Leiza Eirene Indrawiguna
Keiza Eunomia Indrawiguna***
Suara pecahan itu menggema di setiap penjuru ruang. Seorang gadis kecil tergeletak sambil memegangi perut bawahnya yang terasa nyeri membuat kedua orang tuanya langsung panik.
"Kamu kenapa sayang?" tanya sang ibu sambil memeriksa tubuh sang putri.
Sedangkan sang ayah langsung memangku nya sambil mencoba menenangkan sang anak agar tidak menangis.
Gadis kecil bernama Keiza itu tidak menjawab, ia malah mengarahkan telunjuknya untuk mengarah pada satu objek yang tengah berdiri gemetar disamping pecahan guci.
Melihat Leiza yang menjadi objek telunjuk Keiza mengarah tadi langsung saja Tanezha sebagai ibu naik pitam.
"Anak gak tau diri! Udah dibilangin buat jagain Keiza! Kamu apain dia?!" teriak Tanezha sambil menjewer Leiza.
Gadis kecil itu mengaduh. "Aku gak ngapa-ngapain dia! Kei jatuh sendiri karena lari-larian di tangga tadi." dengan suara tercekat Leiza mencoba membela diri.
"Enggak! Kamu dorong aku tadi! Mah, Pah, perut aku sakit." Keiza semakin mengeratkan pelukannya pada William.
"Bawa Kei ke kamar, Pah! Awas kamu anak sialan, kalau ada apa-apa sama Keiza, abis kamu!" Dengan panik Tanezha mengiring William menuju kamar sang putri kesayangan mereka.
Mereka pergi dengan panik, meninggalkan Leiza yang tengah menangis sendirian dengan lukanya.
***
Keadaan Keiza kecil yang tak kunjung membaik memaksa William dan Tanezha untuk kembali membawa ia ke rumah sakit.
"Kondisinya sangat kritis, Pak, Bu. Kerusakan ginjal yang Keiza alami semakin parah. Bahkan cuci darah juga tidak akan berpengaruh pada kondisinya selain menambah masa sakitnya. Saya menyesal harus mengatakan ini, tapi, Keiza sudah tidak bisa bertahan selain dengan transplantasi ginjal." Dokter dengan jubah putihnya menatap iba pada kedua orang dihadapannya.
"Bagaimana dengan ginjal saya, Dok?" Tanezha bertanya dengan mata sembab.
"Maaf, Bu, tapi salah satu syarat transplantasi ginjal adalah golongan darah yang sama."
"Suami saya?!" kedua matanya memancar penuh harap Tanezha kembali bertanya.
"Sudah sejak lama kita tahu, kalau pak William adalah perokok aktif. Tidak bisa. Semoga kita segera menemukan pendonor untuk Keiza sebelum terlambat." Setelah mengatakan hal tersebut dokter pun pergi, kembali masuk kedalam ruangannya.
Tanezha luruh pada pelukan sang suami. Hingga tiba-tiba saja dirinya kembali menegakkan tubuhnya.
"Pah, Leiza!" pekiknya.
William mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan dia?"
"Mereka kembar, golongan darahnya sama, dia juga sehat kan, Pah! Ayo, Pah kita pulang!" sambil tergesa-gesa Tanezha melangkah.
William sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya ia mengejar Tanezha. Dengan kasar William menarik tangan Tanezha membuat wanita itu tersentak.
"Yang bener aja kamu?!" sentak William.
"Kalau kamu gak mau Keiza selamat pergi aja kamu! Biar aku sendiri yang jemput anak gak berguna itu."
***
Suara tangisan terus terdengar oleh telinga William yang terkunci diluar kamar Leiza.
Sejak tiba dirumah tadi, Tanezha langsung menyerobot masuk kedalam kamar Leiza dan langsung mengunci pintu itu dari dalam.
"Sakit, Mah!"
"Makanya nurut! Ngapain kamu takut hah? Lebih takut mana? Kamu atau Keiza yang mau mati?"
Entah apa yang Tanezha lakukan pada Leiza didalam sana, William hanya mampu mendengar saja dari luar.
Lima menit kemudian, pintu kamar itu terbuka. Tanezha keluar kamar dengan Leiza yang menangis tanpa suara. Melihat pemandangan itu membuat hati William tertohok.
"Ayo! Ngapain kamu bengong, Pah!"
Hingga akhirnya mereka kembali sampai dirumah sakit. Tanezha segera membuat jadwal pemeriksaan untuk Leiza. Dan pemeriksaan itu akan dilakukan malam ini.
***
Hasil lab sudah keluar dua jam yang lalu, kini keluarga Indrawiguna tengah berada diruang rawat Keiza.
"Mah, sakit...." lirih Keiza dengan selang oksigen yang menempel di hidungnya.
"Kamu bisa sembuh, sebentar lagi. Papah lagi urus surat buat operasinya." ujar Tanezha lembut. Tangannya juga bergerak perlahan diatas kepala Keiza.
Leiza melihat itu, ia juga ada disana, berdiri disamping kiri bersebrangan dengan Tanezha yang berada di kanan. Perasaannya tidak dapat diutarakan, sangat campur aduk.
Bagaimana bisa anak seusia Leiza merasakan hal seberat ini?
Gadis itu hanya mampu diam, tidak melawan sebab melawan pun percuma.
Tanpa Keiza ketahui, malam itu operasi berjalan lancar karena Leiza dengan pasrah mengikuti perintah Tanezha untuk memberikan separuh sisa hidupnya untuk Keiza si anak kesayangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hahaha : Izinkan aku menangis
Teen Fiction- Ketika ikhlas adalah bohong - Apa perempuan gila seperti aku pantas untuk dicintai? -Leiza Aku mencintai kamu sederas hujan, tapi kamu malah berteduh untuk menghindar. -Naoki Aku tidak ingin melihat dunia yang didalamnya tidak ada kamu. -Keiza Ora...