilepaskan.
Dia memilih untuk melarikan diri.
"Terima kasih, terima kasih..." ia tak lagi dapat menahan rasa harunya dan memeluk pria di hadapannya.
Pelukan singkat, namun cukup untuk membuat seorang Asahi berdebar. Meskipun di sisi lain hatinya tertusuk duri.
"Pergilah lewat pintu belakang. Beberapa orangku sudah menunggu disana,"
"Hati-hati..."
Dan aku pasti sangat merindukanmu...
Tanpa membuang waktu, Cherry berlari menuju pintu belakang yang telah diarahkan oleh "mantan calon suami" nya.
Benar saja, sudah ada orang-orang suruhan Asahi menunggu disana, bersiap mengantarkannya menuju Bandara Internasional Incheon.
Selama perjalanan, Cherry berharap-harap cemas. Dia menggenggam kedua tangannya, semoga ini adalah keputusan yang terbaik.
Terima kasih, Asahi. Kau memang pria yang baik. Semoga kelak kau menemukan kebahagiaanmu pada wanita yang tepat.
***
Asahi menatap langit malam melalui jendela kamarnya. Pesta masih berlangsung di bawah sana. Sejujurnya ia tidak peduli pada pesta ulang tahun ibunya itu.
Toh, pesta tersebut diadakan hanya sebagai ajang memamerkan koleksi barang-barang mahal para wanita konglomerat itu. Hadir atau tidak dirinya disana bukanlah hal yang penting.
Sesekali pria itu melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir satu jam sejak kepergian Cherry. Mengapa orang-orang suruhannya belum mengabari apapun hingga sekarang?
Pria itu terlihat sangat gelisah. Apakah semuanya berjalan dengan lancar?
Hingga maniknya menangkap pesawat yang baru saja lepas landas, sedang mengepakkan sayap lebar di kejauhan sana. Senyumnya mengembang.
Kuharap kau bisa menjaga dirimu dengan baik disana.
Dengan segera Asahi mengambil ponselnya. Rencana kedua harus segera dijalankan.
Tak lama kemudian, tepatnya setelah dia berbincang dengan seseorang di telpon, terdengar keributan di bawah. Suara Nyonya Choi pun terdengar paling nyaring dari yang lainnya.
Prraaangg!!!
Asahi sengaja memecahkan botol minuman yang sengaja ia simpan di kamarnya. Lalu ia menggoreskan pecahan tersebut ke tangannya.
Sakit.
Tapi hatinya jauh lebih sakit saat harus melepaskan pujaan hatinya. Bahkan pria itu belum berjuang sedikitpun.
Dengan langkah tertatih, Asahi pergi ke bawah. Melihat kondisi putranya dengan luka yang cukup parah di pergelangan tangannya, Nyonya Hamada berteriak histeris.
Yang ada dipikiran mereka saat ini, drama apakah ini?
Kemana perginya Cherry?
Dan apa yang terjadi pada Asahi?
Di malam itu, semuanya kacau balau.
Tuan Muda Hamada itu sempat menyunggingkan senyumnya sesaat, sebelum akhirnya ia kehilangan kesadaran.
-to be continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
A BEAUTIFUL GOODBYE, ISN'T IT? (Bang Yedam)
RomanceCherry: Kyle, pria romantis dan penuh kejutan, kutemukan di Paris adalah cinta pertama dan terakhir yang tak mungkin aku lupakan hingga akhir hayatku.. Kyle: Maaf aku tidak bisa menjagamu seumur hidupku.. "Ketika dua insan yang saling mencinta harus...