Bab. 3

1.2K 302 88
                                    

The pursuit of perfection 1 masih bisa diakses di Karya karsa dan playstore ya friends. Intip ke sana dulu deh, biar nyambung sama yang di sini.

Eh, ada cerita baru nih. Mampir ke lapak Riverside, yuk. Jangan lupa ramaikan juga ya.

###

Kenyataan ternyata tak sesuai harapan. Mayang tentu saja tak bisa terus menerus menunduk. Apalagi jika Aisyah yang begitu antusias mengikuti acara itu berkali-kali mengajaknya berbicara. Ada saja yang wanita itu bahas. Mulai dari baju yang Endah kenakan sebagai moderator, sampai pada materi-materi yang saat ini dibahas.

Mayang merasakan sesak luar biasa. Sepanjang acara otaknya seolah kosong. Apalagi saat tak sengaja mengangkat pandangan, tatapan sang rektor di depan sana beberapa kali terlihat mengarah kepadanya. Apa pria itu tahu jika ia kurang menikmati acara ini? Atau mungkin wajah ketakutannya begitu terlihat? Mayang mengabaikan hal itu.

Bagaimana dengan Mahesa? Pria itu terlihat percaya diri dan fokus dalam menyampaikan materi yang ia berikan. Pembawaannya yang tenang dan terlihat sedikit kejam mengingatkan Mayang pada masa di mana ia belum mengenal Mahesa dengan begitu dekat. Masa di mana Mayang belum tahu, bahwa sosok Mahesa yang terlihat kejam itu adalah sosok yang hangat dan penyayang. Mayang memejamkan mata sejenak. Menebas apapun yang mulai kembali tumbuh meliar di hati dan otaknya. Tak seharusnya ia memikirkan pria itu. Toh pria itu terlihat tak mengenalnya.  Atau mungkin tak ingin mengenalnya.

Dua jam kemudian acara itu berakhir. Seluruh mahasiswa berduyun-duyun meninggalkan ruangan. Menyisakan para dosen fakultas hukum yang masih setia di ruangan. Tentu saja mereka berkeinginan untuk beramah tamah kepada kedua nara sumber dan rektor mereka. Saat Mayang hendak menyelinap pergi, Aisyah yang sepertinya tahu gelagat Mayang segera menarik tangan gadis itu. Membawanya merapat pada kerumunan orang yang bersalaman dan menyapa ketiga pria yang berusia matang itu. Mau tak mau Mayang menurut meskipun ia hanya bisa menundukkan wajah.

"Nah ini dia dosen baru kita. Baru dua bulan pulang dari Monash. Setelah lulus dua tahun yang lalu langsung berangkat dan sekarang mengabdi di fakultas kami." Mayang sempat mendengar suara Sudirman, dekan mereka saat Aisyah menarik tangannya mendekat.

Mayang pun mengulas senyum canggung lalu bersalaman kepada semua orang---termasuk Darmawan dan Profesor Gani---yang sedang berbincang itu. Saat tangannya hendak terulur untuk bersalaman pada Mahesa, gemetar hebat kembali ia rasakan. Demi Tuhan adakah yang bisa membuatnya menghilang dari tempat ini sekarang juga?

Ragu-ragu Mayang menerima uluran tangan pria itu. Saat telapak mereka bertemu tubuh Mayang tersentak, seolah tersengat aliran listrik. Ingatan kejadian dua tahun lalu tumpah ruang di otaknya. Bagaimana telapak tangan itu pernah membelainya, memberinya letupan gairah yang begitu luar biasa hingga menghanguskan mereka berdua.

Mayang terburu-buru menarik kembali tangannya setelah menempelkan punggung tangan pria itu pada kening dan ujung hidungnya. Lalu refleks tanpa ia sadari ia menggenggam telapak tangan kanannya. Meremasnya kuat demi bisa mengusir kegugupannya.

"Kalau Pak Mahesa sih pasti sudah kenal karena Mayang pernah bekerja di firma hukum Pak Mahesa. Mungkin Pak Darmawan yang masih belum." Sudirman masih terus berceloteh. Mayang tak tahu bagaimana ekspresi wajah Mahesa. Ia hanya menunduk dan terus menunduk. Berharap semua orang tidak lagi membahas masa lalunya. Masa lalu yang sudah ia kubur dua tahun lalu. Ia tak ingin siapapun mengenang kedekatannya dengan pria ini. Meskipun sebatas atasan dan bawahan atau juga teman dari anak tunggal pria itu. Tidak satu pun.

"Keluarga kami sudah cukup akrab dengan Mayang, Pak. Dari semester lima dia kan sudah ikut bekerja dengan saya." Kali ini suara Endah Sulistyorini yang terdengar. Mayang sekilas memandang wanita itu dan melempar senyuman. Obrolan berikutnya tak mampu ia ikuti. Hingga akhirnya semua orang berpindah ke salah satu ruangan di sebelah auditorium. Ruangan yang ternyata diubah menjadi ruang prasmanan sehingga para dosen yang hadir di auditorium bisa langsung menikmati makan siang setelah mengikuti kuliah tamu.

Sekilas Mayang melihat Mahesa yang sudah duduk menikmati makanannya bersama Darmawan, Profesor Gani, Sudirman dan beberapa dosen lainnya. Mayang sempat mendesah lega karena Mahesa bersikap seolah tak mengenalnya. Ia pun berusaha mencari kursi yang lumayan jauh dari mereka demi meminimalisir pertemuan yang bisa saja terjadi setelah ini. Namun, lagi-lagi kesialan masih enggan pergi. Aisyah membawanya duduk tak jauh dari para petinggi di universitas itu. Wanita itu mengajak Mayang bergabung di meja Endah.

"Saya perhatikan dari tadi kamu kok terlihat pucat, Yang? Kamu terlihat kelelahan dan lebih banyak menunduk. Saya lihat kamu dari atas lo." Endah tanpa basa-basi melontarkan pendapatnya. Membuat Aisyah yang tahu kondisi Mayang sebelumnya kebingungan.

"Nak Mayang kurang enak badan? Saya kok tidak tahu. Tadi kenapa kok tidak bilang, makanya tadi sendirian di kantor fakultas. Ternyata memang kurang sehat ya?"

Mayang seketika kebingungan harus menjawab apa, ia hanya mengulas senyum canggung. "Saya tidak apa-apa kok, Bu. Saya baik-baik saja."

"Beneran?" tanya Endah tidak yakin. Wanita itu pasti melihat kegelisahannya.

"Iya, Bu. Saya baik-baik saja."

"Nanti ada jadwal lagi?" Endah kembali bertanya.

"Tidak ada, Bu."

"Kalau begitu setelah ini kamu langsung pulang saja. Istirahat. Mungkin kamu kelelahan."

Mayang mengiyakan. Ya, ia memang kelelahan. Lelah batin, bukan fisik akibat bertemu pria yang tampak masih berbincang akrab tak jauh darinya. Seolah-olah tak pernah mengenalnya.

***

Mayang meminta izin pamit meninggalkan ruangan lebih dulu. Hal yang tentu saja diiyakan oleh kedua seniornya. Gadis itu kemudian berderap meninggalkan ruangan menyeberangi auditorium lalu menuju lift. Saat pintu lift terbuka, Mayang segera masuk diikuti oleh sosok lain di belakangnya. Begitu pintu lift tertutup Mayang bergerak ke salah satu dinding untuk bersandar, mencoba mengusir rasa lelah yang sedari tadi ia rasakan. Namun, betapa kaget dirinya saat ia mendongak, sosok yang sedari tadi begitu ia hindari tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya. Kapan pria itu masuk? Kenapa ia tak menyadari hal itu?

###

Hayoloh.... Ketemu siapa?

Kira-kira apa yg akan terjadi di bab berikutnya?

Tulis tebakan kalian ya friends. Biar makin rame, kali aja ada yg tebakannya bener atau dibenerin sama penulisnya wkwkkwwk.... 🤣🤣🤣😂

Ditulis, Maret 2022
Publish 23 Juli 2022

The Pursuit of Perfection 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang