Bagian 1

34 4 9
                                    

"Aaaaah!" Sosok perempuan terbangun kaget dari kasurnya setelah keluar dari mimpi buruknya.

Mimpi yang barusan dia alami terasa nyata dan tubuhnya masih gemetar, berusaha untuk menenangkan dirinya.

"Aku tidak ingat mimpi itu sama sekali...," batinnya dengan heran.

Namanya adalah Remi Paramita, berumur 27 tahun, dan bekerja sebagai penulis yang cukup terkenal dengan nama penanya, "Rylie. P". Dia juga merupakan salah satu penulis yang multitalenta. Artikel, naskah, cerpen, novel, sebutkan saja semua karya seni sastra lainnya, dia pasti bisa melakukannya. Sejak SMA, dia mengikuti klub jurnalistik untuk mengasah bakatnya. Kini, dia hanya tinggal sendiri di apartemen untuk mencari suasana dan inspirasi agar percikan imajinasi muncul di kepalanya, sehingga membantu untuk menyelesaikan karya tulisnya. 

Tidak hanya menghibur bagi para pembacanya, melainkan Remi juga selalu mengimpikan dirinya untuk memberikan kehangatan dan harapan melalui tulisan-tulisannya, baik dari bentuk fiksi ataupun non-fiksi. Selalu ada kata-kata bijak yang terselip, tidak hanya untuk memotivasi mereka, melainkan bahasa yang 'memahami' mereka dengan baik. Kemampuannya dalam memberikan positif afirmasi sangat diakui dalam karyanya. Sudah tidak dipertanyakan lagi jika love language-nya adalah kata-kata. 

Kini, Remi berusaha untuk mengingat mimpi tersebut. Namun, hal tersebut tidak berhasil. Tidak mau membuang waktu, dia memutuskan untuk mengabaikannya saja dan pergi ke ruang kerjanya untuk melanjutkan karyanya. Kisah yang dibuatkan kali ini bergenre slice of life, di mana seorang anak laki-laki dan perempuan berusaha mengejar mimpinya yang akan diceritakan masing-masing secara bergiliran. 

Anak laki-laki ini merupakan gifted child dengan autismenya. Namun, dia sangat jenius karena banyak ide kreatif yang bermunculan di dalam kepalanya. Meski demikian, dia dijauhi oleh teman-temannya karena perilaku yang aneh dan pemikirannya yang terlalu abstrak. Sulit untuk berinteraksi dengan yang lain, dia menciptakan dunia untuk diri sendiri agar mampu melihat dunianya lebih berwarna, yaitu berkelana dengan benda-benda langit. Oleh karena itu, dia bermimpi untuk menjadi astronom suatu saat. 

Begitu juga dengan anak perempuan yang mengalami tuna rungu. Hatinya hangat dan lembut sehingga mudah merasa pilu ketika ada orang lain yang menderita tanpa membandingkan disabilitasnya. Tetapi, tidak semua orang melakukan hal yang sama dengannya, tidak semua teman yang menerima apa adanya. Untuk melawaan perasaan terisolasi, dia terus percaya bahwa Tuhan menyayangi dan menerima apa adanya. Tidak hanya tetap berdoa, perempuan ini bermimpi untuk menginspirasi orang lain untuk membuat dunia seseorang menjadi lebih baik. 

Dari kesulitan yang dialami oleh kedua pemeran utama, mereka sungguh berhak untuk bermimpi dan memperjuangkan hal itu. Kualitas yang mereka miliki dari kecerdasan, kebaikan, kerja keras dan hal lainnya, bukanlah sesuatu yang dibataskan oleh keterbatasan mereka. Bahkan, hal itu yang mampu menginspirasi orang lain. Penulis ini sungguh berharap jika pesan tersebut dapat disampaikan melalui cerita ini dari pengembangan karakter pada masa awal, konflik, klimaks, hingga akhir.  

Waktu berlalu dengan cepat setelah Remi menulis novel tersebut dengan fokus, tenggelam dalam skenario yang dibuat dalam kepalanya. Apa yang dia sedang pikirkan akan dituliskan dalam garis besar cerita secara keseluruhan. Masih asik dengan penulisan ceritanya, tanpa sadar matahari telah meninggalkan belahan Bumi dan cahaya mulai meredup.

Tidak lama kemudian, seperti penulis lainnya, dia menghadapi satu masalah yang mengganggu fokusnya.

"Haaah, writer's block muncul lagi." Remi berhenti menulis karyanya dan mengusap matanya yang kian perih karena sudah berjam-jam menatap layar komputernya. Dia memutuskan untuk pergi menuju ke balkon kecilnya untuk mencari udara segar.

Dua Hari [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang