"Lo mau jadi pacar gua?"
Rahang Bina hampir terjatuh dengan mata membulat, beberapa butir bungkus permen kiss yang digenggam sontak langsung mendarat percuma dilantai.
Zero tertawa kecil, lantaran merasa lucu dengan ekspresi tak biasa dari Bina kali ini. Meski apapun ekspresi gadis itu, di mata Zero Bina tetap terlihat lucu.
Masih mempertahankan ekspresinya, Bina menggerakkan bibirnya berusaha untuk mengeluarkan suara. "B-bos," ucapnya terhenti, Bina menelan ludah sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "L-lo ne-mbak gu-a?"
Menelan sisa permen kiss yang meleleh di mulut lalu mengigit bagian dalam pipinya, Zero masih setia memperhatikan setiap raut dan nada bicara Bina sembari menahan senyum gemas.
"Hm" dehem Zero mengafirmasi pertanyaan Bina tadi.
Mengerjapkan matanya berulang kali, berharap apa yang sedang terjadi hanya sebuah mimpi, Bina berakhir menampar pipinya sendiri hingga membuat Zero terkejut.
Meskipun bibirnya tak mengeluarkan kata-kata, tangan Zero bergerak keatas untuk mengelus lembut pipi putih mulus Bina yang sudah memerah karena tamparan sang empu sendiri.
Tatapannya menajam saat ringisan dari bibir merah ceri itu tertangkap di Indra pengelihatannya.
"Kenapa nampar diri sendiri?" Tanya Zero tak suka, bahkan Bina tak mendengar ada nada dari pertanyaan itu.
Mengusap kebelakang rambut pendeknya, Bina menggenggam tangan Zero yang masih mengelus pipinya. Mata gadis itu mengeksplor kepenjuru gudang dengan cepat.
Tak kunjung mendapat jawaban, satu tangan yang menganggur ia angkat guna membingkai wajah Bina agar mau menatapnya.
"Apa setan di gudang lebih ganteng dari gua?" Ucapnya dengan nada cemburu seperti biasa.
Bina terkekeh garing, "N-nggak, gantengan lo kok." Jawab gadis itu apa adanya.
Zero merekahkan senyuman malaikatnya, "Ternyata gini rasanya dipuji orang yang disayang." Kekehnya merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Mata Bina tak berkedip memandangi Zero yang masih terkekeh sendiri itu, namun detik berikutnya gadis itu langsung menahan nafas saat tiba-tiba Zero melenyapkan kekehannya dan menggantinya dengan tatapan serius.
"Pertanyaan gua belum dijawab, kenapa?"
Rasanya Bina ingin merutuki diri sendiri mengingat tingkah bego yang dilakukannya tadi. "G-gua kira ta-di mi-mpi pa-s lo n-embak g-gua." Jawabnya setelah susah payah.
Lagi, Zero merekahkan senyumannya, namun kali ini hanya senyuman tipis. "Lo gak mimpi, dan sejak kapan lo jadi gagap?" Tanggap Zero dengan alunan nada lembut, namun menyebalkan di pendengaran Bina.
Bina melingkarkan jari-jari tangannya pada kedua lengan tangan Zero yang masih membingkai wajahnya. "Lepas, kalo lo gak mau gua gagap terus!" Sentaknya sok galak dan syukurnya kali ini dirinya tidak berbicara gagap seperti sebelumnya.
Masih dengan senyuman tipis tadi, Zero perlahan menurunkan tangannya beralih memasukannya pada saku celana.
Menatap Bina lurus, Zero berujar. "Lo mulai berani sama gua?"
"Dan lo mulai nyebelin sama gua!" Balas Bina tanpa menjawab pertanyaan Zero sebelumnya.
"Nyebelin sama lo doang."
Setelah mengatakan itu Zero dengan perlahan melangkah maju mendekati Bina yang reflek mengambil langkah mundur.
"B-bos?"
"Lo mau jadi pacar gua?"
"Lo mau ngapain?!"
"Lo mau jadi pacar gua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Soft Boy
Teen Fiction[ PART ACAK ! ! ! ] Seorang gadis cantik sengaja merubah penampilannya menjadi laki-laki tulen untuk menghindari perjodohan yang ditetapkan kedua orangtuanya. Namanya Sabina Marsya Elzera. Walaupun tidak tau dengan siapa dia akan di jodohkan, Bina...