6

450 46 0
                                    

“Makasih, Ugetsu.”

Akihiko berjalan kearah pintu rumah Ugetsu. Ugetsu menahannya, “plis, jangan pergi. Kita beneran udahan?”

“Udahan apa? Dari awal kita emang nggak ada hubungan.”

Ugetsu menarik kerahnya, “Akihiko?!”

“Kita sebates FWB doang. Lo juga punya yang lain.”

“Gua ga pernah bilang kita cuman sebates FWB..”

Akihiko menghela nafas lelah, “terus gua suruh gimana?”

Ugetsu terkesiap. Ia sendiri juga bingung. Ia selingkuh dengan orang lain dan masih berusaha mempertahankan hubungannya dengan Akihiko, terlihat sangat menyedihkan.

“Ga ada lagi yang mau diomongin? Gua pergi.”

Akihiko membawa tas besarnya dan berjalan meninggalkan rumah Ugetsu.
Ia sampai pada sebuah rumah.

Tok tok tok

“yaa, tunggu”, balas seseorang dari dalam.

Cklekk

“Aki?”

Akihiko menunduk.

“lo ngapain bawa banyak tas kaya mau pindahan gini?”

“Haruki, gua boleh ga numpang di rumah lo?”

“....hah?”

Haruki mengajak Akihiko masuk dan berbicara.

“Maksud lo apa? Numpang disini?”

“Gua baru aja pergi dari rumah mantan gua, gua gabisa balik ke rumah ortu.”

Haruki menghela nafas, “lo ngapain lagi sih..tapi jangan lama-lama, cepet balik ke ortu lo, kasian mereka.”

“Hm, makasih banget.”

Akihiko merebahkan dirinya di sofa dan terlelap. Haruki menata isi kulkas dan memperhatikannya. Ia merasa sakit hati, namun ia lebih merasa sakit jika Akihiko rapuh seperti ini. Persetan dengan mantannya atau apapun itu. Jika Akihiko membutuhkannya, ia akan menerimanya dengan sabar. Begitulah Haruki Nakayama.


###


Mafuyu berjalan ke kantin bersama Uenoyama. Ia melihat kantin yang antrinya kaya antri sembako. Ia berniat untuk kembali ke kelas sebelum lengannya ditahan oleh Uenoyama.

“katanya tadi mau ke kantin? Lah kok malah balik?” ucapnya.

Mafuyu terkekeh, “lo liat aja deh kondisi kantin yang begitu.”

“Oh, gapapa ini tu,” Uenoyama menarik Mafuyu untuk berjalan di sebelahnya. Seketika, kerumunan murid itu membuka jalan untuknya. Mafuyu ternganga.

Uenoyama membeli 2 sandwich dan membayarnya. Sedangkan, Mafuyu masih sibuk tercengang dan melihat sekeliling yang justru terdiam melihat Uenoyama.

“oi, liat apa? Ayo balik?”

“o-oh, oke.”

Mereka berdua keluar dari jalur dan berjalan ke kelas.

“Uenoyama, lo itu raja atau gimana? Kok bisa mereka langsung buka jalan gitu?”

Uenoyama mengendikkan bahunya, “dari dulu udah kaya gitu. Gua juga ga faham. Tapi ada untungnya juga, yaudah gua biarin.”

Mafuyu menggeleng kagum. Saat sampai di depan kelas, Shizusumi dan Hiiragi menghampiri mereka.

“yo~ Mafuyu.”

“Hiiragi? Lo ngapain kesini?”

“Ribet tau. Kita ga sekelas, jadi yaudah gua terpaksa kesini. Cuma mau maen doang sih.”

“Lo mau maen apa mau gibah?” ketus Mafuyu.

Hiiragi hanya cengengesan, “gibah tu bonusnya.”

Hiiragi dan Shizusumi masuk kedalam kelas lalu duduk didepan Mafuyu dan Uenoyama.
HIiragi menunjuk Uenoyama, “ternyata lo temen sebangku Mafuyu? Pantes aja kalian deket banget.”

Uenoyama mengangguk, “ya gitulah.”

HIiragi menyipitkan matanya, “lo ga ngapa-ngapain Mafuyu kan?”

“hah? E-eenggak lah.”

“hmmm? Kinda sus.”

Setelahnya Hiiragi mengalihkan pandangannya, “awas aja lo kalo sampe Mafuyu kenapa-napa.”

Mafuyu menggeleng pelan kearah Uenoyama, “biarin aja si Hiiragi.”

Uenoyama mengangguk. Namun, Hiiragi tak setuju, “woi! Disini gua khawatirin lu njir!”

Mafuyu menggigit sandwichnya, “lo ga perlu se khawatir itu. Lo bukan bapak gua.”

Hiiragi hanya mencebik keras.

[✓] FamiliarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang