"Stop! Aku gak akan membiarkanmu!"
Pernyataan dan pelukan yang barusan dilakukan oleh Remi sempat membuat Albert merinding sampai ke tulang belakangnya. Angin malam berhembus dengan kencang hingga membuat suara di sekitarnya tidak terlalu terdengar. Arus udara mengalir suhu yang dingin pula ke tempat yang dipijak oleh keduanya. Pandangan yang menuju seberapa tinggi bangunan, membuatnya tidak menghiraukan keberadaan Remi yang barusan menghampirinya. Dari kedinginan yang dia rasakan secara fisik dan mental, sentuhan hangat tiba-tiba saja mengawai di bagian belakang pria tersebut, menyadarkan presensinya.
"Kenapa kau ada di sini?!" tanya Albert dengan awas.
"Aku yang seharusnya tanya itu. Kau mencoba melakukannya, kan?!" Remi masih menahan dan melingkar kedua tangannya pada tubuhnya, kemudian mencoba menariknya ke tempat yang lebih aman.
"Lepaskan aku, Remi..." Albert berusaha melepaskan dekapan Remi dengan paksaan. Dia menghela nafas marah karena rencana bunuh dirinya tidak hanya gagal, melainkan dirinya terekspos tanpa ada peringatan sama sekali.
Namun, Remi tetap menarik Albert jauh dari posisi tempat untuk mengakhiri hidupnya, meski hasil tersebut nihil karena tidak disangka tenaga Albert jauh lebih kuat daripada Remi.
"Lepasin gak?" Tatapan mukanya berubah murka seketika. Remi sempat tertegun dengan pandangannya karena belum pernah melihat ekspresi yang seram sebelumnya. Meskipun jiwanya sempat menciut, dia masih belum melepaskan dekapannya tetapi tidak sekuat dengan inisiatif awal.
"Jangan berani ikut campur ya. Ini urusanku. Kalau kau gak melepaskanku, kau juga bisa jatuh bersama denganku." Ketika mengucap kalimat terakhirnya, tubuhnya terasa bergemetaran dan pernafasannya terengah-engah. Meskipun matanya mencerminkan kekesalan atas terbongkarnya persoalan kondisinya, ada rasa ketakutan yang tersamar mengindikasikan ketidakinginannya membawa Remi ikut ke dalam kematian secara tidak sengaja hanya karena tindakannya. Itu adalah skenario yang terbenci oleh Albert. Membahayakan nyawa seseorang dengan keegoisannya untuk mengakhiri ini semua sendiri.
"Benar. Justru karena itu, aku gak mau melepaskanmu." Terdengar gila dengan apa yang dikatakan Remi, Albert tidak menahan emosi lebih lanjut dan membentaknya. "Kau gila ya?!"
"Reaksimu juga persis denganku. Aku juga gak mau kau mati. Kalau kau gak mau aku gila, jangan lakukan itu! Kumohon..." Suara Remi mulai bergemetaran dan menutup mukanya yang sedang menahan isaknya dengan menunduk ke bawah. Masih menetap dengan posisinya, dia menekan bagian tubuh temannya dengan jari-jari, lalu mengelus pundaknya dengan lembut untuk menenangkannya.
"Aku gak mengerti apa masalahmu sampai begini. Semua orang merasa senang bertemu denganmu. Kau bisa lihat mereka rindu sama kamu juga, kan? Mereka juga mengadakan reuni ini karena kamu adalah salah satunya juga." Banyak pernyataan yang dilontarkan oleh Remi untuk menyadarkan Albert bahwa banyak orang yang menerima dan menyayangi apa adanya, meski dia sebenarnya tidak tahu apakah teman-teman seperti mereka bisa menopangnya saat dalam kesulitan. Saat Albert mulai menurunkan kewaspadaannya, Remi mengambil kesempatan untuk menjauhkan Albert dari tempat yang tiada pagar.
Setelah sudah cukup jauh dari titik ujung, Albert mulai terjatuh merasa tidak berdaya. Ketika Remi membungkukkan badannya dan menggenggam bahunya dalam posisi jongkok, dia melihat senyuman hampa dengan pandangan yang kosong tanpa ada yang cahaya yang tersisa. Berbeda dengan pesona yang dia sering temui, Albert kini terlihat jauh lebih dingin dan tidak ada tanda kehangatan yang biasanya sering dipancarkan di hadapan teman-temannya. Berusaha untuk membiarkan aura itu mengalir tanpa menghakimi apapun, Albert mulai mengujar.
"Kenapa kau menatapnya seperti itu? Apakah kau akan bilang begitu ke semua orang tentang sisiku yang malang ini?" Albert mulai tertawa karena menganggap bahwa saingan akademisnya akan memberitahu teman-temannya jika sisi yang sering mereka temui hanyalah topeng. Dia yakin bahwa reaksinya yang sedang tertawa tidak jelas saat ini akan dicap gila oleh saingannya dan tetap akan diberitahu ke teman-teman lain. Dia yakin bahwa dia masih mau bersaing dengannya di dunia nyata ini selepas dari akademik, kemudian berusaha untuk menurunkan reputasinya. Dia yakin bahwa saingannya sedang berbalas dendam karena meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah perpisahan yang sesungguhnya. Dia yakin bahwa-

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Hari [HIATUS]
RomanceTerluka, pengalaman buruk, dan penderitaan, seringkali menimpa di kehidupan semua orang, tidak terkecuali untuk Remi. Belum usai dari kejadian yang menghantuinya di masa lampau, dirinya mendapatkan sebuah mimpi, dimana Remi melihat aksi bunuh diri...