MESSAGE

65 8 0
                                    

??? POV

Setelah kuakhiri panggilan tersebut, aku menatap langit yang gelap, berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Angin malam menyapu rambutku, membawa kesegaran yang kontras dengan kegelapan hatiku. Aku merasa seperti berada di persimpangan hidup, di antara rasa takut akan masa depan dan harapan akan perubahan yang mungkin membawa kebaikan.

"Aku harus kuat," bisikku pada diriku sendiri, mencoba menenangkan gelombang emosi yang memenuhi pikiranku. Langit malam memberi kesempatan untuk merenung, untuk mencari jawaban di antara bintang-bintang yang bersinar di kejauhan. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan berada di sana untuk Lucy, bahkan jika itu berarti menghadapi kegelapan yang menunggu di depanku.

The next day

Natsu POV

Aku menghabiskan seluruh waktu di sekolah untuk menghindari Lisanna. Setiap hari, mulai dari saat baru datang hingga makan siang, Lisanna selalu muncul di depanku dengan aneka macam makanan ringan, kue, bahkan cokelat yang dia bawa dengan senyum manisnya yang tak kenal lelah.

"Benar-benar melelahkan," gumamku dalam hati, mencoba untuk tetap fokus pada pelajaranku meskipun sering terganggu oleh kehadirannya. Aku bahkan memilih tempat duduk yang berbeda di setiap kelas agar bisa menjauh darinya.

Tapi hari ini, usahaku untuk menghindar dari Lisanna seperti biasa sepertinya tidak berhasil. Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh yang melengking keras melintasi lorong sekolah, "NAAAAA~~~~~TTSUUUUUU!" seru Lisanna sambil berlari dengan antusias ke arahku, tangannya langsung meraih tanganku seakan ingin melibatkanku dalam semua yang dia rencanakan.

Kepenatan dan rasa ingin menjauh membuatku terbelalak sejenak. Aku melihat ke arah Lisanna, yang senang sekali, sementara aku tidak terlalu senang.

"Lisanna, aku harus pergi. Lepaskan tanganku," ucapku dengan suara yang lebih tegas, berusaha keras melepaskan pegangan Lisanna yang semakin merekat. Namun, Lisanna tetap berkeras untuk tidak melepaskan genggamannya, matanya berbinar penuh keinginan yang sulit untuk dipahami.

Aku merasa kebingungan dan mulai merasa terjebak dalam situasi yang semakin memanas. Keputusasaan merayap dalam pikiranku ketika tiba-tiba aku melihat Levy dan Gajeel dari kejauhan. Mereka sedang berjalan bersama menuju kantin. Dengan cepat, aku mengirimkan isyarat gelap kepada mereka, berharap mereka dapat membantu.

Levy, yang peka terhadap situasi, memperhatikan isyaratku. Dia segera memberitahukan Gajeel tentang keadaanku. Gajeel yang besar dan berotot segera menyadari keadaanku dan Lisanna. Dengan langkah panjang, dia mendekati kami dengan tatapan tajam yang mampu membuat orang lain gemetar.

"Lisanna, lepaskan dia sekarang," ucap Gajeel dengan suara yang keras dan tegas, memaksa Lisanna untuk akhirnya melepaskan genggamannya yang teguh.

Aku merasa lega ketika tanganku akhirnya dibebaskan dari cengkeraman Lisanna. 

Aku pun pergi meninggalkan Lisanna yang terus memanggil-manggil namaku. Langkahku mantap menuju atap sekolah, tempat yang seharusnya terlarang bagi kami para murid. Tapi, siapa peduli? Aturan ada untuk dilanggar, bukan?

Aku naik tangga dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihatku. Angin sore yang sejuk menyambutku begitu aku mencapai atap. Langit memberikan suasana yang tenang, berbeda dengan kekacauan perasaanku di dalam hati.

Di sana, aku duduk di pinggir atap, membiarkan pikiranku melayang bebas. Aku memikirkan Lisanna, kejadian tadi, dan apa yang sebenarnya terjadi di balik semua itu. Dalam sejuknya sore hari ini, aku merenungkan arti dari setiap interaksi dan keputusan yang telah kujalani.

Dont wanna live without youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang