01 | Tunangan

1.3K 49 54
                                    

Halo!
Udah follow aku? Follow dulu dong! Ini cerita baru aku setelah toxic boy.

Aku harap kalian menikmati ceritanya, jangan lupa vote dan komentarnya yaa!

HAPPY READING!

•••

"Berani lo lepas cincinnya, acara pernikahan kita, gue majuin jadi minggu depan!"

Amara yang hendak melepas cincin pertunangan mereka pun mengurungkan niatnya. Ia menatap Arzan nyalang, laki-laki yang terpaut usia empat tahun di atasnya itu memang sangat menyebalkan.

"Lo itu kenapa ngebet banget sih nikah sama gue?!" tanya gadis itu menggebu-gebu.

Arzan menatap Amara intens, ia tersenyum kecil. "Karna gue cinta sama lo," jawabnya enteng.

"Dari sekian banyaknya gadis, kenapa gue sih?! Gue tuh matre! Gak pinter! Gak bisa apa-apa! Boros! Pokoknya semua kelakuan buruk ada di gue!" jerit gadis itu tertahan.

"Masih mau lo sama gue?!"

Laki-laki yang tengah menyesap rokok itu menganggukan kepalanya enteng, "Kenapa nggak? Gue sama sekali gak keberatan dengan semua sifat lo itu."

"Emang cuma cowok bego yang mau sama cewek matre!"

Drrt
Drrt
Drrt

Amara melihat handphone nya yang bergetar. Ia dapat melihat jika Papa nya menelfon. Dengan cepat, ia mengangkat panggilan telfon itu.

"Pah! Bilangin Arzan kalo Amara mau pulang! Masa dia bawa Amara ke apart nya sih?" ucap gadis itu seketika.

"Arzan udah bilang tadi selepas acara pertunangan kalian, dia mau bawa kamu ke sana. Katanya ada yang mau di tunjukin. Kamu nurut aja sama dia."

"Papa tau?!" Pekik Amara marah, gadis itu sampai berdiri dari duduknya di atas kasur milik Arzan.

"Dia cowok baik-baik, kamu gak bakal di apa-apain sama Arzan. Percaya sama Papa. Papa cuma mau bilang, kalo besok kalian bakal fitting baju pengantin buat nikahan kalian."

"Gak mau!"

Mematikan panggilan telfon secara sepihak, Amara turun dari ranjang mendekati Arzan yang tengah berada di balkon, sambil menyesap rokok. Melihat gadisnya yang mendekat, Arzan mematikan rokoknya. Ia menatap Amara dengan alis terangkat.

"Gue mau pulang!" pekik Amara dengan nafas memburu.

"Lo nginep aja di sini."

"Gila Lo?! Nggak mau! Gue mau pulang Arzan! Pulang!"

"Lo ngantuk? Tidur aja di sini, besok kita fitting baju kan?"

Dengan nafas yang masih memburu, Amara mengambil tasnya kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Arzan. Ia berusaha membuka pintu apartemen namun nihil. Sama sekali tak bisa.

"Lo gak akan keluar tanpa izin gue. Mending Lo masuk lagi, sebelum kesabaran gue abis!" ucap Arzan datar.

Amara berbalik, ia melihat Arzan nyalang. "Gue mau pulang! Lo udah janji ya sama gue kalo Lo gak bakal apa-apain gue!"

"Kapan?" tanya Arzan santai dengan tubuh menyender di sandaran pintu kamar.

Matanya membulat ketika Arzan menjawab itu, bisa-bisanya laki-laki itu bertanya demikian? Jadi maksudnya apa? Arzan melanggar janjinya?!

"Dua hari sebelum pertunangan kita! Lo jangan pura-pura amnesia ya!"

Jemari Amara menunjuk Arzan sambil berjalan mundur ketika melihat Arzan yang berjalan maju. Jantungnya berdebar hebat. Takut jika Arzan melakukan hal di luar nalar.

"Iya gue inget, sekarang lo maju, masuk kamar, terus tidur. Udah malem."

"Lo maju lagi gue tendang ya!"

Menghela nafas kasar, Arzan menatap Amara intens, membuat nyali gadis itu sedikit menciut. Ia tau mungkin kesabaran Arzan akan segera habis. Tapi jika melihat laki-laki itu seperti ini, sangat membuatnya takut.

"Lo! Apa susahnya sih nurut?" tanya Arzan kemudian mencekal tangan Amara membuat gadis itu menjerit kemudian refleks menendang tulang kering kaki Arzan.

"Sial," desis Arzan sambil mengelus kakinya, refleks ia melepas pegangan tangannya di tangan Amara.

Amara berusaha membuka pintu, memasukan beberapa angka namun gagal. Ia kembali menjerit saat Arzan mencekal tangannya lebih erat dari sebelumnya, kemudian laki-laki itu menyeretnya ke kamar.

Air mata gadis itu mengalir, ia tak suka sikap kasar Arzan yang seperti ini! Laki-laki itu semena-mena, sama sekali tidak menghargainya. Amara tidak ingin menikah dengan laki-laki kasar.

"Lo nurut apa susahnya sih?!"

"Kenapa suka banget bikin gue marah! Gue udah coba sabar sama kelakuan lo, tapi lo malah ngelunjak! Gue gak bakal apa-apain lo! Gue tau batasan!"

Arzan mendorong Amara yang tengah menangis itu ke kasurnya. Amara beringsut mundur, kemudian menatap Arzan nyalang.

"Lo kasar banget sih jadi cowok! Gue gak mau nikah sama cowok kasar kaya lo! Gue gak mau nikah sama lo!" Jerit Amara lagi.

"Coba ulangin!" Desis Arzan tajam.

Amara berusaha menahan isakan nya, tapi gagal. Tangisnya malah makin pecah melihat wajah menakutkan Arzan.

"Awas lo ya! Gue bilangin nenek gue!" ucap Amara sambil menangis, ia menangkupkan matanya di bantal.

Tangan gadis itu tak henti-hentinya memukuli kasur yang tak bersalah itu. Mulutnya terus meracau dengan air mata yang terus keluar.

"Lo jahat! Kasar! Gue gak suka!"

"Nenek tolongin Amara!"

"Gue sumpahin lo di datengin nenek gue!"

"Awas lo ya gue aduin nenek gue!"

Arzan diam dengan mata yang tak lepas dari Amara, ia tersenyum kecil. Menurutnya gadis ini benar-benar menggemaskan. Rasa kesal nya tiba-tiba hilang melihat tingkah menggemaskan gadis itu.

"Lo mau aduin gue? Gimana caranya? Emang lo bisa ngobrol sama orang meninggal?" tanya Arzan.

Amara kembali duduk, ia menatap Arzan marah. "Kenapa Lo ingetin gue kalo nenek gue udah meninggal sih?! Bego!"

Menerjapkan matanya pelan, Arzan menggaruk pipinya yang tak gatal. Arzan tahu pembahasan mengenai nenek Amara itu sangat sensitif, tapi tadi bukannya Amara yang membahas duluan?

"Lo kok tega banget sih sama gue, Ar? Gue tau kok gue bebal, susah di bilangin, bikin lo marah terus sama gue, tapi kok lo tega?" Amara bertanya dengan bibir yang bergetar, dengan usaha untuk menghentikan tangisnya.

Arzan yang melihat itu langsung berdiri dan menghampiri Amara. Ia memeluk gadis itu, membuat tangisannya kembali tumpah. Dapat Arzan rasakan kaos yang ia pakai sedikit basah di bagian dada.

"Lo jahat banget sama gue. Gimana bisa gue mau sama lo kalo lo nya kayak gini? Lo gak tau cara bujuk cewek yang bener? Malah di marahin terus!"

"Gue gak suka!"

Amara mendorong Arzan, ia menatap Arzan sekilas sambil mengusap wajahnya yang di banjiri air mata. "Jangan modus lo, tidur di sofa sana!"

Tak ingin kembali membuat gadisnya menangis, Arzan mengangguk kemudian menuruti ucapan Amara. Hari ini ia begitu lelah, menyiapkan acara pertunangannya dengan Amara seorang diri. Arzan ingin yang terbaik untuk mereka, maka dari itu ia langsung turun tangan.

Tubuhnya sudah seperti remuk, Arzan terlalu lelah untuk sekedar marah-marah kembali. Akhirnya ia memutuskan untuk merebahkan dirinya di sofa, menuruti kemauan Amara.

•••

Gimana part 1 nya? Seru gak? Jangan lupa vote dan komen ya!

ARZANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang