Kyle: The Saddest Story I Heard From Her

12 0 0
                                    

Beda negara, beda pula genre kisahnya.

Sekarang mari kita menyebrang ke Paris, setelah sebelumnya kita terlalu banyak bercerita tentang kisah sedih pria Jepang yang berjuang melupakan cintanya.

Cherry begitu tidak tahu dirinya, menikmati waktunya berjam-jam dengan Kyle, mengagumi keindahan Paris. Tepatnya di sungai Siene. Sehari semalam wanita itu tidak pulang tanpa mengabari Chuu.

Yakinlah, setelah ini Chuu akan marah besar padanya.

Tapi Cherry tampak tidak peduli. Memang inilah tujuannya sejak awal. Setidaknya ia bisa bersenang-senang di Paris.

Entah untuk selamanya, atau hanya sementara.

Tidak ada yang tahu rencana Tuhan ke depannya.

Tapi, berhubung masih punya banyak waktu, kenapa tidak dinikmati saja kan?

Cherry sangat menikmati waktunya bersama pria itu. Dengan jemari yang saling bertautan, menyusuri jembatan yang membentang antara daratan satu dengan yang lainnya.

Sudah bergandengan tangan ya?

Ingatkan wanita itu bahwa Kyle masih terbilang seorang stranger untuknya.

"Kau ingin sarapan?" tanya Kyle memecah kesunyian.

Cherry menggeleng, dengan tangan yang masih bertautan dengan milik Kyle, "Nanti saja. Aku masih ingin menikmati keindahan dunia yang bahkan sebelumnya aku tidak pernah melihatnya."

Kyle terdiam sesaat. Sebegitu terkekangnya kah hidup wanita ini?

"Kau serius? Setahuku Korea bahkan tak kalah indah dari Paris. Ada banyak tempat menarik disana." jawab Kyle.

Cherry memaksakan senyumnya. Lalu ia menoleh pada Kyle.

"Memang benar. Tapi hidupku tidak sebebas itu untuk melihat keindahan dunia yang kau katakan tadi." jawab Cherry.

Terdengar wanita itu menghela napasnya sesaat.

"Teman saja aku tidak pernah punya. Sejak kecil, aku dituntut untuk belajar ini dan itu. Mengikuti private, disuguhi banyak buku-buku bisnis yang membuat kepalaku ingin meledak." ungkapnya.

"Aku dituntut untuk menjadi seorang wanita yang cerdas, berperilaku baik. Aku dituntut untuk menjadi sosok yang sempurna. Masa kecilku direngut oleh aturan-aturan yang orang tuaku berikan." lanjutnya.

Kyle menatap wanita di depannya ini dengan serius. Hati kecilnya seperti tertusuk duri mendengarkan kisah wanita bermarga Choi itu. Pantas saja, saat ini dia benar-benar menikmati kebebasannya. Layaknya seperti merpati yang baru dilepaskan dari kandangnya setelah bertahun-tahun lamanya.

Kyle tidak menyebutnya liar. Tidak sama sekali. Cherry masih tahu aturan. Hanya saja, sikap yang dikeluarkan wanita itu berbeda dengan orang-orang yang terbiasa dengan dunia luar.

"Ah astaga! Kenapa aku jadi menangis seperti ini hahaha!" Cherry menyudahi kisahnya saat menyadari tetes demi tetes airnya telah jatuh, mengalir di pipi putihnya.

"Hey... It's okay if you wanna cry, just cry. Kau bisa menceritakannya semua padaku. Jangan ragu, tidak apa-apa." Kyle sedikit terkejut saat Cherry mengusap air matanya dengan kasar. Namun tangis wanita itu tak kunjung berhenti, meskipun disertai dengan tawanya.

Sebab ia berpikir bahwa dirinya konyol.

"No, I don't wanna cry anymore. Aku ingin bersenang-senang disini. Entah sampai kapan. Mungkin sampai akhirnya orang tuaku menemukan keberadaanku disini. Hahaha!"

"Kau melarikan diri?" tanya Kyle lagi, dijawab anggukan oleh Cherry.

"Oh astaga!"

Detik selanjutnya Kyle menarik Cherry ke dalam pelukannya. Tentunya membuat tangis wanita itu semakin deras dibanding sebelumnya. Namun Kyle tidak peduli. Ternyata, di balik senyumnya yang manis, Cherry terlalu banyak menyimpan luka akan ketidakbebasannya.

Ketidakberdayaannya menghadapi orang tua yang semena-mena mengatur hidupnya.

Menuntutnya menjadi sosok yang sempurna, meskipun kita tahu, nobody's perfect.

Also, her parents asked her to marry with a man who she doesn't love.

Tidak ada kata lagi yang harus Kyle ucapkan. Pria itu hanya terdiam, mendengarkan Cherry menangis sambil mengusap punggungnya pelan dengan harapan bisa membuat wanita itu lebih tenang. Tak lama kemudian, Cherry melepaskan pelukan mereka dan mengusap sisa-sisa air matanya. Jemari Kyle pun terulur untuk membantunya.

"Kau tahu? Hatiku teriris saat melihat mata indah ini ternyata menyimpan banyak duka." ucap Kyle lembut.

Matanya menatap milik Cherry teduh. Menyalurkan rasa nyaman untuk wanita itu.

"Percayalah padaku, aku tidak akan membiarkan mata indah ini menangis lagi. Harus bahagia, okay?" Cherry mengangguk.

"Terima kasih." gumamnya.

Kyle tersenyum dan menarik jemarinya untuk menautkan pada jemari lentik Cherry.

"Sepertinya coklat hangat di pagi hari ide yang bagus. Bagaimana menurutmu?" Ujar Kyle.

Cherry kembali menggeleng, sama seperti sebelumnya.

"Tidak. Aku..."

"Coklat akan membuat suasana hatimu membaik. Aku tahu dimana coklat hangat terbaik disini. Ayo!" Kyle memotong ucapan wanita itu dan menariknya pelan menuju cafe yang ia maksud.

***

I can't believe about her story. But that's the reality, the fact that makes her very sad.

I see the truth from her eyes, the truth of sadness.

The truth where she wanting for her freedom, but the world doesn't give it.

The truth all of her story that has been said.

It hurts me, too.

But, don't worry, beauty.

This man promises won't let you cry anymore.

I won't let your beauty dissappears by your tears.

I will hide the tears and tell them go away.

Those are my promises.

(Kyle)

-to be continued-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A BEAUTIFUL GOODBYE, ISN'T IT? (Bang Yedam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang