Bagian 7

15 1 1
                                    

Dua hari setelah reuni SMA sudah berakhir bukan berarti semuanya sudah berakhir. 'Kesuksesan' untuk meyakinkan Albert kemarin telah diraih Remi sehingga ada tambahan waktu selama dua hari lagi.

Matahari menyambut dengan hangat di sekitar apartemennya. Sinar matahari berkilau, menembus pada jendela, memberikan suhu yang cukup hangat untuk membangunkan Remi. Terganggu dengan cahaya, Remi mengerang sembari meregang badannya, melihat arah jaruh jam dinding menghadap ke utara dengan setengah kesadarannya. "Aku bangun kesiangan..." 

Seusai Remi mengumpulkan nyawanya, dia mulai mengetik, melanjutkan isi buku dari kemarin sembari 'sarapan'. Ketika memutuskan untuk istirahat sejenak, Remi mengecek ponselnya, semerta teringat akan apa yang ingin dilakukan bersama Albert selanjutnya. Dia sedang memikirkan rencana selanjutnya yang efektif, dimana hal itu cukup berdampak―seperti kemarin―meski dalam pertemuan yang singkat. 

Terapis samaran ini mengakui kalau Albert lebih susah sedikit untuk ditangani daripada teman-temannya sebelumnya yang pernah mengalami depresi. Hal itu dikarenakan teman-temannya yang terlebih dahulu datang kepada Remi, di mana tembok mereka sudah runtuh dan terbuka bagi Remi untuk masuk. Sedangkan, saat ini Remilah yang pertama datang kepadanya sehinga ikatan mereka perlu ditingkatkan untuk mengikis temboknya yang tebal. Mulai membuka aplikasi Wazzup, Remi memberanikan diri chat dengan Albert.

 Mulai membuka aplikasi Wazzup, Remi memberanikan diri chat dengan Albert

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percakapan melalui gawai berakhir dengan singkat. Remi awalnya sempat tertegun dengan balasan Albert yang begitu cepat. Melihat konversasi tadi, bibirnya mengelukkan sedikit ke atas ketika mengetahui teman semasa SMA-nya menerima tawarannya tanpa merasa ketidaknyamanan. Remi meyakinkan dirinya sendiri, berdoa singkat untuk ke depannya. "Semuanya ada progres. Pasti bisa. Harus bisa!"

***

Bersiap untuk aktivitas pertama kalinya, Remi sudah kelar memeriksa berbagai barang yang penting dibawa, seperti tas selempang, dompet, ponsel dan sebagainya. Dia juga mengenakan blus biru tua dengan pita di bagian dada, beserta celana jins berwarna putih. Wajahnya juga sempat dirias dengan sederhana.

Keluar dari kamar apartemennya, pintu di sebelahnya tidak ada sosok siapapun. Bingung apakah Albert lupa dengan janjinya atau terlambat, Remi mengeluarkan ponselnya dari tas dan mulai memberikan pesan.

'Hei, aku udah siap, nih. Bagaimana denganmu? Kalau siap, langsung keluar aja ya. Aku akan menunggumu :D'

Setelah menyentuh kotak yang bertuliskan 'send' di layar sentuh, Remi menunggu selama beberapa detik. Tak kunjung muncul, dia mencoba untuk mengetuk pintu Albert sekali. Tidak ada jawaban. 

Kedua kali ketukan. Masih tak ada jawaban. Begitu juga dengan ketukan terakhir.

Remi mengembuskan napas panjang, mengetahui Albert masih belum respons terhadap ketukannya ataupun pesannya. Kembali memasuki ke ruangnya lagi, dia duduk menunggu temannya.

Beberapa menit berlalu, pesannya masih belum dibalas sama sekali. Terkadang, saat sela-sela beberapa menit, Remi keluar dari pintunya hanya untuk mengecek apakah Albert sudah keluar atau tidak. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua Hari [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang