"Pergi..." Ahrin menatap Taehyung jauh lebih dalam. "Pergi temui dia, Kim Taehyung."Taehyung tahu sebodoh apapun gadis itu, Ahrin tetap mengetahui bahwa sorot netra tak akan pernah bisa menipu. Rasa getir dan pahit mulai terasa di pangkal lidah, dadanya sesak, napasnya putus-putus. Hatinya gusar bukan kepalang kala memikirkan kondisi Hana yang bisa saja terluka atas lontaran kata-kata menyakitkan darinya beberapa waktu lalu.
"Jangan sampai kau menyesali perbuatanmu hari ini, tak seharusnya kau ada di sini saat pasanganmu sekarat."
"Tapi..."
"Jangan membuatku merasa bersalah. Cukup. Cukup hidupku yang berantakan, aku tidak mau menjadi pembunuh bahkan dalang dari hancurnya keluarga kalian."
Dan pada hari ini, Ahrin mengerti benar seberapa perih rasanya ditinggalkan tanpa sebuah kata pamit. Taehyung berbalik cepat kala mendengar kabar kehamilan Hana dan meninggalkanya begitu saja bersama rencana tentang masa depan mereka. Taehyung tak menampik kalau ia bahagia mendengar kabar menyenangkan meski akhirnya semua hanya pura-pura. Ahrin kini tahu seberapa dangkal Taehyung meningingkannya. Jadi, jika suatu saat nanti ada sesuatu yang lebih menarik perhatiannya, apa Taehyung akan kembali meninggalkannya tanpa memberi tahu apa-apa?
Persis seperti yang dilakukannya pada ia dan Hana.
Egoisnya, di situasi sulit, Taehyung tetap tak ingin disalahkan. "Dia sudah sakit jauh sebelum kau datang."
"Tapi aku. Aku yang memacu penyakitnya kembali meradang!"
"Apapun yang terjadi, aku tetap tidak akan membatalkan pernikahan ini."
"Kau gila." Ahrin menggelengkan kepala lambat, sedikit tidak percaya. "Taehyung, berhenti egois. Demi apapun dan segala niat yang sedang kau rencanakan yang tak aku tahu, singkirkan segala obsesi di kepalamu sebentar. Tolong sadar sebelum kau menyesal."
Ahrin tahu seberapa sakit rasanya ditinggalkan. Ahrin mengerti benar seberapa perih rasanya diduakan. Ahrin benci ketika Ayah pergi bersama wanita lain dan Jungkook diam-diam melakukan hal serupa hingga sepotong hati yang menghitam dalam dada berbisik untuk merebut kebahagiaan orang lain sampai mereka merasakan rasa sakit yang sama. Jauh di dalam sana, Ahrin benci melihat kebahagiaan orang lain sedangkan ia tidak bisa merasakannya. Ahrin mengutuk mereka yang hidup jauh lebih baik seolah tertawa di atas penderitaannya. Padahal, Hana tidak tahu apa-apa.
Tapi mengapa saat ia berada di puncak rencana, berhasil membuat Taehyung berbalik dan berlari ke dalam dekapan, meninggalkan Hana bersama rasa sakit yang dulu sempat ia rasakan, Ahrin justru tidak kunjung merasa bahagia? Mengapa hatinya justru tidak tenang dan merasa ikut terluka?
"Bukankah ini yang kau mau?" Taehyung melempar tanya.
Ahrin berhasil. Ahrin berhasil meruntuhkan ego Taehyung yang setinggi gunung Himalaya. Ahrin berhasil mendapatkan sosok lelaki setia dengan menggadaikan segenap harga diri yang tak yakin ia punya. Ahrin berhasil mendapatkan Surga, tetapi ia tidak yakin dapat bertahan selamanya. Bagaimana jika perasaan Taehyung hanya sementara? Bagaimana jika suatu saat Taehyung juga berakhir meninggalkannya? Seperti banjir bandang, bukankah sesuatu yang cepat memuncak, akan cepat menyurut juga?
"Tidak." Lagi-lagi Ahrin menggelengkan kepala. Menolak. "Aku rasa ini tidak benar. Batasku hanya sampai di sini saja."
Perkataan tersebut meluncur sesaat sebelum Ahrin membanting pintu mobil dan berjalan tergesa meninggalkan Taehyung di belakang sana. Gadis itu bahkan masih tertangkap jelas dalam kedua netra. Taehyung tak mematikan mesin hingga terus menyoroti punggung ringkih Ahrin, menyinari jalannya melalui cahaya lampu mobil sembari berharap kalau-kalau Ahrin akan berbalik kembali. Menunggu dalam ketidak pastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD PLAYER ✓
RandomBagi Song Ahrin, kehidupan kotor serta tatapan mata menelanjangi dari setiap pria yang ditemuinya sudah terlalu lumrah ia dapati nyaris setiap waktu. Pandangan nakal atau pun keinginan menerkam hidup-hidup. Menjadi bahan imajinasi, dipuja-puja para...