Belahan Jiwa yang Tak Lagi Bersama

1.2K 273 38
                                    

"Papa harus tahu yang sebenarnya. Sampai kapanpun kalian tidak akan mungkin mengubah apa yang telah terjadi." Perdebatan itu kembali terdengar. Hal yang sudah sering kali terjadi akhir-akhir ini. Perdebatan antara seorang cucu dengan sang kakek, nenek, juga pamannya.

"Setidaknya setelah kondisi papamu jauh lebih baik. Papamu jatuh dan berakhir kembali tak sadarkan diri. Entah apa yang ingin dia lakukan," sahut sang kakek.

"Sepertinya papamu ingin mencari mamamu, Co. Semenjak sadar, papamu selalu menanyakan mamamu. Dia terus menerus meminta bertemu mamamu dan ingin meminta maaf." Kali ini suara lembut seorang wanita disertai isakan pelan yang terdengar.

"Suruh saja dia menyusul mama. Suruh mama pulang agar mereka bisa bertukar tempat!"

"Co! Jangan terus menerus seperti ini. Papamu sedang mengalami hal terberat."

"Itu semua ganjaran atas ulahnya. Berselingkuh di belakang ku dan mama. Membawa pelacur itu ke kantor. Semua orang mengira kedekatan mereka karena mereka adalah calon mertua dan menantu. Ternyata..."

"Cobalah untuk memaafkan papamu, Nak." Suara lembut itu kembali terdengar menenangkan.

"Jika papa bisa mengembalikan mama dan kembali berkumpul seperti sedia kala bersama kita, maka aku akan memaafkannya," putus suara itu dengan nada keras kepala.

"Mengembalikan bagaimana maksud kamu, Co. Kemana mama, Nak." Suara pria yang sedari tadi terbaring di atas ranjang ruang perawatan itu tiba-tiba saja terdengar. Mahesa, pria itulah yang berusara. Meskipun lirih tapi semua orang di ruangan itu mendengar.

Membuat keempat orang di ruangan itu---Akbar, Buwono, Widyawati, dan juga Rico---begitu terkejut. Mereka tak tahu jika Mahesa sadar demikian cepat setelah beberapa saat yang lalu terjatuh dari brankar kemudian pingsan. Entah, sejak kapan pria itu terbangun. Setidaknya mereka berharap Mahesa tak mendengarkan semua percakapan mereka. Kecuali Rico tentu saja. Pemuda itu sudah tidak sabar untuk membongkar semuanya di depan Mahesa.

"Oh, kebetulan sekali papa sudah sadar. Yang aku maksud adalah Papa harus mengembalikan mama seperti semula. Kembali berkumpul dengan kita semua," jawab Rico dengan santai.

"Hal itulah yang papa inginkan, Nak." Suara Mahesa terdengar pelan. "Tolong antarkan papa untuk bertemu mamamu."

"Pulihkan kondisimu dulu, besok atau lusa kamu bisa---"

"Tidak perlu menunggu terlalu lama, Nek." Suara Rico terdengar begitu tak sabar memotong ucapan sang nenek. "Sekarang pun jika Papa ingin bertemu mama juga bisa," ucap Rico tajam memandang lekat sang ayah yang tampak berbinar karena akan dipertemukan dengan istrinya.

"Rico!" Kali ini suara sang paman yang memperingatkan. "Mas, aku mohon jangan keras kepala. Aku janji setelah kamu benar-benar sehat kamu baru boleh meninggalkan ruangan ini untuk apapun. Termasuk melihat Mbak Indri."

"Bawa papa sekarang, Co." Mahesa tetap keras kepala. Ia mencoba bangkit dari pembaringan meskipun tubuhnya nyaris tak bisa digerakkan. Efek terjatuh dari brankar beberapa jam lalu sepertinya memperburuk kondisi tubuhnya.

"Kamu tidak akan kemana-mana, Mas!" Suara Akbar terdengar tegas. Sedangkan isakan sang ibu mulai terdengar. Memohon agar Rico dan Mahesa tidak melakukan apapun yang ada di otak mereka.

"Kenapa Om Akbar begitu kejam? Biarkan papa tahu. Jangan tutupi apapun! Toh cepat atau lambat papa juga akan tahu fakta yang coba kalian sembunyikan." Rico berucap sinis. Membuat Mahesa makin kebingungan.

"Tapi kamu seharusnya memikirkan kondisi papamu, Co. Papamu masih belum boleh keluar dari tempat ini." Akbar ganti memandang sang kakak.  "Mas Mahesa juga. Aku mohon jangan keras kepala."

"Apa yang telah kalian sembunyikan? Kenapa aku tidak boleh menemui Indriana? Aku sudah terlalu lama menunggu. Bagaimana kondisinya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Mahesa dengan napas terengah karena berusaha untuk bangkit dari pembaringannya. Hal yang luput dari perhatian semua orang di ruangan itu. Semua orang fokus pada perdebatan mereka sehingga tak memperhatikan Mahesa yang pada akhirnya bisa mendudukkan diri di atas ranjangnya.

"Cukup baik. Sangat baik karena mama sudah tenang di surga sana. Dia tidak akan pernah merasakan kesakitan lagi baik karena perselingkuhan papa dengan pelacur itu ataupun karena kecelakaan maut itu," jawab Rico.

"A... Apa maksud kamu, Nak?" Mahesa tergagap kebingungan.

"Rico! Hentikan!" Suara sang paman berusaha menghentikan apapun yang Rico ucapkan.

Namun, pemuda itu mengabaikan. Dengan cepat pemuda itu melanjutkan kalimatnya, "Apa Papa tahu di mana mama sekarang? Mau dicari kemanapun papa tak akan bisa bertemu mama karena mama tewas dalam kecelakaan itu!" Suara Rico terdengar begitu mengerikan bagi semua orang. Terutama Mahesa. Pria itu masih mengerjab mencerna ucapan putra tunggalnya.

"Ma... Maksud kamu, a... Apa..." Mahesa tergagap. Perlahan tubuhnya yang sudah dalam kondisi tidak baik-baik saja mulai menggigil.

"Mama meninggal dalam kecelakaan itu. Mama meninggal karena ulah kalian! Kalian yang berselingkuh kenapa justru mama yang jadi korban. Seharusnya papa dan pelacur kecil itu yang saat ini terkubur di dalam tanah. Bukan mama! Seumur hidup aku tidak akan pernah memaafkan perbuatan kalian!" Akhirnya, kalimat mengerikan itupun terlontar tanpa dapat dicegah oleh siapapun. Membuat Mahesa yang sejak awal sudah tak kuat menopang dirinya sendiri akhirnya ambruk ke belakang. Rebah di atas pembaringannya. Matanya nyalang lalu perlahan memburam meneteskan cairan penyesalan. Mulutnya bergerak mengucapkan kalimat tak jelas yang tak mampu didengar orang-orang di ruangan itu.

Adik dan kedua orang tua Mahesa pun membeku. Tak berani mengusik keheningan yang menyakitkan itu. Hanya Rico yang tampak tersenyum sinis memandang sang ayah yang tak bisa dikatakan baik-baik saja. Ia tak menyesal. Pria itu layak tahu apa yang terjadi sebenarnya agar bukan hanya dirinya saja yang merasa terluka. Terlebih luka itu disebabkan oleh ayahnya.

###
Nia Andhika
Ditulis Maret 2022
Publish 14082022

Kejam nggak?

Pantas nggak sih, si bapak diperlakukan kayak gitu sama Rico?

Biar lebih jelas detail kejadiannya, mampir dulu ke Pursuit of Perfection 1 di playstore dan karya karsa ya.

The Pursuit of Perfection 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang