Malam itu seluruh susunan acara telah selesai dirancang berkat ada pertolongan dari Adimas. Little Counselor mencetak rekor menyusun acara tercepat.
Adimas memang memiliki banyak rumor yang tersebar di kampusnya. Ia pernah menjabat sebagai ketua dari club debat yang awalnya hanya mampu meraih satu kejuaraan nasional dalam setahun, sampai mereka dapat meraih 4 penghargaan sekaligus dalam satu tahun. Kepemimpinannya yang tegas nan ulet membuat club tersebut semakin di atas.
Ia juga merupakan ketua Bumi Bersuara termuda. Maka dari itu, ia sering dijuluki "Ketua 18 Kesayangan" karena kerjanya yang menakjubkan di umur yang terbilang sangat muda. Kisah kelamnya semasa menjadi mahasiswa baru tidak membuatnya berhenti meraih prestasi, ia membuktikan bahwa trauma tidak selamanya menjadi tembok penghalang.
Seperti hari ini, ia sedang memimpin rapat bersama anggota Bumi Bersuara untuk menyempurnakan acara Little Counselor. Ia berdiri di tengah meja bundar yang hadiri dua ketua yang menjabat di dua tahun bawahnya serta beberapa anggota lainnya.
"Saya kira semua sudah jelas, rapat saya tutup sampai di sini. Saya ucapkan banyak terimakasih buat kakak adik yang nyempetin dateng hari ini, dan saya apresiasi dukungan kalian ke acara ini. Terima kasih dan sampai bertemu di rapat berikutnya" tutup Adimas.
Adimas keluar dari basecamp Bumi Bersuara. Akhirnya dua kelompok tersebut sepakat bekerja sama. Bumi Bersuara bertugas mengadakan lomba debat, mereka menyiapkan juri, mosi debat, serta tata cara atau peraturan dalam lomba debat nantinya.
Saat ini, tujuan Adimas hanya satu, yaitu makam Venna. Rindunya sudah membludak setelah sekian lama sibuk dengan skripsi dan acaranya. Ia memarkirkan mobilnya di depan makam yang luas, ia membawa serangkaian bunga Lily seperti biasanya.
"Halo, cantik" sapa Adimas saat telah sampai di depan makamnya. Ia membersihkan rumput liar yang mulai tumbuh di makam Venna, menaburinya dengan bunga mawar layaknya orang orang melayat, terakhir ia menaruh bucket bunga Lily di atas makamnya.
"Cantik, makin cantik" gumamnya.
"Gue kangen lo, Na. Lo tau gak? Gue udah aktif lagi sekarang, tapi gue jadi lupa sama lo"
"Gue jahat, ya?"
Ekspresinya datar, namun hatinya pilu. Perlahan air matanya menetes dari kedua netra indahnya. Bibirnya perlahan turun menunjukkan sisi aslinya yang masih cengeng, apalagi jika menyangkut Venna dan Mamanya.
"Andai waktu bisa diputar balik, gue gak bakal bangun dari koma dan bakal donorin jantung gue buat lo"
"Tapi dunia terlalu jahat buat lo. You deserve better, kan? Malaikat kecil gue gak perlu ngerasain jahatnya dunia" ia mengelus batu nisan berwarna putih bersih itu dengan senyum kecilnya. Ia terus bercerita tentang hari harinya selama ini. Mulai kisah sedih, bahagia, haru, bahkan kisah kekocakan Janu dan Rio pun ia ceritakan.
Langit yang tadinya mendung, mendadak menjadi cerah. Sinarnya tetap hangat, tidak menyakiti kulit Adimas sedikit pun. Adimas melihatnya dengan senyum lebar.
"Udah gue bilang, lo gak perlu nampakkin pesona lo, gue tetep bakal jadi pecandu sinar lo, Na"
🕊️
Aku menyetir mobilku menjauh dari makam dan meneruskan perjalananku menuju cafe tempat kami terakhir kali rapat. Kali ini kami akan membahas rundown acara agar semua tertata rapi.
Saat sampai aku melihat seorang gadis yang sedang melepas jaketnya di atas motor. Namun mataku seperti tidak asing dengan benda yang ia pegang saat ini. Aku keluar mobil untuk memastikan penglihatanku benar. Dan ya, itu jaket milikku. Aku kembali membuka mobil dan meraih paper bag berisi jaket miliknya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELIOPHILIA | Doyoung x Sejeong
FanfictionHeliophilia (n.) Desire to stay in the sun; love of sunlight; An addiction to the sun ••••• "Kalau mau lompat, ya lompat saja, mas" Aku terkejut bukan main karena suara yang tiba tiba muncul dari sebelah kiriku. Aku menoleh cepat dan mendapati gadi...