Prolog.

69.1K 6.1K 517
                                    


"El, ada yang ingin Mama sama Papa bicarakan sama kamu."

Bina menoleh sekilas mendengar penuturan Retha--- Mama Bina. Gadis itu sedang mencuci piring terakhir di wastafel dapur, setelahnya piring itu dikeringkan sebelum meletakkannya ketempat piring bersama jajaran piring lainnya.

Selesai dengan kegiatannya, Bina menatap penuh sang Mama dengan kernyitan samar di dahi. "Ada apa?"

Retha tersenyum. "Kita bicarain ini sama Papa kamu di ruang tengah."  Menuntun Bina menuju ruang tengah dan sudah ada Rasya--- Papa Bina, yang sedang membaca koran sembari menyesap kopinya.

"Mas..." Panggil Retha, menyadarkan sang suami.

Rasya menatap istri dan anaknya yang sudah duduk dengan senyuman hangatnya. Pria paruh baya itu meletakan korannya, kemudian menatap lurus sang anak dengan pandangan serius.

"El, udah besar ya." Ucap Rasya, basa-basi.

Bina menatap Papanya aneh apalagi saat menyadari Retha dan Rasya memanggilnya dengan nama itu, ada sesuatu yang janggal. Memilih diam, Bina kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Rasya tersenyum lembut. "Sekarang El umur berapa?"

"Tujuh belas" Jawabnya singkat.

Rasya melirik sekilas sang Istri yang duduk disampingnya, kemudian beralih lagi menatap anak gadis satu-satunya. "Udah gede ya anak Papa,"

"Udah siap jadi istri dong." Sambung Retha yang dikekehi Rasya.

Bina menggaruk pipinya, menatap Papa dan Mamanya dengan pandangan tak mengerti. "M-maksud Papa sama Mama Apa?" Bingung gadis itu.

"Kamu mau kita jodohin sama anak dari musuh Papa."

Nafas Bina tercekat, ternyata benar dugaannya namun ini tidak sesuai pemikirannya. Dengan perasaan campur aduk Bina menatap tak percaya kedua orangtuanya secara bergantian. "Dijodohin? Enggak, Aku Enggak mau!" Tolaknya langsung, Bina tahu. Bahkan sangat tahu tujuan mereka menjodohkan untuk apa. Tapi Bina tidak mau dijodohkan, bahkan dengan lelaki sekaya apapun, Bina tetap tidak mau.

Menurutnya, dia masih bisa mencari pasangannya sendiri tanpa harus lewat perjodohan aneh ini. Bina masih sanggup! Bahkan disekolah Bina menjadi primadona, untuk mencari pasangan tentu baginya hal itu sangat mudah.

Rasya menatap lekat putrinya. Sebenarnya Rasya tidak rela mengorbankan masa remaja putrinya hanya untuk memenuhi perjanjian konyolnya dengan sang musuh dan menjodohkan anak mereka, yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antar ke-keluargaan keduanya. Sebenarnya tujuan dua keluarga itu baik, tapi mengapa harus lewat perjodohan aneh ini?!.

Pria setengah baya itu menghela nafas panjang, sudah mendunga respon yang diberikan putrinya akan seperti ini.

"El..." Suara lembut Retha memanggilnya.

Bina menatap Mamanya sembari menggeleng. "Enggak mungkin kan, Mah?"

"Aku enggak mau dijodohin." Sambungnya bernada lirih.

Retha hanya tersenyum simpul. Tanpa menjawab, rasanya tidak tega melihat putrinya terlihat tertekan seperti ini. Namun, apaboleh buat?

"Kamu mau ya?" Pinta Rasya lembut.

Bina berdiri, "aku enggak mau!" Setelah melontarkan penolakan yang kesekian kalinya, Gadis itu melangkah dengan tergesa menuju kamar.

Sesampainya dikamar, Bina langsung mengunci pintu sampai benar-benar terkunci. Langkah gadis itu menggiringnya menuju ranjang lalu merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata, tiba-tiba sebuah ide gila melintas di otaknya.

Fake Soft BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang